Awas! BI Pantau Ketat Trader Valas Sesuai Kode Etik

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
14 January 2019 08:36
Strategi mengendalikan nilai tukar rupiah.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Bagaimana dinamika kurs Rupiah ke depan? Bukan hanya gejolak global dan reaksi Bank Indonesia (BI) yang menentukan. Tapi juga bagaimana pasar valas Indonesia berkembang ke depan.

Kurs Rupiah akan mudah bergejolak bila pasarnya tipis. Tapi pasar valas yang berkembang kebablasan tanpa kendali, juga akan membuka peluang berkembangnya spekulasi dan tekanan kurs.

Terkait hal ini Bank Indonesia sudah menerbitkan PBI No. 19/5/PBI/2017 tentang Sertifikasi Tresuri dan Penerapan Kode Etik, yang terbit pada tahun 2017.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah menjelaskan kepada CNBC Indonesia, Senin (14/1/2019) untuk mengetahui sejauh mana implementasi ketentuan tersebut.

Nanang mengatakan bank sentral dari tahun ke tahun telah bekerja keras untuk menjadikan pasar valas di Indonesia lebih berkembang, likuid, dan efisien. "Tapi Bank Indonesia juga perlu memastikan berkembangnya harus sehat," tegas Nanang.

Untuk memperdalam pasar valas, Nanang mengatakan, sejak 2014 bank sentral mulai giat melakukan relaksasi ketentuan. Dimulai dengan penyederhanaan persyaratan underlying, di mana daftar underlying tidak hanya ditentukan oleh BI tapi didasarkan pada masukan asosiasi perbankan agar bisa mengakomodir kepentingan dunia usaha.

"Aturan transaksi valas yang tadinya tersebar di tujuh PBI, diringkas menjadi hanya dalam dua PBI," tuturnya.

Di tahun 2015 ketentuan untuk memelihara maksimum Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 20% dari modal di perlonggar dari yang tadinya harus dipelihara tiap 30 menit, menjadi wajib pada akhir hari. Demikian pula, bank tidak perlu lagi memelihara ON dan OFF-Balance Sheet serta Overall Balance Sheet, tapi hanya Overal Balance Sheet.

Di tahun 2016 Bank Indonesia juga menegaskan memperbolehkan transaksi Cross Currency Swap (CCS) dan memperbolehkan nasabah melakukan netting, cancelling, serta early termination untuk transaksi derivatif agar memenuhi tuntutan efisiensi perbankan dan dunia usaha.

Masuk ke tahun 2017, Bank Indonesia menciptakan transaksi call-spread forex option untuk menciptakan biaya hedging yang lebih murah, dan berlanjut di 2018 mengembangkan transaksi DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward).

Dengan berbagai relaksasi ketentuan dan munculnya instrument baru bagaimana BI memastikan pasar valas di Indonesia berkembang secara sehat?

"Dengan berbagai pelonggaran ketentuan untuk memperdalam pasar dan berkembangnya pasar valas baik dari segi kompleksitas produk maupun jenis instrument dan transaksinya, maka perlu ada panduan berperilaku dan bertindak dalam bertransaksi antar pelaku pasar," papar Nanang.

Di sinilah penting bank menerapkan risk management, memiliki dealer dealer treasuri yang kompeten secara teknis, memahami peraturan yang dikeluarkan regulator, profesional, dan sangat penting harus menerapkan standar etika yang tinggi ketika bertransaksi antar bank maupun dalam melayani nasabah."

Di Indonesia terdapat 89 bank yang mempekerjakan 865 dealer treasuri yang tersebar di seluruh Indonesia. Sejumlah 658 dealer sudah tersertifikasi, dan 207 orang yang belum tersertifikasi. Persoalannya, kesenjangan kompetensi teknis diantara 865 pegawai bank tersebut masih sangat lebar.

Oleh karena itu, pada bulan April 2017 Bank Indonesia sudah menerbitkan peraturan (PBI) mengenai kewajiban Sertifikasi Tresuri dan Penerapan Kode Etik. Bank Indonesia sudah memberikan waktu yang cukup yaitu selama 2 tahun agar seluruh pihak yang melakukan aktivitas tresuri mengambil sertifikasi tresuri.

"Oleh karena itu, sejak 13 April 2019 siapapun pihak pihak yang belum memiliki sertifikasi tresuri, dilarang melakukan aktivitas tresuri dan transaksi operasi moneter dengan Bank Indonesia," katanya.

Selain tuntutan kecakapan kompetisi teknis dan paham regulasi, khusus penerapan kode etik dalam bertrankasi valas sangat kritikal. Hal ini karena dalam pasar valas Indonesia yang merupakan pasar Over the Counter (OTC) ini berputar uang dollar hingga US$ 6 miliar per hari dan para treasuri dealer inilah yang berperan besar dalam pembentukan harga (kurs Rupiah).

"Mereka yang memberikan kuotasi harga kurs di pasar antar bank dan memberikan harga ke nasabah bank. Pergerakan kurs yang dibentuk oleh pasar ini akan memengaruhi seluruh sendi perekonomian nasional," jelas Nanang.

"Oleh karenanya bila terjadi pembentukan kurs yang tidak wajar karena disebabkan prilaku peserta pasar yang tidak beretika (misconduct) maka yang dirugikan adalah masyarakat luas. Selain itu, kurs yang tidak wajar juga menciptakan volatilitas yang tinggi dan kepanikan."

Apakah negara lain mengatur kode etik bertransaksi valas?

Nanang mengatakan di tataran global, sudah banyak kasus-kasus missconduct yang dilakukan para forex dealer pada bank berskala global, dalam bentuk manipulasi kurs (forex rigging). Bank-bank tersebut sudah banyak mendapat ganjaran penalti finansial dari regulator senilai miliaran dollar, bahkan di beberapa negara banyak kasus para dealer forex yang dijebloskan ke penjara.

Di tahun 2014, tujuh bank berskala global mendapat ganjaran denda sebesar US$ 4 miliar oleh pemerintah AS atas kasus forex rigging. Oleh karena itu, seluruh bank sentral dan asosiasi dealer dunia, di fasilitasi oleh the Bank for International Settlement menerbitkan "The FX Global Code" di tahun 2017.

"Di Asia, Bank Negara Malaysia (BNM) menganggap sangat serius pelanggaran terhadap kode etik bertransaksi valas sebagai tindakan kriminal, karena perbuatan tidak etis di pasar umumnya mengakibatkan kurs yang tidak wajar sehingga merugikan masyarakat luas."

Bagaimana Bank Indonesia memastikan bahwa kode etik bertransaksi betul betul diterapkan oleh peserta pasar valas ?

Nanang mengatakan Bank Indonesia sudah mewajibkan kepada perbankan agar memiliki prosedur internal (SOP) untuk memastikan Direksi dan Pegawai memahami dan menerapkan "Market Code of Conduct" yang sudah diterbitkan oleh asosiasi pasar yaitu Indonesia Foreign Exchange Market (IFEMC), yang juga sudah mengadopsi "FX Global Code" yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement (BIS).

Artinya bank harus menginternalisasikan penerapan Kode Etik bertransaksi dalam SOP dan sistem pengendalian intern bank sehingga bisa mencegah dan menjadi 'self correction mechanism' bila terjadi pelanggaran kode etik oleh dealer tresuri.

Bank Indonesia juga akan terus mengawasi penerapan kode etik tersebut dan akan menegakan ketentuan yang berlaku (PBI No 19/5/PBI/2017) dimana BI berwenang meminta Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk menunda penerbitan, membekukan, bahkan "mencabut" Sertifikat Tresuri, bila terbukti melakukan pelanggaran kode etik, berdasarkan hasil pengawasan langsung dan tidak langsung.

"Kami juga sudah meminta Asosiasi yaitu IFEMC dan ACI untuk mengusulkan dalam waktu dekat, kesepakatan pasar (konvensi) berapa spread antara kurs jual dan beli di pasar antar bank yang wajar, karena kurs yang terlalu lebar menyebabkan biaya transaksi yang tinggi bagi nasabah dan pasar valas menjadi tidak likuid dengan kurs yang cenderung volatile," tutup Nanang.


(roy) Next Article BI Ungkap Berita yang Bisa Pengaruhi Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular