Cuma Terkoreksi 0,1%, IHSG Terbaik Kedua di Asia

Muhamad Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
22 December 2018 17:47
Cuma Terkoreksi 0,1%, IHSG Terbaik Kedua di Asia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Seminggu ini, Indeks harga saham Gabungan (IHSG) melemah 0,1% secara point-to point dan ditutup pada level 6.163,6. Namun kali ini IHSG memiliki banyak kawan untuk berbagi kesedihan.

Pasalnya, minggu ini merupakan masa kelabu bagi sebagian besar pasar keuangan di Asia. Terlebih bagi Jepang yang bak dihantam badai, index Nikkei jeblok sebesar 5,65% selama sepekan.

Seakan tak mau ketinggalan, bursa saham Sanghai ikut melemah sebesar 2,99%, Hang Seng tergerus 1,31%, Straits Times anjlok 1,01%, SET (Thailand) amblas 0,88%, dan Kospi jatuh 0,38%. Hanya KLCI (indeks bursa Malaysia) yang berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 0,5% selama sepekan ini di Asia.


Foto: CNBC Indonesia

Apabila dibandingkan, pelemahan mingguan IHSG ternyata relatif lebih kecil dari sebagian besar bursa saham utama lainnya. Minggu ini, IHSG pun duduk di peringkat kedua, hanya kalah dari KLCI yang bisa berada dalam zona hijau selama sepekan ini.

Foto: CNBC Indonesia


Melemahnya sebagian bursa utama Asia tidak terlepas dari peran bank sentral Amerika Serikat (The Fed) mengumumkan kenaikan suku bunganya sebesar 25 bps ke kisaran 2,25% - 2,5% atau median 2,375% pada 20 Desember lalu

Lebih jauh lagi Pada akhir 2019, The Fed menargetkan suku bunga acuan berada di median 2,8%. Turun dari target sebelumnya yaitu 3,1%. Hal ini berarti, The Fed kemungkinan besar hanya akan menaikan suku bunganya sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun depan. Turun setengahnya dibandingkan tahun ini yang mencapai empat kali.

Selain itu, investor juga semakin mencemaskan risiko resesi di negri Paman Sam. Pada Jumat 9(22/12/2018) pukul 11:32 WIB, imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS) tenor 2 tahun berada di 2,681% yang artinya 'hanya' berselisih 12,55 basis poin (bps) dengan tenor 10 tahun yang pada kondisi normal jaraknya sangat lebar. Sebagai informasi, perbedaan yield tenor 2 tahun dan 10 tahun mencapai 36,6 bps. 

Bila yield tenor 2 tahun terus mempersempit selisih, bahkan melampaui tenor 10 tahun, maka akan terjadi kondisi Inverted yield. Inverted yield berarti investor melihat resiko jangka pendek lebih besar daripada risiko jangka panjang. Diketahui bahwa Inverted yield merupakan indikator awal dari kondisi resesi suatu negara, yang biasanya terjadi setahun setelahnya.

Seakan tak puas membuat investor cemas, AS juga masih digentayangi kemunkinan tutupnya pemerintahan (goverment shutdown). Presiden Donald Trump hari Kamis (21/12/2018 menolak keras belanja negara yang tidak memasukkan anggaran untuk dinding perbatasan. Pernyataan ini meningkatkan ancaman penutupan sebagian aktivitas pemerintahan AS hari Sabtu.

Penolakan Trump ini luput dari prediksi. Pasalnya, rancangan yang telah disetujui Senat dengan suara bulat itu sedang dipertimbangkan di DPR. Drama ini telah menjerumuskan Washington ke dalam kekacauan politik 24 jam sebelum batas pendanaan negara beberapa lembaga utama berakhir di Jumat tengah malam.

Para anggota Partai Republik di House of Representatives AS berjuang mencoba merevisi rancangan yang sudah disetujui Senat untuk menenangkan Trump setelah ia mengatakan tidak akan menandatangani rancangan undang-undang anggaran tersebut, dilansir dari Reuters.

Kekhawatiran shutdown yang dapat menyebabkan pegawai negeri tidak digaji sebelum libur Natal, berhasil menyebabkan saham AS berjatuhan, di mana Dow Jones ditutup turun 2% pada sesi pada sesi perdagangan Jumat.

Serangkaian kemelut yang terjadi di AS makin mengkonfirmasi perlambatan ekonomi AS akan tetap berlanjut hingga akhir tahun depan. Bahkan, The Fed memprediksi ekonomi AS hanya akan tumbuh 2,3% pada 2019, melambat cukup jauh dari pertumbuhan tahun ini yang berada di kisaran 3%.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,7% tahun depan, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%.

Hal senada juga dikemukakan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7%, dan tahun depan melambat menjadi 3,5%. 

Perlambatan ekonomi AS akan sangat mempengaruhi perekonomian dunia, mengingat AS merupakan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar saat ini. Bila ekonomi AS melambat, perekonomian global cenderung mengikuti. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]





(roy) Next Article Tersengat Dampak Corona, IHSG Ambles Lebih 4%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular