
Dear Ibu Sri Mulyani, Kok Tinggi Sekali Kasih 'Bunga' SBN?
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 January 2019 11:59

Pelemahan rupiah menjadi momok bagi pasar obligasi tanah air, sekaligus tentunya pemerintah. Maklum, dari total surat berharga terbitan pemerintah Indonesia yang bisa diperdagangkan senilai Rp 2.099,77 triliun (posisi awal 2018), sebanyak 39,86% dimiliki oleh investor asing. Ketika rupiah melemah apalagi secara signifikan, investor asing menjadi dihadapkan pada yang namanya risiko kurs.
Sepanjang 2018, rupiah melemah sebesar 5,79% melawan dolar AS di pasar spot, dari Rp 13.565/dolar AS menjadi Rp 14.375/dolar AS. Jika dibandingkan dengan beberapa mata uang negara lain di kawasan Asia, performa rupiah menjadi yang terburuk setelah rupee. Bahkan, baht bisa menguat walau tipis saja.
Tak bisa jika pemerintah hanya menyalahkan pelemahan rupiah kepada faktor eksternal berupa normalisasi oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS serta perang dagang AS-China. Faktanya, depresiasi rupiah jauh lebih dalam dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Harus diakui bahwa masalah defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) yang sempat menjadi momok bagi Indonesia di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum bisa diselesaikan.
Kencangnya impor tak bisa diimbangi oleh ekspor yang kencang pula. Kalau saja pemerintah mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik yakni menggenjot industrialiasasi, niscaya pelemahan rupiah tak akan mencapai 5,79%. Pada akhirnya, pemerintah tak perlu memberikan yield yang kelewat tinggi bagi investor pasar obligasi tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru)
Sepanjang 2018, rupiah melemah sebesar 5,79% melawan dolar AS di pasar spot, dari Rp 13.565/dolar AS menjadi Rp 14.375/dolar AS. Jika dibandingkan dengan beberapa mata uang negara lain di kawasan Asia, performa rupiah menjadi yang terburuk setelah rupee. Bahkan, baht bisa menguat walau tipis saja.
Harus diakui bahwa masalah defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) yang sempat menjadi momok bagi Indonesia di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum bisa diselesaikan.
Kencangnya impor tak bisa diimbangi oleh ekspor yang kencang pula. Kalau saja pemerintah mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik yakni menggenjot industrialiasasi, niscaya pelemahan rupiah tak akan mencapai 5,79%. Pada akhirnya, pemerintah tak perlu memberikan yield yang kelewat tinggi bagi investor pasar obligasi tanah air.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular