Terlemah di Asia, Rupiah Kian Mantap di Zona Merah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 December 2018 12:35
Terlemah di Asia, Rupiah Kian Mantap di Zona Merah
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepertinya sudah mantap di zona merah. Penguatan rupiah yang sempat terjadi ternyata hanya kenikmatan sesaat. 

Pada Jumat (21/12/2018) pukul 12:14 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.490 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah melemah 0,07%. Rupiah kemudian sempat berbalik arah dan mampu menguat, meski sangat terbatas. 


Namun penguatan itu hanya kenikmatan sesaat yang berlangsung sangat sebentar. Rupiah kemudian kembali melemah dan sepertinya semakin ajeg di zona merah. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Hingga siang ini, dolar AS bergerak variatif di Asia. Mata uang Benua Kuning yang menemani rupiah di zona merah adalah yuan China, yen Jepang, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dan baht Thailand. 

Namun dengan pelemahan 0,17%, rupiah kini menempati dasar klasemen mata uang Asia. Dalam hal depresiasi di hadapan dolar AS, tidak ada yang sedalam rupiah. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 12:21 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tampaknya ada faktor domestik yang mempengaruhi gerak rupiah sehingga belum bisa keluar dari zona merah. Kemarin, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan defisit transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018 masih di atas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya bisa jadi lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang mencapai 3,37% PDB. 

"Ada kenaikan impor yang produktif. Jangan terlalu kaget nanti defisit transaksi berjalan kuartal IV itu di atas 3%. Akhir 2018, full year, sekitar 3% PDB," ungkap Perry.

 
Transaksi berjalan yang defisit membuat rupiah kekurangan modal untuk menguat. Ini karena pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa sangat terbatas, bahkan cenderung tekor. 

Sentimen negatif ini membuat investor 'menghukum' rupiah. Investor mana yang mau memegang aset yang nilainya berisiko melemah? 

Kemudian, kebutuhan valas korporasi yang meningkat jelang akhir tahun juga membebani rupiah. Perusahaan, terutama asing yang beroperasi di Indonesia, sedang berburu valas untuk keperluan setoran dividen ke kantor pusatnya di luar negeri. Rupiah dilepas untuk ditukarkan ke valas, sehingga mata uang Tanah Air melemah. 

Selain faktor domestik tersebut, sisi eksternal juga cukup menantang. Setelah melemah cukup lama, dolar AS mulai menguat. Pada pukul 12:25 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) naik 0,20%. 

Maklum, dolar AS memang sudah di-bully habis-habisan. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index merosot sampai 1%. Ini membuat dolar AS sudah cukup murah, sehingga cukup menggoda investor untuk mengoleksinya.

Kemudian, harga minyak dunia masih naik. Pada pukul 12:34 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,83% dan light sweet bertambah 0,98%.

Kenaikan harga minyak akan menambah beban impor migas Indonesia. Ini tentu membuat defisit transaksi berjalan terancam melebar, seperti proyeksi BI.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular