
Penguatan Rupiah Tak Mampu Angkat Pasar Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 January 2019 18:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah kembali terkoreksi pada perdagangan hari ini meskipun rupiah menguat hari ini seiring dengan pelemahan dolar AS.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield) sebagian besar di antaranya.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling terkoreksi adalah seri 10 tahun dengan kenaikan yield 5,7 basis poin (bps) menjadi 7,95%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri 15 tahun juga terkoreksi dengan kenaikan yield 1,9 bps menjadi 8,27%.
Seri 5 tahun dan 20 tahun masih menguat tipis tetapi tidak sebesar koreksi pada dua seri acuan lain, masing-masing menjadi 7,86% dan 8,33%.
Hingga sore ini, rupiah masih menguat terhadap dolar AS. Pelemahan dolar AS disebabkan masih keukeuh-nya Donald Trump terhadap niatnya mendirikan tembok Meksiko.
Kondisi itu memunculkan kekhawatiran terhadap pemerintahan AS dan menekan greenback di pasar.
Biasanya, pergerakan pasar obligasi domestik akan sejalan dengan penguatan rupiah karena adanya risiko mata uang (currency risk) dan keuntungan dari mata uang (currency return) bagi pelaku pasar asing jika berinvestasi pada SUN rupiah.
Hari ini, perudingan damai dagang China-AS selesai setelah diperpanjang sejak kemarin dan sampai saat ini sinyal yang diberikan kedua pemerintahan masih belum menunjukkan adanya sisi negatif dan masih berhasil menenangkan pasar saham Asia secara keseluruhan hingga menguat.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Jan 2019
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,54 poin (0,23%) menjadi 236,62 dari posisi kemarin 237,16. Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 521 bps, melebar dari posisi kemarin 514 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik tipis hingga 2,73% dari posisi kemarin 2,7%.
Saat ini, inversi tenor pendek dengan tenor panjang di pasar US Treasury menunjukkan perubahan positif dari posisi sepekan terakhir karena selisihnya semakin melebar dari potensi inversi yield.
Selisih seri 3 bulan-10 tahun saat ini berada pada 27,9 bps, melebar dari posisi sepekan lalu 18,9 bps, menjauh dari titik nol atau bahkan minus yang akan menunjukkan adanya inversi.
Inversi, atau terbaliknya yield, dapat membuahkan kurva yield terbalik (inverted yield curve) yang menjadi titip waspada terhadap potensi adanya resesi di AS karena investor lebih berminat pada tenor panjang dibanding tenor pendek yang menunjukkan kekhawatiran terhadap ekonomi jangka pendek.
Yield US Treasury Acuan 9 Jan 2019
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 899,86 triliun SBN, atau 37,7% dari total beredar Rp 2.386 triliun berdasarkan data per 7 Januari.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 6,61 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, meskipun persentasenya masih turun dari 37,71% pada periode yang sama.
Kenaikan tersebut kemungkinan besar mencerminkan hasil lelang SUN perdana pada 3 Januari, di mana pemerintah berhasil melepas Rp 28,25 triliun yang berasal dari penawaran peserta lelang Rp 55,27 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang yang justru menguat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,15% menjadi 6.272 hingga sore ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,14% menjadi Rp 14.120 di hadapan tiap dolar AS.
Pelemahan dolar AS seiring seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,08% menjadi 95,823.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di pasar China, India, Filipina, Rusia, dan Afsel, sedangkan koreksi terjadi di Brasil, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGB Jepang.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield) sebagian besar di antaranya.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling terkoreksi adalah seri 10 tahun dengan kenaikan yield 5,7 basis poin (bps) menjadi 7,95%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri 15 tahun juga terkoreksi dengan kenaikan yield 1,9 bps menjadi 8,27%.
Seri 5 tahun dan 20 tahun masih menguat tipis tetapi tidak sebesar koreksi pada dua seri acuan lain, masing-masing menjadi 7,86% dan 8,33%.
Hingga sore ini, rupiah masih menguat terhadap dolar AS. Pelemahan dolar AS disebabkan masih keukeuh-nya Donald Trump terhadap niatnya mendirikan tembok Meksiko.
Kondisi itu memunculkan kekhawatiran terhadap pemerintahan AS dan menekan greenback di pasar.
Biasanya, pergerakan pasar obligasi domestik akan sejalan dengan penguatan rupiah karena adanya risiko mata uang (currency risk) dan keuntungan dari mata uang (currency return) bagi pelaku pasar asing jika berinvestasi pada SUN rupiah.
Hari ini, perudingan damai dagang China-AS selesai setelah diperpanjang sejak kemarin dan sampai saat ini sinyal yang diberikan kedua pemerintahan masih belum menunjukkan adanya sisi negatif dan masih berhasil menenangkan pasar saham Asia secara keseluruhan hingga menguat.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Jan 2019
Seri | Jatuh tempo | Yield 8 Jan 2019 (%) | Yield 9 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 9 Jan'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.868 | 7.861 | -0.70 | 7.8249 |
FR0078 | 10 tahun | 7.894 | 7.951 | 5.70 | 7.9155 |
FR0068 | 15 tahun | 8.256 | 8.275 | 1.90 | 8.2639 |
FR0079 | 20 tahun | 8.339 | 8.337 | -0.20 | 8.3239 |
Avg movement | 1.67 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,54 poin (0,23%) menjadi 236,62 dari posisi kemarin 237,16. Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 521 bps, melebar dari posisi kemarin 514 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik tipis hingga 2,73% dari posisi kemarin 2,7%.
Saat ini, inversi tenor pendek dengan tenor panjang di pasar US Treasury menunjukkan perubahan positif dari posisi sepekan terakhir karena selisihnya semakin melebar dari potensi inversi yield.
Selisih seri 3 bulan-10 tahun saat ini berada pada 27,9 bps, melebar dari posisi sepekan lalu 18,9 bps, menjauh dari titik nol atau bahkan minus yang akan menunjukkan adanya inversi.
Inversi, atau terbaliknya yield, dapat membuahkan kurva yield terbalik (inverted yield curve) yang menjadi titip waspada terhadap potensi adanya resesi di AS karena investor lebih berminat pada tenor panjang dibanding tenor pendek yang menunjukkan kekhawatiran terhadap ekonomi jangka pendek.
Yield US Treasury Acuan 9 Jan 2019
Seri | Benchmark | Yield 8 Jan 2019 (%) | Yield 9 Jan 2019 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.458 | 2.458 | 3 bulan-5 tahun | -13 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.583 | 2.596 | 2 tahun-5 tahun | 0.8 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.564 | 2.579 | 3 tahun-5 tahun | -0.9 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.571 | 2.588 | 3 bulan-10 tahun | -27.9 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.715 | 2.737 | 2 tahun-10 tahun | -14.1 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 899,86 triliun SBN, atau 37,7% dari total beredar Rp 2.386 triliun berdasarkan data per 7 Januari.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 6,61 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, meskipun persentasenya masih turun dari 37,71% pada periode yang sama.
Kenaikan tersebut kemungkinan besar mencerminkan hasil lelang SUN perdana pada 3 Januari, di mana pemerintah berhasil melepas Rp 28,25 triliun yang berasal dari penawaran peserta lelang Rp 55,27 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang yang justru menguat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,15% menjadi 6.272 hingga sore ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,14% menjadi Rp 14.120 di hadapan tiap dolar AS.
Pelemahan dolar AS seiring seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,08% menjadi 95,823.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di pasar China, India, Filipina, Rusia, dan Afsel, sedangkan koreksi terjadi di Brasil, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar JGB Jepang.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 7 Jan 2019 (%) | Yield 8 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.14 | 9.14 | 0.00 |
China | 3.148 | 3.13 | -1.80 |
Jerman | 0.23 | 0.237 | 0.70 |
Perancis | 0.736 | 0.743 | 0.70 |
Inggris | 1.271 | 1.288 | 1.70 |
India | 7.507 | 7.476 | -3.10 |
Italia | 2.965 | 2.955 | -1.00 |
Jepang | 0.056 | 0.035 | -2.10 |
Malaysia | 3.577 | 4.081 | 50.40 |
Filipina | 6.867 | 6.866 | -0.10 |
Rusia | 8.69 | 8.46 | -23.00 |
Singapura | 2.24 | 2.277 | 3.70 |
Thailand | 2.58 | 2.58 | 0.00 |
Turki | 16.18 | 16.22 | 4.00 |
Amerika Serikat | 2.715 | 2.739 | 2.40 |
Afrika Selatan | 8.82 | 8.795 | -2.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular