
Simak 7 Poin Hasil Rapat Dewan Gubernur BI untuk Ekonomi 2019
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
18 January 2019 07:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan bahwa kondisi perekonomian global masih penuh dengan ketidakpastian. Bahkan, pihaknya memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat.
Namun, tekanan perekonomian global di tahun 2019 sudah mulai berkurang, mengingat ketegangan dalam situasi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina juga berangsur mereda.
"Di tengah-tengah ketidakpastian keuangan global yang masih berlangsung, melalui catatan ini kami sampaikan hasil RDG pada tanggal 16-17 Januari 2019. Kami telah membahas secara detail, dengan mempertimbangkan baik dari sisi global, ekonomi domestik, dalam merumuskan kebijakan yang kami sampaikan," ujar Perry dalam konferensi pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di gedung BI, Kamis (17/1/2019).
Berikut hasil RDG yang disampaikan Perry:
1. BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
2. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat ditopang permintaan domestik, yakni pada kisaran 5,0% sampai 5,4%.
3. BI melihat kemungkinan pertumbuhan ekspor masih terbatas karena harga komoditas ekspor Indonesia menurun dan pertumbuhan ekonomi dunia yang lambat. Namun di sisi lain, impor mulai menurun sejalan dengan kebijakan yang ditempuh pemerintah dan BI.
4. Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2018 mencatatkan adanya defisit US$1,1 miliar sebagai akibat dari penurunan kinerja ekspor khususnya sektor nonmigas. Meskipun demikian, aliran masuk modal asing kembali terjadi pada Desember 2018, sebesar US$1,9 miliar, yang berlanjut pada Januari 2019.
Hal ini membuat posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2018 cukup tinggi, yakni US$120,7 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
5. Nilai tukar Rupiah dalam tren menguat sehingga mendukung stabilitas harga. Rupiah pada Desember 2018 rata-rata menguat sebesar 1,6%, meskipun secara point-to-point sedikit melemah sebesar 0,54%.
Tren penguatan rupiah ini akan berlanjut pada Januari 2019. Faktor-faktor penguatan rupiah antara lain; aliran masuk modal asing akibat perekonomian domestik yang kondusif, imbal hasil domestik yang tetap menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang mulai mereda.
6. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan risiko kredit terkendali. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit berada dalam kisaran 10%-12% yoy sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) 8%-10% yoy.
7. Perekonomian domestik yang tetap baik ditopang kelancaran sistem pembayaran, baik dari sisi tunai maupun nontunai. Dari sisi pembayaran tunai posisi uang yang diedarkan meningkat 7,8% yoy pada Desember 2018. Sementara pembayaran non tunai nilai transaksi yang diselesaikan mengalami peningkatan sebesar 1,53% yoy.
(prm) Next Article BI Pertahankan Bunga Acuan di Level 6%
Namun, tekanan perekonomian global di tahun 2019 sudah mulai berkurang, mengingat ketegangan dalam situasi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina juga berangsur mereda.
Akan tetapi, Perry memastikan pihaknya tidak akan lengah dan tetap waspada agar stabilitas perekonomian Indonesia bisa tetap terjaga.
"Di tengah-tengah ketidakpastian keuangan global yang masih berlangsung, melalui catatan ini kami sampaikan hasil RDG pada tanggal 16-17 Januari 2019. Kami telah membahas secara detail, dengan mempertimbangkan baik dari sisi global, ekonomi domestik, dalam merumuskan kebijakan yang kami sampaikan," ujar Perry dalam konferensi pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di gedung BI, Kamis (17/1/2019).
![]() |
Berikut hasil RDG yang disampaikan Perry:
1. BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.
2. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat ditopang permintaan domestik, yakni pada kisaran 5,0% sampai 5,4%.
3. BI melihat kemungkinan pertumbuhan ekspor masih terbatas karena harga komoditas ekspor Indonesia menurun dan pertumbuhan ekonomi dunia yang lambat. Namun di sisi lain, impor mulai menurun sejalan dengan kebijakan yang ditempuh pemerintah dan BI.
4. Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2018 mencatatkan adanya defisit US$1,1 miliar sebagai akibat dari penurunan kinerja ekspor khususnya sektor nonmigas. Meskipun demikian, aliran masuk modal asing kembali terjadi pada Desember 2018, sebesar US$1,9 miliar, yang berlanjut pada Januari 2019.
Hal ini membuat posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2018 cukup tinggi, yakni US$120,7 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
5. Nilai tukar Rupiah dalam tren menguat sehingga mendukung stabilitas harga. Rupiah pada Desember 2018 rata-rata menguat sebesar 1,6%, meskipun secara point-to-point sedikit melemah sebesar 0,54%.
Tren penguatan rupiah ini akan berlanjut pada Januari 2019. Faktor-faktor penguatan rupiah antara lain; aliran masuk modal asing akibat perekonomian domestik yang kondusif, imbal hasil domestik yang tetap menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang mulai mereda.
6. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan risiko kredit terkendali. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit berada dalam kisaran 10%-12% yoy sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) 8%-10% yoy.
7. Perekonomian domestik yang tetap baik ditopang kelancaran sistem pembayaran, baik dari sisi tunai maupun nontunai. Dari sisi pembayaran tunai posisi uang yang diedarkan meningkat 7,8% yoy pada Desember 2018. Sementara pembayaran non tunai nilai transaksi yang diselesaikan mengalami peningkatan sebesar 1,53% yoy.
(prm) Next Article BI Pertahankan Bunga Acuan di Level 6%
Most Popular