Ini Resep IHSG Hingga Jadi yang Terbaik Kedua di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 December 2018 16:46
Ini Resep IHSG Hingga Jadi yang Terbaik Kedua di Asia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,09%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri perdagangan hari ini dengan penguatan sebesar 1,55% ke level 6.176,09.

Jika dibandingkan dengan kinerja dari indeks saham lain di kawasan Asia, IHSG menjadi yang terbaik kedua setelah indeks PSEi (Filipina) yang naik 2,15%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 11,42 triliun dengan volume sebanyak 19,81 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 421.292 kali.

Penguatan rupiah merupakan faktor utama yang membuat IHSG mampu membukukan kinerja yang begitu impresif. Hingga sore hari, rupiah menguat 0,41% di pasar spot ke level Rp 14.435/dolar AS.

Rupiah mampu memanfaatkan momentum yang ada dengan baik. Momentum pertama bagi rupiah datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia.

Pada perdagangan kemarin (18/12/2018), harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok 7,3% ke level US$ 46,24/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 anjlok 5,62% ke level US$ 56,26/barel.

Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan (oversupply) menjadi hantu bagi si emas hitam. Mengutip Reuters, produksi minyak di Rusia sudah menembus rekor baru di 11,42 juta barel/hari. Sementara total produksi minyak AS tahun ini diperkirakan mencapai 11,7 juta barel/hari, nomor 1 di dunia mengalahkan Rusia dan Arab Saudi.

Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan terjadi kala perekonomian global diprediksi melambat. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7% dan tahun depan melambat menjadi 3,5%.

Wajar jika harga minyak mentah anjlok.

Anjloknya harga minyak mentah tentu menjadi kabar yang menyenangkan bagi rupiah, lantaran memantik optimisme bahwa defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) bisa diredam pada kuartal terakhir di tahun ini.

Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan minyak dan gas (migas).

Momentum kedua bagi rupiah datang dari posisi dolar AS yang memang sedang goyah. Hingga sore hari, indeks dolar AS terkoreksi sebesar 0,29%. Dolar AS loyo seiring dengan ekspektasi bahwa The Federal Reserve akan merubah arah kebijakan moneternya pada tahun depan.

Saat ini, The Fed memproyeksikan akan ada kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun 2019. Namun, kondisinya diharapkan berubah kala The Fed mengumumkan hasil pertemuannya pada dini hari nanti.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 19 Desember 2018, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan (dengan asumsi ada kenaikan sebesar 25 bps dulu pada bulan ini) hanyalah sebesar 1,1%, anjlok dari posisi 1 bulan lalu yang sebesar 8,6%.

Justru, pelaku pasar kini meyakini bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan. Probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5% pada tahun 2019 adalah sebesar 46,7%, naik dari posisi bulan lalu yang hanya sebesar 23,9%.

Sementara itu, probabilitas untuk kenaikan suku bunga acuan sebesar 1 kali dan 2 kali masing-masing adalah 28,3% dan 7,6%.

Memudarnya persepsi investor datang seiring rilis data ekonomi di AS yang mengecewakan. Pada hari Senin (17/12/2018), data New York Fed’s Empire State manufacturing index periode Desember anjlok hingga 12,4 poin menjadi 10,9, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 20,1, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut menjadi yang terendah dalam 19 bulan atau sejak Mei 2017.

Data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dari pabrik-pabrik yang terletak di New York masih mencatatkan ekspansi, namun ekspansinya jauh lebih lemah dari yang diharapkan. Sektor barang konsumsi menguat sebesar 2,82%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.

PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) naik 4,66%, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 3,35%, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) naik 3,18%, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) naik 2,39%, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) naik 1,49%.

Dengan anjloknya harga minyak mentah yang akan meredakan tekanan terhadap CAD, urgensi bagi pemerintah untuk menaikkan harga jual bahan bakar minyak menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali.

Jika harga jual bahan bakar minyak tak dinaikkan, tentunya daya beli masyarakat menjadi bisa dijaga.

Berbicara mengenai rokok, banyak persepsi salah yang beredar bahwa rokok merupakan barang inelastis, sehingga tekanan terhadap daya beli masyarakat tak akan mempengaruhi penjualan dari emiten-emiten rokok.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah tercatat selalu menaikkan cukai rokok. Kenaikan cukai rokok ini pada akhirnya di pass through ke konsumen dengan cara menaikkan harga jual. Dari sisi volume, terlihat bahwa penjualan HMSP dan GGRM sebenarnya menciut.

Pada tahun 2015, penjualan HMSP tercatat sebanyak 109,8 miliar batang. Pada tahun 2016 dan 2017, penjualannya turun menjadi masing-masing 105,5 miliar batang dan 101,3 miliar batang.

Sementara itu, penjualan GGRM pada tahun 2015 adalah sebanyak 78,6 miliar batang, sebelum kemudian turun menjadi 77,1 miliar batang pada tahun 2016. Pada tahun 2017, barulah penjualan perusahaan naik menjadi 78,65 miliar batang.

Dari tertekannya volume penjualan kedua perusahaan, bisa disimpulkan bahwa rokok sebenarnya merupakan barang elastis.

Lantas, tak adanya tekanan terhadap daya beli masyarakat seiring dengan tak dinaikannya harga jual bahan bakar minyak berpotensi menjaga tingkat penjualan dari emiten-emiten rokok seperti HMSP dan GGRM.

Apalagi, pemerintah sudah memutuskan untuk tidak menaikkan cukai rokok pada tahun depan.

"Tidak akan ada perubahan atau kenaikan cukai, kita akan menggunakan tingkat cukai yang ada sampai dengan 2018 ini," ujar Sri Mulyani pada bulan lalu.

Kedua sentimen positif tersebut (tak adanya kenaikan harga jual bahan bakar minyak dan cukai rokok) membuat investor begitu bernafsu memborong saham HMSP dan GGRM.

Investor asing terpantau cukup gencar mengoleksi saham-saham barang konsumsi. UNVR dibeli bersih senilai Rp 41,2 miliar, INDF Rp 29,4 miliar, HMSP Rp 27,9 miliar, ICBP Rp 23,7 miliar, dan GGRM Rp 1,7 miliar. Kabar positif bagi IHSG juga datang dari Italia. Beberapa waktu yang lalu, Komisi Eropa menolak rencana fiskal pemerintah Italia lantaran target defisit yang menyalahi aturan main. Untuk tahun depan, defisit struktural (perbedaan antara belanja dan penerimaan, tidak termasuk pos-pos one-off) ditargetkan naik sebesar 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di bawah aturan Uni Eropa, Italia diwajibkan mengurangi defisit struktural sebesar 0,6% dari PDB.

Perkembangan terbaru, seorang juru bicara pemerintah pada hari Selasa (18/12/2018) mengatakan bahwa Italia telah mencapai kesepakatan dengan Komisi Eropa terkait dengan rancangan anggaran 2019. Ia menjelaskan bahwa kesepakatan itu akan diformalkan hari Rabu waktu setempat di Brussels, dilansir dari Reuters. Namun hingga kini, belum ada detail yang diungkapkan terkait rancangan baru tersebut.

Melunaknya Italia membuat investor di pasar saham senang. Dengan sikap Negeri Pizza yang mau meredakan egonya, ancaman kejatuhan ke jurang krisis menjadi bisa dihindari.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular