Damai di Semenanjung Korea Ikut Jadi 'Obat Kuat' Bagi Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 January 2019 10:30
Damai di Semenanjung Korea Ikut Jadi 'Obat Kuat' Bagi Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan melemah. Namun di pasar spot, rupiah justru perkasa berkat serangkaian 'obat impor' alias sentimen eksternal yang mendukung. 

Pada Selasa (15/1/2019), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.084. Rupiah melemah 0,23% dibandingkan hari sebelumnya. 

Kemungkinan kurs acuan masih mencerminkan rupiah yang kemarin diperdagangkan melemah. Kemarin, rupiah melemah 0,57% terhadap dolar AS di pasar spot yang menjadikannya sebagai mata uang terlemah di Asia. 


Pelemahan rupiah di kurs acuan hari ini memutus rantai penguatan yang terjadi selama 3 hari perdagangan sebelumnya. Dalam 3 hari tersebut, rupiah menguat 0,48%. 

Akan tetapi, nasib rupiah lebih baik di perdagangan pasar spot. Pada pukul 10:06 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.080 di mana rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Jika kemarin rupiah teraniaya, maka kini posisinya berbalik 180 derajat. Penguatan 0,28% sudah cukup membuat rupiah menjadi mata uang terbaik di Benua Kuning. Dalam hal penguatan terhadap dolar AS, tidak ada mata uang Asia yang lebih baik ketimbang rupiah.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:09 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Berbagai sentimen positif merebak di pasar keuangan Asia. Tidak hanya mata uang, bursa saham Asia pun penuh dengan warna hijau. 

Pada pukul 10:12 WIB, indeks Nikkei 225 menguat 0,91%, Hang Seng melesat 1,45%, Shanghai Composite naik 0,37%, Kospi melejit 1,52%, dan Straits Times lompat 1,29%. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak ingin ketinggalan 'pesta' dengan menguat 0,22%. 

Sentimen positif pertama adalah pernyataan pejabat The Federal Reserve/The Fed. Richard Clarida, Wakil Gubernur The Fed, menyatakan bank sentral AS akan lebih sabar dalam menentukan arah kebijakan moneter. Sang The Fed-2 menyatakan perekonomian Negeri Paman Sam masih tumbuh baik, tetapi ada risiko di luar yang tidak bisa dikesampingkan. 

"Kami bisa sabar pada 2019, ada momentum untuk itu. Bank sentral akan menentukan suku bunga acuan di setiap rapat dengan mengacu kepada data. Kami akan melihat perkembangan ekonomi global, dan beberapa data menunjukkan ada perlambatan," papar Clarida dalam wawancara di Fox Business, mengutip Reuters. 

Pernyataan Clarida semakin menegaskan bahwa The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Pelaku pasar memperkirakan setidaknya sampai semester-I tidak akan ada kenaikan Federal Funds Rate. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate untuk ditahan di 2,25-2,5% pada rapat 30 Januari mencapai 99,5%. Kemudian pada rapat 20 Maret, kemungkinan suku bunga untuk kembali ditahan juga 99,5%. 

Bahkan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Mei, kemungkinan Federal Funds Rate tetap juga masih sangat tinggi yaitu 91,5%. Lalu pada rapat Juni, probabilitasnya mulai turun tetapi masih tinggi di 82,4%. 

Tanpa dorongan suku bunga, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang pemanis. Dolar AS pun perlahan tetapi pasti kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dunia, gelar yang diperoleh pada 2018. Tahun ini, sepertinya dolar AS akan berada dalam posisi defensif. 

Sentimen positif kedua datang dari China. Bank Sentral China (PBoC) menyatakan bakal mengawal ketat laju perekonomian di Negeri Tirai Bambu. 

"Bank sentral akan mengimplementasikan kebijakan moneter yang pruden dan terukur dengan memperkuat kebijakan counter-cyclical. Kebijakan moneter juga akan lebih berhorizon ke depan (forward looking), fleksibel, dan terfokus. Bank sentral juga akan menjaga likuiditas tetap aman dengan target pertumbuhan kredit yang rasional," sebut pernyataan PBoC. 

Investor sepertinya menanggapi positif arah kebijakan moneter PBoC ini. Pelaku pasar kini bisa tenang, karena PBoC tentu akan menjaga agar perekonomian China tidak mengalami hard landing

Sentimen ketiga datang dari Semenanjung Korea. Chosun Ilbo, harian di Korea Selatan, mengabarkan AS dan Korea Utara akan mengadakan pertemuan di Washington pekan ini untuk membahas rencana dialog Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.  

Pertemuan di Washington pekan ini akan melibatkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Wakil Ketua Partai Pekerja Korea Utara Kim Yong Chol, tulis Chosun Ilbo dikutip dari Reuters. Kabar ini semakin meyakinkan pasar bahwa denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea bukan sebuah harapan kosong. 

Aura damai di Korea membuat investor semakin berani untuk masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Arus modal ini menjadi penyokong keperkasaan rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular