IHSG 2018 Negatif: Berawal di 6.339 Berakhir ke 6.194

Herdaru Purnomo & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 December 2018 09:26
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2 Januari 2018 ditutup di level 6.339,24.
Foto: IHSG (CNBC Indonesia/Irvin Avriano Arief)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2 Januari 2018 ditutup di level 6.339,24. Angka tersebut mengawali perdagangan awal tahun 2018 yang ternyata penuh tantangan.

Kala itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla secara resmi melakukan pembukaan perdagangan pasar modal di 2018. Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin.

Selama 2018, IHSG ternyata terkoreksi hampir 2,6%. Perdagangan bursa 2018 ditutup secara resmi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di level 6.194,4.



Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengarungi tahun 2018 dengan catatan negatif, yakni pelemahan sebesar 2,54%. Terakhir kali IHSG membukukan imbal hasil negatif secara tahunan adalah pada tahun 2015, yakni sebesar 12,1%.

IHSG dipukul mundur pasca melesat pada tahun 2016 dan 2017. Pada tahun 2016, IHSG menguat sebesar 15,3%, disusul apresiasi sebesar 20% setahun setelahnya.Jika dilihat kinerja secara bulanan, bulan Januari menjadi bulan terbaik bagi pasar saham tanah air. IHSG membukukan imbal hasil sebesar sebesar 3,93% untuk mengawali tahun ini. Pada bulan Januari, optimisme investor masih tinggi-tingginya, menyusul penguatan yang juga sangat tinggi pada Desember 2017 yakni sebesar 6,78%.

Optimisme investor sedang tinggi-tingginya seiring dengan disahkannya pemotongan pajak individu dan korporasi di Negeri Paman Sam. Dari dalam negeri, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dari BBB- menjadi BBB, menjadikan Indonesia setara dengan Filipina dan Portugal yang telah lebih dulu mendapatkan kenaikan peringkat ke BBB pada pertengahan Desember 2017.

Sementara itu, performa IHSG yang terburuk terjadi pada bulan Maret, yakni anjlok 6,19%. Presiden AS Donald Trump memantik sell-off di bursa saham dunia pada bulan Maret. Mantan pebisnis itu mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium yang masuk ke AS, termasuk dari China yang merupakan eksportir baja terbesar dunia.

Mulai dari sinilah perang balas-membalas bea masuk antar kedua negara terjadi. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru untuk produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China menyasar US$ 110 miliar produk asal AS.

Menyusul eskalasi perang dagang antar 2 negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut, IHSG terkoreksi selama 3 bulan berikutnya (April-Juni).

Masih dari sisi eksternal, normalisasi yang terus dilakukan oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS ikut memukul mundur IHSG sepanjang tahun 2018. Sepanjang tahun ini, Jerome Powell dan kolega telah mengerek suku bunga acuan sebanyak 4 kali dengan total 100 bps.

Memang, perekonomian AS sedang panas pada tahun ini. Pada kuartal-I, II, dan III secara berturut-turut, perekonomian AS tumbuh sebesar 2%, 4,2%, dan 3,4% (QoQ annualized). Capaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan capaian pada kuartal-I-III 2017 yang masing-masing sebesar 1,4%, 3,1%, dan 3,2%.

Namun dengan perang dagang yang terus tereskalasi, dikhawatirkan normalisasi yang kelewat agresif akan memukul mundur laju perekonomian dunia secara signifikan.





(dru) Next Article Sektor Tambang Mengerem Laju Koreksi Bursa, IHSG Turun 0,46%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular