
Data Inflasi Bantu Rupiah, Tapi Apakah Bertahan Lama?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 January 2019 11:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Rilis data inflasi Desember 2018 lumayan membantu posisi nilai tukar rupiah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Tidak adanya kejutan yang berarti membuat investor merespons positif data tersebut.
Pada Rabu (2/1/2019) pukul 11:20 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.465. Rupiah melemah 0,63% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru. Beberapa saat sebelumnya, pelemahan rupiah sempat menyentuh angka 0,7%.
Posisi rupiah membaik dibandingkan posisi sebelum rilis data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Desember 2018 sebesar 3,13% year-on-year (YoY). Inflasi YoY Desember sama dengan inflasi keseluruhan tahun.
Pencapaian inflasi 2018 juga lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 3,61% YoY. Inflasi yang sebesar 3,13% itu juga di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu di 3,5%.
Laju inflasi yang lebih lambat ini mendapatkan apresiasi dari investor. Indonesia tidak seperti Jepang yang mendambakan inflasi. Sebagai negara berkembang, inflasi yang rendah dan terkendali adalah tujuan utama. Oleh karena itu, investor perlahan mulai kembali mengoleksi rupiah sehingga depresiasinya berkurang.
Namun, sentimen positif itu tertutup oleh awan kelabu dari regional. Rupiah masih terseret arus pelemahan mata uang Asia.
Ya, sampai siang ini hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning terdepresiasi di hadapan greenback. Bahkan pelemahan baht Thailand mencapai kisaran 1%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 11:29 WIB:
Melihat mata uang Asia yang masih tertekan, menarik untuk dilihat apakah data inflasi cukup kuat untuk menopang rupiah lebih lanjut. Apakah rupiah nantinya bisa lebih kuat? Atau justru kembali melemah karena kuatnya tekanan eksternal?
Kita tunggu saja...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Deflasi Tak Mampu Tolong Rupiah, Masih Terlemah di Asia
Pada Rabu (2/1/2019) pukul 11:20 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.465. Rupiah melemah 0,63% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru. Beberapa saat sebelumnya, pelemahan rupiah sempat menyentuh angka 0,7%.
Posisi rupiah membaik dibandingkan posisi sebelum rilis data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Desember 2018 sebesar 3,13% year-on-year (YoY). Inflasi YoY Desember sama dengan inflasi keseluruhan tahun.
Pencapaian inflasi 2018 juga lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 3,61% YoY. Inflasi yang sebesar 3,13% itu juga di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu di 3,5%.
Laju inflasi yang lebih lambat ini mendapatkan apresiasi dari investor. Indonesia tidak seperti Jepang yang mendambakan inflasi. Sebagai negara berkembang, inflasi yang rendah dan terkendali adalah tujuan utama. Oleh karena itu, investor perlahan mulai kembali mengoleksi rupiah sehingga depresiasinya berkurang.
Namun, sentimen positif itu tertutup oleh awan kelabu dari regional. Rupiah masih terseret arus pelemahan mata uang Asia.
Ya, sampai siang ini hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning terdepresiasi di hadapan greenback. Bahkan pelemahan baht Thailand mencapai kisaran 1%.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 11:29 WIB:
Melihat mata uang Asia yang masih tertekan, menarik untuk dilihat apakah data inflasi cukup kuat untuk menopang rupiah lebih lanjut. Apakah rupiah nantinya bisa lebih kuat? Atau justru kembali melemah karena kuatnya tekanan eksternal?
Kita tunggu saja...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Deflasi Tak Mampu Tolong Rupiah, Masih Terlemah di Asia
Most Popular