
Internasional
Waspada! Ini Risiko Ekonomi AS di 2019 Versi JPMorgan
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
02 January 2019 13:15

Jakarta, CNBC Indonesia - JPMorgan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan melambat menjadi 2,25% di akhir 2019 dari 3,4% yang dicatatkan di kuartal ketiga tahun lalu.
Hal ini disebabkan oleh dampak negatif kenaikan suku bunga dan memudarnya efek pemotongan pajak yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump. Proyeksi awal pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir tahun lalu sudah melambat ke 2,6%.
Dampak negatif kenaikan suku bunga mulai terliat pada perlambatan sektor perumahan di AS setelah peningkatan suku bunga hipotek yang hanya 0,5%, ditambah lagi dengan bunga acuan bank sentral AS yaitu Federal Reserve yang masih di atas inflasi, tulis Michael Cembalest, Kepala Strategi Pasar dan Investasi JPMorgan Asset and Wealth Management, dalam catatan risetnya yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (2/1/2019).
Laju rata-rata pembelian rumah juga menurun. Ini diperburuk dengan fakta bahwa untuk kali pertama dalam 10 tahun, pemilik rumah tidak memiliki pilihan untuk pindah karena suku bunga hipotek yang berlaku saat ini telah berada di atas rata-rata suku bunga yang mereka tanggung.
"Perumahan/otomotif berubah dari kontributor positif bagi pertumbuhan menjadi kontributor negatif yang kecil," tulisnya.
The Fed telah empat kali menaikkan suku bunganya tahun lalu dengan peningkatan masing-masing 25 basis poin. Berbagai kalangan, termasuk Presiden Donald Trump, menilai kenaikan tersebut terlalu cepat dan bank sentral telah bersikap terlalu agresif.
Trump bahkan secara terbuka mengatakan satu-satunya masalah ekonomi AS saat ini adalah The Fed.
Bank sentral AS itu memperkirakan akan ada dua kali kenaikan suku bunga lagi tahun ini di saat pasar berharap tidak akan ada peningkatan.
Selain kenaikan suku bunga, pengenaan berbagai bea masuk dalam perang dagang antara AS dan China disebut JPMorgan dapat memukul perekonomian Negeri Paman Sam.
"Jika usulan penerapan [bea impor] penuh diterapkan, inflasi harga konsumen AS akan naik lebih cepat dari perkiraan pasar," tulis Cembalest. Bila kesepakatan [perdamaian perdagangan] tercapai, dampak tarif impor saat ini akan kecil, tambahnya.
"Bahkan saat bea impor saat ini telah berdampak, sementara tarif-tarif ini terlihat kecil bila dibandingkan dengan PDB, belanja konsumen, dan laba [perusahaan] S&P, saya rasa lebih masuk akan bila mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor dan perusahaan yang spesifik, yang lebih besar," ujarnya.
Untuk jangka panjang, risiko yang patut diwaspadai adalah meningkatnya utang korporasi di mana utang mereka relatif terhadap ekuitas dan arus kas telah mencapai level tertinggi yang pernah tercatat.
"Saat pembayaran utang rendah akibat penurunan suku bunga dan spread, ini sebenarnya sudah naik dan akan secara bertahap menggigit sektor-sektor yang memiliki leverage tinggi (konsumer, telekomunikasi, utilitas, dan sebagainya) karena utang korporasi menghitung ulang yield yang lebih tinggi," kata Cembalest.
(prm/wed) Next Article JPMorgan Perkirakan Ekonomi AS Melambat di Bawah 2%
Hal ini disebabkan oleh dampak negatif kenaikan suku bunga dan memudarnya efek pemotongan pajak yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump. Proyeksi awal pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir tahun lalu sudah melambat ke 2,6%.
Dampak negatif kenaikan suku bunga mulai terliat pada perlambatan sektor perumahan di AS setelah peningkatan suku bunga hipotek yang hanya 0,5%, ditambah lagi dengan bunga acuan bank sentral AS yaitu Federal Reserve yang masih di atas inflasi, tulis Michael Cembalest, Kepala Strategi Pasar dan Investasi JPMorgan Asset and Wealth Management, dalam catatan risetnya yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (2/1/2019).
"Perumahan/otomotif berubah dari kontributor positif bagi pertumbuhan menjadi kontributor negatif yang kecil," tulisnya.
The Fed telah empat kali menaikkan suku bunganya tahun lalu dengan peningkatan masing-masing 25 basis poin. Berbagai kalangan, termasuk Presiden Donald Trump, menilai kenaikan tersebut terlalu cepat dan bank sentral telah bersikap terlalu agresif.
Trump bahkan secara terbuka mengatakan satu-satunya masalah ekonomi AS saat ini adalah The Fed.
Bank sentral AS itu memperkirakan akan ada dua kali kenaikan suku bunga lagi tahun ini di saat pasar berharap tidak akan ada peningkatan.
Selain kenaikan suku bunga, pengenaan berbagai bea masuk dalam perang dagang antara AS dan China disebut JPMorgan dapat memukul perekonomian Negeri Paman Sam.
"Jika usulan penerapan [bea impor] penuh diterapkan, inflasi harga konsumen AS akan naik lebih cepat dari perkiraan pasar," tulis Cembalest. Bila kesepakatan [perdamaian perdagangan] tercapai, dampak tarif impor saat ini akan kecil, tambahnya.
"Bahkan saat bea impor saat ini telah berdampak, sementara tarif-tarif ini terlihat kecil bila dibandingkan dengan PDB, belanja konsumen, dan laba [perusahaan] S&P, saya rasa lebih masuk akan bila mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor dan perusahaan yang spesifik, yang lebih besar," ujarnya.
Untuk jangka panjang, risiko yang patut diwaspadai adalah meningkatnya utang korporasi di mana utang mereka relatif terhadap ekuitas dan arus kas telah mencapai level tertinggi yang pernah tercatat.
"Saat pembayaran utang rendah akibat penurunan suku bunga dan spread, ini sebenarnya sudah naik dan akan secara bertahap menggigit sektor-sektor yang memiliki leverage tinggi (konsumer, telekomunikasi, utilitas, dan sebagainya) karena utang korporasi menghitung ulang yield yang lebih tinggi," kata Cembalest.
(prm/wed) Next Article JPMorgan Perkirakan Ekonomi AS Melambat di Bawah 2%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular