
Kala Dolar AS Tak Lagi Jadi 'Bunker' Pelindung
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 December 2018 12:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini bisa dibilang menjadi milik dolar Amerika Serikat (AS). Greenback menjelma menjadi instrumen favorit investor, mengangkangi aset-aset lainnya.
Sejak awal tahun, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 4,71%. Posisi tertinggi Dollar Index ada di 97,711 yang dicapai pada 14 Desember di perdagangan intraday. Ini merupakan posisi tertinggi sejak Juni 2017.
Penyebab utama kedigdayaan dolar AS adalah kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed yang hawkish bin agresif. Sepanjang 2018, Jerome 'Jay' Powell dan kolega menaikkan suku bunga acuan empat kali.
Kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang tidak tergerus. Selain itu, kenaikan Federal Funds Rate juga akan ikut mengerek imbalan investasi di Negeri Paman Sam, khususnya di instrumen berpendapatan tetap.
Hal itu mendorong hasrat investor untuk mengoleksi dolar AS. Permintaan dolar AS membludak sehingga nilainya menguat.
Dolar AS kemudian memperoleh status safe haven alias instrumen aman. Tidak cuma aman, tetapi juga menjanjikan cuan.
Namun jelang akhir tahun, kilau dolar AS meredup. Penyebabnya adalah posisi (stance) The Fed yang kurang hawkish. Saat ini, suku bunga acuan AS ada di median 2,375%. Pada akhir 2019, The Fed menargetkan suku bunga acuan berada di median 2,8%. Turun dari target sebelumnya yaitu 3,1%.
Artinya kenaikan Federal Funds Rate pada 2019 mungkin hanya dua kali. Turun setengahnya dibandingkan tahun ini yang mencapai empat kali.
Selain itu, investor juga semakin mencemaskan risiko resesi di Negeri Adidaya. Pada pukul 11:32 WIB, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun berada di 2,681% atau berselisih 12,55 basis poin (bps) dengan tenor 10 tahun. Pada 19 Desember, selisih yield dua instrumen ini sempat lebih tipis lagi di 12,2 bps.
Padahal dalam kondisi normal, jarak antara keduanya begitu lebar. Misalnya pada 20 Juni, selisih yield ada di 36,6 bps.
Perbandingan yield tenor 2 dan 10 tahun kerap kali menjadi indikator untuk melihat pertanda awal terjadinya resesi. Jika yield tenor 2 tahun mempersempit jarak dengan yang 10 tahun, apalagi kalau berhasil melampaui, maka itu disebut inverted.
Inverted yield merupakan tanda-tanda awal dari resesi, yang biasanya terjadi sekitar setahun sesudahnya. Sebab, investor melihat risiko jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang, sehingga meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk tenor jangka pendek.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sejak awal tahun, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 4,71%. Posisi tertinggi Dollar Index ada di 97,711 yang dicapai pada 14 Desember di perdagangan intraday. Ini merupakan posisi tertinggi sejak Juni 2017.
Kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang tidak tergerus. Selain itu, kenaikan Federal Funds Rate juga akan ikut mengerek imbalan investasi di Negeri Paman Sam, khususnya di instrumen berpendapatan tetap.
Hal itu mendorong hasrat investor untuk mengoleksi dolar AS. Permintaan dolar AS membludak sehingga nilainya menguat.
Dolar AS kemudian memperoleh status safe haven alias instrumen aman. Tidak cuma aman, tetapi juga menjanjikan cuan.
Namun jelang akhir tahun, kilau dolar AS meredup. Penyebabnya adalah posisi (stance) The Fed yang kurang hawkish. Saat ini, suku bunga acuan AS ada di median 2,375%. Pada akhir 2019, The Fed menargetkan suku bunga acuan berada di median 2,8%. Turun dari target sebelumnya yaitu 3,1%.
Artinya kenaikan Federal Funds Rate pada 2019 mungkin hanya dua kali. Turun setengahnya dibandingkan tahun ini yang mencapai empat kali.
Selain itu, investor juga semakin mencemaskan risiko resesi di Negeri Adidaya. Pada pukul 11:32 WIB, imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 2 tahun berada di 2,681% atau berselisih 12,55 basis poin (bps) dengan tenor 10 tahun. Pada 19 Desember, selisih yield dua instrumen ini sempat lebih tipis lagi di 12,2 bps.
Padahal dalam kondisi normal, jarak antara keduanya begitu lebar. Misalnya pada 20 Juni, selisih yield ada di 36,6 bps.
Perbandingan yield tenor 2 dan 10 tahun kerap kali menjadi indikator untuk melihat pertanda awal terjadinya resesi. Jika yield tenor 2 tahun mempersempit jarak dengan yang 10 tahun, apalagi kalau berhasil melampaui, maka itu disebut inverted.
Inverted yield merupakan tanda-tanda awal dari resesi, yang biasanya terjadi sekitar setahun sesudahnya. Sebab, investor melihat risiko jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang, sehingga meminta 'jaminan' yang lebih tinggi untuk tenor jangka pendek.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Ke Mana Uang Pergi?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular