Data Inflasi Cuma Jadi Kenikmatan Sesaat Bagi Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 January 2019 12:25
Data Inflasi Cuma Jadi Kenikmatan Sesaat Bagi Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di perdagangan pasar spot hari pertama 2019. Sentimen positif rilis data inflasi ternyata tidak bertahan lama untuk membantu mata uang Tanah Air.

Pada Rabu (2/1/2019) pukul 12:04 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.475 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,7% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru.

Depresiasi rupiah sempat menipis (walau sangat minim) setelah rilis data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi 2018 sebesar 3,13%.


Inflasi 2018 melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,61%. Juga di bawah asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu 3,5%.

Bagi Indonesia, inflasi yang melambat adalah kabar gembira. Indonesia tidak seperti negara maju (misalnya Jepang atau negara-negara Eropa) yang mendambakan inflasi, buat Indonesia inflasi adalah hantu yang harus diusir.

Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) selalu menyebutkan bahwa target bank sentral adalah untuk mengarahkan inflasi agar tetap rendah dan stabil. Jadi, data inflasi 2018 sudah sesuai dengan tujuan tersebut.

Namun ternyata dampak positif data inflasi hanya bertahan hitungan menit. Setelah sempat membaik beberapa saat, depresiasi rupiah kembali semakin dalam. Data inflasi hanya menjadi kenikmatan sesaat.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya data inflasi sulit menyaingi sentimen negatif eksternal yaitu serangkaian data ekonomi yang mengecewakan di Asia. Angka Purchasing Managers Index (PMI) China versi Caixin pada Desember 2018 tercatat 49,7, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Angka di bawah 50 berarti pelaku usaha tengah pesimistis. 

Kemudian dari Korea Selatan, PMI versi Nikkei/Markit pada periode yang sama tercatat 49,8. Turun dibandingkan November 2018 yang sebesar 49,9. Lagi-lagi ada aura pesimisme di kalangan dunia usaha Negeri Ginseng. 

Sedangkan angka PMI versi Nikkei/Markit untuk Malaysia edisi Desember 2018 berada di 46,8. Tidak hanya menunjukkan pesimisme, tetapi angka itu menjadi catatan terendah sejak survei PMI dimulai pada 2012. 

Lalu di Singapura, pembacaan awal untuk pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2018 adalah 2,2% year-on-year (YoY). Jauh lebih lambat dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 3,2% YoY. 


Berbagai data yang kurang menggembirakan itu membuat pelaku pasar menghindari Asia. Akibatnya mata uang Benua Kuning tidak bisa berbicara banyak di hadapan dolar AS. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 12:22 WIB:



Tidak hanya mata uang, pasar saham Asia pun kompak berkubang di zona merah. Pada pukul 12:15 WIB, indeks Hang Seng amblas 2,38%, Shanghai Composite terpangkas 1,01%, Kospi ambrol 1,51%, Straits Times amblas 1,08%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus 0,27%.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular