
Aura Pertemuan Beijing Hijaukan Pasar Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
07 January 2019 18:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah terbang di awal pekan ini setelah pekan lalu terkoreksi beruntun. Penguatan disebabkan aura positif yang datang dari pertemuan wakil menteri China-AS di Beijing.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling menguat adalah tenor 5 tahun dengan penurunan yield 12,3 basis poin (bps) menjadi 7,79%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain juga menguat hingga yield tenor 10 tahun berada pada 7,89%, 15 tahun pada 8,27%, dan 20 tahun pada 8,39%.
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat.
Indeks tersebut naik 1,12 poin (0,48%) menjadi 237,3 dari posisi pekan lalu 136,17.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 525 bps, menyempit dari posisi pekan lalu 547 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,63% dari posisi pekan lalu 2,6%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 893,37 triliun SBN, atau 37,72% dari total beredar Rp 2.368 triliun berdasarkan data per 3 Januari 2019.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 120 miliar dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,2% menjadi 6.287 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 1,26% menjadi Rp 14.085 di hadapan tiap dolar AS.
Pelemahan dolar AS seiring seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,3% menjadi 95,888.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Brasil, Rusia, dan Afsel. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bund Jerman, gilts Inggris, dan US Treasury di AS.
Kondisi tersebut menunjukkan pelaku pasar sedang agresif di pasar ekuitas negara berkembang karena sedang berada pada mode siap menerima risiko (risk on).
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri yang paling menguat adalah tenor 5 tahun dengan penurunan yield 12,3 basis poin (bps) menjadi 7,79%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain juga menguat hingga yield tenor 10 tahun berada pada 7,89%, 15 tahun pada 8,27%, dan 20 tahun pada 8,39%.
Yield Obligasi Negara Acuan 4 Jan 2019 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 4 Jan 2019 (%) | Yield 7 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 7 Jan'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.92 | 7.797 | -12.30 | 7.7709 |
FR0078 | 10 tahun | 7.991 | 7.89 | -10.10 | 7.8387 |
FR0068 | 15 tahun | 8.324 | 8.276 | -4.80 | 8.1695 |
FR0079 | 20 tahun | 8.447 | 8.39 | -5.70 | 8.2967 |
Avg movement | -8.22 |
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat.
Indeks tersebut naik 1,12 poin (0,48%) menjadi 237,3 dari posisi pekan lalu 136,17.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 525 bps, menyempit dari posisi pekan lalu 547 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,63% dari posisi pekan lalu 2,6%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 893,37 triliun SBN, atau 37,72% dari total beredar Rp 2.368 triliun berdasarkan data per 3 Januari 2019.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 120 miliar dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,2% menjadi 6.287 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 1,26% menjadi Rp 14.085 di hadapan tiap dolar AS.
Pelemahan dolar AS seiring seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,3% menjadi 95,888.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Brasil, Rusia, dan Afsel. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bund Jerman, gilts Inggris, dan US Treasury di AS.
Kondisi tersebut menunjukkan pelaku pasar sedang agresif di pasar ekuitas negara berkembang karena sedang berada pada mode siap menerima risiko (risk on).
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 3 Jan 2019 (%) | Yield 4 Jan 2019 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 9.18 | 9.12 | -6.00 |
China | 3.155 | 3.169 | 1.40 |
Jerman | 0.208 | 0.192 | -1.60 |
Perancis | 0.695 | 0.7 | 0.50 |
Inggris | 1.277 | 1.233 | -4.40 |
India | 7.427 | 7.504 | 7.70 |
Italia | 2.892 | 2.895 | 0.30 |
Jepang | -0.037 | -0.01 | 2.70 |
Malaysia | 4.08 | 4.081 | 0.10 |
Filipina | 6.855 | 6.905 | 5.00 |
Rusia | 8.69 | 8.64 | -5.00 |
Singapura | 2.133 | 2.178 | 4.50 |
Thailand | 2.47 | 2.5 | 3.00 |
Turki | 16.34 | 15.93 | -41.00 |
Amerika Serikat | 2.659 | 2.639 | -2.00 |
Afrika Selatan | 8.85 | 8.755 | -9.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular