
Neraca Dagang Boleh Tekor, Tapi Rupiah Tetap Terbaik di Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 January 2019 12:40

Ketiga, Richard Clarida, Wakil Gubernur The Federal Reserve/The Fed, menyatakan bank sentral AS akan lebih sabar dalam menentukan arah kebijakan moneter. Sang The Fed-2 menyatakan perekonomian Negeri Paman Sam masih tumbuh baik, tetapi ada risiko di luar yang tidak bisa dikesampingkan.
"Kami bisa sabar pada 2019, ada momentum untuk itu. Bank sentral akan menentukan suku bunga acuan di setiap rapat dengan mengacu kepada data. Kami akan melihat perkembangan ekonomi global, dan beberapa data menunjukkan ada perlambatan," papar Clarida dalam wawancara di Fox Business, mengutip Reuters.
Pernyataan Clarida semakin menegaskan bahwa The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Pelaku pasar memperkirakan setidaknya sampai semester-I tidak akan ada kenaikan Federal Funds Rate.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate untuk ditahan di 2,25-2,5% pada rapat 30 Januari mencapai 99,5%. Kemudian pada rapat 20 Maret, kemungkinan suku bunga untuk kembali ditahan juga 99,5%.
Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Mei, kemungkinan Federal Funds Rate tetap juga masih sangat tinggi yaitu 91,5%. Lalu pada rapat Juni, probabilitasnya mulai turun tetapi masih tinggi di 82,4%.
Tanpa dorongan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Dolar AS pun perlahan tetapi pasti kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dunia, gelar yang diperoleh pada 2018. Tahun ini, sepertinya dolar AS akan berada dalam posisi defensif dan ini menguntungkan mata uang Asia seperti rupiah.
Keempat, Chosun Ilbo, harian di Korea Selatan, mengabarkan AS dan Korea Utara akan mengadakan pertemuan di Washington pekan ini untuk membahas rencana dialog Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Pertemuan di Washington pekan ini akan melibatkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Wakil Ketua Partai Pekerja Korea Utara Kim Yong Chol, tulis Chosun Ilbo dikutip dari Reuters.
Kabar ini semakin meyakinkan pasar bahwa denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea bukan sebuah harapan kosong. Aura damai di Korea membuat investor semakin berani mengambil risiko, tidak ada istilah bermain aman.
Situasi ini tentu sangat mendukung penguatan rupiah. Sentimen positif eksternal yang begitu banyak berhasil menopang performa mata uang Tanah Air. Kalau hanya mengandalkan sentimen dalam negeri, yang nadanya negatif, bisa jadi rupiah tidak sekuat sekarang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
"Kami bisa sabar pada 2019, ada momentum untuk itu. Bank sentral akan menentukan suku bunga acuan di setiap rapat dengan mengacu kepada data. Kami akan melihat perkembangan ekonomi global, dan beberapa data menunjukkan ada perlambatan," papar Clarida dalam wawancara di Fox Business, mengutip Reuters.
Pernyataan Clarida semakin menegaskan bahwa The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Pelaku pasar memperkirakan setidaknya sampai semester-I tidak akan ada kenaikan Federal Funds Rate.
Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Mei, kemungkinan Federal Funds Rate tetap juga masih sangat tinggi yaitu 91,5%. Lalu pada rapat Juni, probabilitasnya mulai turun tetapi masih tinggi di 82,4%.
Tanpa dorongan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Dolar AS pun perlahan tetapi pasti kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dunia, gelar yang diperoleh pada 2018. Tahun ini, sepertinya dolar AS akan berada dalam posisi defensif dan ini menguntungkan mata uang Asia seperti rupiah.
Keempat, Chosun Ilbo, harian di Korea Selatan, mengabarkan AS dan Korea Utara akan mengadakan pertemuan di Washington pekan ini untuk membahas rencana dialog Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Pertemuan di Washington pekan ini akan melibatkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Wakil Ketua Partai Pekerja Korea Utara Kim Yong Chol, tulis Chosun Ilbo dikutip dari Reuters.
Kabar ini semakin meyakinkan pasar bahwa denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea bukan sebuah harapan kosong. Aura damai di Korea membuat investor semakin berani mengambil risiko, tidak ada istilah bermain aman.
Situasi ini tentu sangat mendukung penguatan rupiah. Sentimen positif eksternal yang begitu banyak berhasil menopang performa mata uang Tanah Air. Kalau hanya mengandalkan sentimen dalam negeri, yang nadanya negatif, bisa jadi rupiah tidak sekuat sekarang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular