Yuan Menguat 3 Hari Beruntun, Harga Batu Bara Naik Tipis

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
20 December 2018 12:43
Pada penutupan perdagangan hari Rabu (19/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak berjangka naik tipis 0,1% ke level US$ 101,6/Metrik Ton (MT)
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaPada penutupan perdagangan hari Rabu (19/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak berjangka naik tipis 0,1% ke level US$ 101,6/Metrik Ton (MT). Harga si batu hitam mampu rebound pasca melemah 2 hari berturut-turut sebelumnya.

Pada penutupan perdagangan hari Selasa (18/12/2018), harga batu bara bahkan menyentuh titik terendah dalam nyaris 1 bulan terakhir, atau sejak 26 November 2018.

Kemarin, harga batu bara mendapatkan energi dari penguatan yuan China serta masih kencangnya impor batu bara mingguan di Negeri Tirai Bambu.

Meski demikian, harga masih tertekan oleh masih tingginya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik di China, serta munculnya sinyal perlambatan ekonomi dunia.



Yuan China tercatat mampu menguat 3 hari beruntun terhadap dolar Amerika Serikat (AS), hingga penutupan tanggal 19 Desember 2018. Greenback memang justru merana jelang rapat The Federal Reserve/The Fed.

Sebab, sepertinya The Fed tidak akan terlalu agresif pada 2019, tidak seperti tahun ini yang kemungkinan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali.

Ada kemungkinan perekonomian AS melambat pada 2019. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,9% tahun ini dan melambat menjadi 2,5% tahun depan. 

Oleh karena itu, sebenarnya tujuan pengetatan moneter sudah tercapai yaitu mengerem laju ekonomi untuk menghindari overheating. Kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan secara agresif sudah semakin mengecil. 

Akibatnya,  dolar AS akan kurang menarik untuk dikoleksi dalam jangka menengah-panjang. Sentimen ini ampuh untuk membuat mata uang Asia, termasuk yuan China, mampu ramai-ramai menguat di hadapan dolar AS. 

Penguatan yuan China terhadap greenback lantas membuat biaya impor batu bara Negeri Panda menjadi relatif lebih murah. Hal ini menjadi sentimen bahwa permintaan batu bara China akan menguat.

Sentimen penguatan permintaan tersebut bahkan serasi dengan kenyataan di lapangan. Dalam sepekan hingga tanggal 14 Desember, impor batu bara China meningkat ke 27,6% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke 3,93 juta ton, mengutip data Global Ports. Capaian itu merupakan yang tertinggi dalam 6 pekan terakhir.

Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.

Sejumlah Risiko Fundamental Masih Menghantui Harga Batu Bara 

Di sisi lain, penguatan harga batu bara terbatas oleh munculnya sejumlah sentimen negatif dari sisi fundamental.

Konsumsi batu bara di China sebenarnya mulai membaik. Mengutip data China Coal Transport and Distribution Association, kini penggunaan batu bara harian oleh 6 pembangkit lisrik utama di China meningkat 19% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke 741.000 ton per hari Kamis (13/12/2018).

Situasi ini sepertinya tidak lepas dari musim dingin memang sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu. Saat cuaca dingin melanda, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat. Hal ini kemudian mampu mengatrol volume penggunaan batu bara di sejumlah pembangkit listrik utama di China.

Sayangnya, peningkatan konsumsi tersebut belum mampu secara signifikan menggerus stok batu bara di China yang sedang tinggi-tingginya. Pasalnya, puncak musim dingin di dataran China nampaknya cepat berlalu.

Sebagai informasi, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sebenarnya turun 0,90% WtW  ke level 17,77 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 14 Desember 2018. Capaian itu memutus kenaikan mingguan selama 9 pekan berturut-turut sebelumnya.

Meski demikian, penurunan tersebut masih dianggap kurang banyak oleh pelaku pasar. Stok saat ini masih berada di level yang tinggi, atau masih dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2015.

Sentimen negatif lainnya datang dari kemungkinan turunnya permintaan global. Perlambatan ekonomi dunia yang semakin nyata memunculkan persepsi bahwa permintaan energi akan ikut melambat.

BACA: Ekonomi Dunia Lesu, Harga Batu Bara Lanjut Melemah

Kemarin lusa, Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengumumkan pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2018 sebesar 3,6% secara tahunan (year-on-year/YoY), melambat dari kuartal II-2018 sebesar 3,8% dan kuartal III-2017 sebesar 4%.

Adapun negara-negara importir utama batu bara kompak mengalami perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi China melambat ke 6,5% di kuartal III-2018, dari kuartal sebelumnya sebesar 6,7%. Sementara, ekonomi India melambat ke 7,2% di kuartal lalu, dari kuartal sebelumnya sebesar 7,8%.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular