Dolar AS Menemukan Kenyamanan Baru?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2019 12:21
Dolar AS Menemukan Kenyamanan Baru?
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belum berhenti melemah. Dolar AS sepertinya mulai menemukan kenyamanan baru di kisaran Rp 14.200. 

Pada Senin (21/1/2019), US$ 1 di perdagangan pasar spot setara dengan Rp 14.220. Rupiah melemah 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah dengan koreksi 0,07%. Seiring perjalanan pasar, rupiah bukannya membaik malah semakin tertekan. Dolar AS berhasil menembus level Rp 14.200 dan rupiah pun menyentuh titik terlemahnya sejak 4 Januari. 


Hingga tengah hari, dolar AS masih nyaman tidak terusik di kisaran tersebut. Bisa saja dolar AS sudah nyaman di kisaran Rp 14.200 dan bertahan cukup lama. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Rupiah sebenarnya bergerak searah dengan mayoritas mata uang utama Asia yang saat ini cenderung melemah terhadap dolar AS. Hanya saja, depresiasi 0,35% masih menjadikan rupiah sebagai mata uang terlemah di Benua Kuning. Dalam hal melemah terhadap dolar AS, rupiah adalah raja Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:07 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sentimen negatif bagi mata uang Asia hari ini datang dari angka pertumbuhan ekonomi China. Biro Statistik Nasional China mencatat, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal IV-2018 adalah 6,4% secara year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,5% YoY. 

Untuk keseluruhan 2018, ekonomi Negeri Panda tumbuh 6,6%. Juga melambat dibandingkan 2017 yang sebesar 6,8% dan menjadi laju paling lambat sejak 1990. 

Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa perlambatan ekonomi China bukan sekadar mitos. China adalah perekonomian terbesar di Asia, sang 'kepala naga'. Bila kepala terjun ke air, maka seluruh badannya akan ikut terseret. 

Perlambatan ekonomi China sama dengan perlambatan ekonomi Asia, bahkan mungkin dunia. Sebab, China memegang peranan yang amat penting dalam bidang perdagangan dan investasi. Jika perdagangan dan investasi China melambat, maka dampaknya akan sampai ke berbagai negara termasuk Indonesia. 


Selain itu, perkembangan harga minyak juga menjadi beban bagi mata uang negara-negara yang sensitif terhadap komoditas seperti Indonesia. Pada pukul 12:11 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,33% dan light sweet bertambah 0,37%. Dalam sebulan terakhir, harga brent melesat 16,67% dan light sweet meroket 17,59%. 


Apabila harga minyak terus reli, maka ini menjadi sentimen negatif buat rupiah. Harga minyak yang naik akan membuat biaya impor komoditas ini menjadi semakin mahal, artinya semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk keperluan impor. 

Ketika impor minyak melonjak, maka transaksi berjalan (current account) akan semakin tertekan. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan pada 2019 turun ke kisaran 2,5 dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun jika harga minyak naik terus, maka proyeksi ini bisa saja meleset. 

Artinya, Indonesia masih akan kekurangan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Ini membuat fundamental penyokong rupiah menjadi rapuh dan mata uang Tanah Air rentan melemah.  


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular