Dikritik Soal 'Bunga' SBN Ketinggian, Ini Jawaban Sri Mulyani

Roy Franedya, CNBC Indonesia
12 January 2019 13:32
Penjelasan Sri Mulyani soal kritikan beri 'bunga' SBN ketinggian.
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Memimpin Konferensi pers kinerja APBN 2018 di Kementerian Keuangan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat suara soal kritikan tingginya yield surat berharga negara yang diberikan pada investor. Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini menyebutkan pemerintah mengelola SBN sebagai bagian dari APBN secara profesional dan bertanggungjawab.

Penjelasan Sri Mulyani soal penentuan yield SBN ini merupakan hak jawab Kementerian Keuangan atas pemberitaan CNBC Indonesia sebelumnya yang berjudul: Dear, Ibu Sri Mulyani, Kok Tinggi Sekali Kasih 'Bunga' SBN?

Berikut penjelasan Sri Mulyani soal penentuan yield SBN yang sekaligus merupakan hak jawabnya:

Beberapa hari yang lalu terdapat berita dari CNBC Indonesia yang menanyakan mengapa bunga Surat Berharga Negara (SBN) yang dikeluarkan tinggi sekali sehingga menyebabkan pembayaran bunga utang meningkat.

Tidak benar bahwa bunga SBN hanya dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah dan apalagi ditentukan oleh seseorang. Dengan adanya pengaruh berbagai faktor di luar kuasa Pemerintah, sulit untuk dapat diterima bahwa seolah-olah Pemerintah yang memberikan bunga SBN tinggi kepada investor.

Pemerintah senantiasa berusaha secara optimal untuk meminimalisasi risiko meningkatnya pembayaran bunga utang. Pemerintah juga memperhatikan situasi pasar untuk mengurangi risiko terjadinya kerugian. Semua dilakukan untuk kepentingan nasional yang pada akhirnya akan menguntungkan negara.

Agar dapat dipahami oleh publik dan juga memberikan informasi yang lebih menyeluruh, dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut.

1. Bunga SBN tidak ditentukan oleh institusi/perorangan.

Bunga Surat Berharga Negara yang secara teknis dikenal dengan yield (imbal hasil) tidak dapat ditentukan atau diberikan oleh seseorang maupun institusi atau bahkan seorang Sri Mulyani Indrawati.

Besaran yield dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama supply dan demand, sentimen pasar keuangan domestik maupun global, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kondisi ekonomi makro. Demikian juga dengan yield obligasi korporat, akan berpatokan (benchmarking) terhadap obligasi negara yang merupakan instrumen bebas risiko (risk free), sehingga yield obligasi korporat lebih tinggi dibandingkan obligasi negara.

2. Dipengaruhi suku bunga di pasar keuangan.

Dalam menganalisis yield SBN, salah satu cara yang mudah untuk dilakukan adalah melihat kecenderungan yang terjadi di pasar keuangan, terutama suku bunga global yang berpengaruh ke suku bunga domestik. Suku bunga yang paling berpengaruh terhadap perekonomian global adalah Fed Fund Rate (FFR) - suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) "the Fed", yang selama ini selalu menjadi pemberitaan dan tengah mengalami kecenderungan peningkatan seiring dengan kebijakan normalisasi neraca the Fed. 

Selama tahun 2018, FFR telah mengalami kenaikan sebanyak 4 kali dengan total sebesar 100 bps, dari 1,5% menjadi 2,5%. Di sisi domestik, kenaikan FFR tersebut kemudian diantisipasi (ahead the curve) oleh Bank Indonesia melalui kenaikan BI 7 days-Reverse Repo Rate sebanyak 6 kali di tahun 2018 sebesar 175 bps, dari 4,25% menjadi 6,0%.

3. Kenaikan suku bunga juga terjadi di beberapa negara lain

Kenaikan FFR tersebut berdampak pada kenaikan yield surat berharga (obligasi) negara AS atau dikenal dengan US Treasury (UST) Bond. Selain karena kenaikan FFR, kenaikan yield UST juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal AS yang sangat ekspansif, seperti pemotongan pajak (tax cut) dan pelebaran defisit anggaran. Hal ini menyebabkan yield UST selama tahun 2018 secara year-to-date meningkat sebesar 29 bps atau 12,1% (UST 10 tahun). 

Kecenderungan peningkatan yield pada tahun 2018 juga terjadi di beberapa negara dan bahkan dengan kenaikan yang lebih tinggi dibanding kenaikan pada SBN. Kenaikan FFR dan BI 7 days-Reverse Repo Rate yang mempengaruhi kenaikan yield SBN di tahun 2018 sebesar 26,92% (SUN 10 tahun). Dengan tenor sama, beberapa negara juga naik, Turki sebesar 39,74%, Argentina 32,01%, dan Rusia 30,41%.

4. Dampak terhadap APBN

Oleh karena terjadi peningkatan suku bunga di pasar keuangan tersebut, baik FFR, BI 7 days-Reverse Repo Rate, maupun yield UST, maka yield SBN juga mengalami peningkatan. Hal ini berdampak pada meningkatnya pembayaran beban bunga (cost of fund)  di APBN 2018, disamping mengalami peningkatan karena pelemahan kurs, terutama untuk pembayaran bunga utang dalam valuta asing. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terjadi sebesar 6,16% secara year-to-date selama tahun 2018. Namun Indonesia tidak sendirian mengalami hal ini, sebagian besar negara lain juga mengalami pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS, seperti Argentina (102,3%), Turki (39,3%), Rusia (20,2%), dan Australia (8,4%). 

Di luar berbagai situasi terkait utang tersebut, secara fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat, tercermin dari indikator-indikator perekonomian yang baik, seperti inflasi yang terjaga di 3,13%, tingkat kemiskinan di bawah 2 digit pada 9,82%, dan outlook pertumbuhan ekonomi 5,15%. 

Menguatnya fundamental perekonomian Indonesia mendapat apresiasi positif dari lembaga credit rating dunia dengan tetap mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level Investment Grade di tengah kondisi perekonomian yang rentan (volatile). Adanya apresiasi ini turut mendorong terjaganya kepercayaan investor terhadap Indonesia. Hal ini terbukti dengan lelang SBN yang selalu mengalami oversubscribe selama tahun 2018 karena besarnya demand investor terhadap SBN kita. 

Sebagai informasi, pada tahun 2018, Pemerintah pernah tidak mengambil tawaran di lelang tertentu ketika yield atas tawaran yang masuk (incoming bids) tidak mencerminkan kondisi pasar saat itu. Adapun saat itu pelaku pasar masih wait-and-see, sehingga memberikan penawaran yang tidak wajar. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berhati-hati dan mempunyai nilai tawar yang tinggi.

Dengan kuatnya faktor fundamental Indonesia dan tetap apresiatifnya lembaga credit rating tersebut terhadap Indonesia, kenaikan yield SBN sebenarnya lebih disebabkan oleh tekanan global, terutama kenaikan FFR dan yield UST. Dengan demikian, peningkatan yield yang terjadi di tahun 2018 tidak bisa hanya dilihat dari faktor inflasi dan nilai tukar saja.

Di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile pada tahun 2018 tersebut, Pemerintah tidak bisa mempengaruhi investor. Apa yang dapat dilakukan Pemerintah adalah mengelola portofolio utang untuk menurunkan biaya dan memitigasi risiko, antara lain dengan operasi buyback (membeli kembali) SBN yang memiliki yield tinggi dan debt switching (menukar) atas SBN yang ber-yield tinggi dengan yang lebih rendah. 

Selain itu, dengan semakin terdiversifikasinya sumber pembiayaan yang dimiliki, Pemerintah lebih fleksibel dalam memanfaatkan berbagai sumber pembiayaan tersebut. Hal ini dapat menekan cost of fund dan risiko utang Pemerintah. 

Sebagai tambahan informasi lagi, ketika terjadi kenaikan suku bunga di tahun 2018, Pemerintah mengubah strategi pembiayaan APBN dengan mengalihkan sejumlah penerbitan SBN di pasar domestik dengan menarik pinjaman program dari lembaga multilateral dan bilateral yang biayanya relatif lebih murah. Sumber pembiayaan alternatif ini menjadi backup bagi Pemerintah mana kala pasar SBN memberikan penawaran yang tidak wajar.

Selain berbagai faktor di atas, pengelolaan APBN 2018 juga semakin kredibel tanpa adanya APBN perubahan yang mencatatkan beberapa keberhasilan seperti realisasi pendapatan negara sebesar 102,5% dari target APBN, penurunan defisit APBN dari 2,51% per PDB di tahun 2017 menjadi 1,76% per PDB (angka sementara) dan penurunan defisit keseimbangan primer dari negatif Rp124,4 triliun menjadi negatif Rp1,8 triliun. Keberhasilan ini juga berimbas pada pemotongan target utang sebesar Rp25,5 triliun. 

Dapat jelas terlihat bahwa pemerintah mengelola SBN sebagai bagian dari APBN secara profesional dan bertanggungjawab. Kami di Kementerian Keuangan tidak akan menghianati amanat yang diberikan  masyarakat untuk memegang janji pendiri republik ini dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur.


(roy/roy) Next Article Ada 'Duit Lebih' Triliunan, RI Kurangi Jual Surat Utang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular