
Yen Perkasa Tapi Jepang Malah Merana, Kok Bisa?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 January 2019 11:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa yen Jepang benar-benar luar biasa. Sepertinya otak dan hati seluruh pelaku pasar sedang tertuju ke mata uang ini.
Permintaan yen yang membludak membuat mata uang ini menguat gila-gilaan. Pada Kamis (3/1/2018), hampir seluruh mata uang Asia melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun tidak dengan yen yang begitu standout. Tidak sekadar menguat, apresiasi yen bahkan mencengangkan karena nyaris menyentuh 1,6%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 11:17 WIB:
Tidak cuma di hadapan dolar AS, yen juga menguat signifikan di hadapan mata uang Eropa. Pada pukul 11:11 WIB, yen menguat 1,43% di hadapan euro, 2,09% terhadap poundsterling, dan 1,26% melawan franc Swiss.
Yen sepertinya tengah menjadi pelarian pelaku pasar. Mengawali 2019, investor melihat prospek perekonomian global tidak terlalu cerah.
Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dari 3,9% menjadi 3,7%. Bank Dunia bahkan meramal ekonomi global hanya tumbuh 3% tahun ini, melambat dibandingkan 2018 yang diperkirakan 3,1%.
Di Asia, risiko perlambatan ekonomi sudah terpampang nyata. Angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur di India versi IHS Markit pada Desember tercatat 53,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 54.
Angka PMI China versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis.
Lalu dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng.
Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012.
Sementara angka PMI Taiwan versi Nikkei pada Desember berada di 47,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 48,4. Angka ini menjadi yang terendah sejak September 2015.
Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 3,2% YoY.
Tidak heran investor kemudian berbondong-bondong keluar dari Asia dan mencari tempat perlindungan. Yen menjadi 'bunker' perlindungan utama pilihan pelaku pasar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Permintaan yen yang membludak membuat mata uang ini menguat gila-gilaan. Pada Kamis (3/1/2018), hampir seluruh mata uang Asia melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Namun tidak dengan yen yang begitu standout. Tidak sekadar menguat, apresiasi yen bahkan mencengangkan karena nyaris menyentuh 1,6%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 11:17 WIB:
Tidak cuma di hadapan dolar AS, yen juga menguat signifikan di hadapan mata uang Eropa. Pada pukul 11:11 WIB, yen menguat 1,43% di hadapan euro, 2,09% terhadap poundsterling, dan 1,26% melawan franc Swiss.
Yen sepertinya tengah menjadi pelarian pelaku pasar. Mengawali 2019, investor melihat prospek perekonomian global tidak terlalu cerah.
Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dari 3,9% menjadi 3,7%. Bank Dunia bahkan meramal ekonomi global hanya tumbuh 3% tahun ini, melambat dibandingkan 2018 yang diperkirakan 3,1%.
Di Asia, risiko perlambatan ekonomi sudah terpampang nyata. Angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur di India versi IHS Markit pada Desember tercatat 53,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 54.
Angka PMI China versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis.
Lalu dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng.
Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012.
Sementara angka PMI Taiwan versi Nikkei pada Desember berada di 47,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 48,4. Angka ini menjadi yang terendah sejak September 2015.
Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 3,2% YoY.
Tidak heran investor kemudian berbondong-bondong keluar dari Asia dan mencari tempat perlindungan. Yen menjadi 'bunker' perlindungan utama pilihan pelaku pasar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Penguatan Yen Jadi Musibah Buat Jepang
Pages
Most Popular