Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,09%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri sesi 1 dengan penguatan sebesar 1,02% ke level 6.144,11.
Pergerakan IHSG senada dengan indeks saham lain di kawasan Asia yang juga menghijau. Namun, penguatan IHSG menjadi yang tertinggi. IHSG lantas berhasil mempertahankan posisi sebagai indeks saham terbaik di kawasan Asia.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,78 triliun dengan volume sebanyak 6,47 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 224.271 kali.
Penguatan rupiah menjadi kunci kemenangan IHSG. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,76% di pasar spot ke level Rp 14.385/dolar AS. Rupiah tertiban durian runtuh yang datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia.
Pada perdagangan kemarin (18/12/2018), harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok 7,3% ke level US$ 46,24/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 anjlok 5,62% ke level US$ 56,26/barel.
Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan (oversupply) menjadi hantu bagi si emas hitam. Mengutip Reuters, produksi minyak di Rusia sudah menembus rekor baru di 11,42 juta barel/hari. Sementara total produksi minyak AS tahun ini diperkirakan mencapai 11,7 juta barel/hari, nomor 1 di dunia mengalahkan Rusia dan Arab Saudi.
Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan terjadi kala perekonomian global diprediksi melambat. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7% dan tahun depan melambat menjadi 3,5%.
Wajar jika harga minyak mentah anjlok.
Anjloknya harga minyak mentah tentu menjadi kabar yang menyenangkan bagi rupiah, lantaran memantik optimisme bahwa defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) bisa diredam pada kuartal terakhir di tahun ini.
Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan minyak dan gas (migas).
Selain karena anjloknya harga minyak mentah dunia, rupiah mampu menguat signifikan lantaran investor agak meragukan kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve pada dini hari nanti.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 18 Desember 2018, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps adalah 69,8%, turun dari posisi 1 hari sebelumnya yang sebesar 72,3%. Jika dibandingkan dengan posisi 1 minggu yang lalu sebesar 75,8%, penurunannya menjadi lebih dalam lagi.
Memudarnya persepsi investor datang seiring data-data ekonomi di AS yang mengecewakan. Pada hari Senin (17/12/2018), data New York Fed’s Empire State manufacturing index periode Desember anjlok hingga 12,4 poin menjadi 10,9, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 20,1, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut menjadi yang terendah dalam 19 bulan atau sejak Mei 2017.
Data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dari pabrik-pabrik yang terletak di New York masih mencatatkan ekspansi, namun ekspansinya jauh lebih lemah dari yang diharapkan.
Pada akhirnya, dolar AS menjadi tak seksi di mata investor. Hingga tengah hari, indeks dolar AS melemah sebesar 0,23%. Selain bermanfaat dalam mendongkrak kinerja rupiah, anjloknya harga minyak mentah juga membuat saham-saham barang konsumsi menjadi incaran investor.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) naik 3,56%, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 2,45%, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) naik 1,42%, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) naik 1,06%, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) naik 0,25%.
Dengan anjloknya harga minyak mentah yang akan meredakan tekanan terhadap CAD, urgensi bagi pemerintah untuk menaikkan harga jual bahan bakar minyak menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali.
Jika harga jual bahan bakar minyak tak dinaikkan, tentunya daya beli masyarakat menjadi bisa dijaga.
Sektor barang konsumsi menguat sebesar 1,77%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi penguatan IHSG.
Investor asing terpantau cukup gencar mengoleksi saham-saham barang konsumsi. INDF dibeli bersih senilai Rp 11,1 miliar, UNVR Rp 7,4 miliar, ICBP Rp 7,3 miliar, dan GGRM Rp 5,6 miliar. Selain penguatan rupiah, kabar positif bagi IHSG datang dari Italia. Beberapa waktu yang lalu, Komisi Eropa menolak rencana fiskal pemerintah Italia lantaran target defisit yang menyalahi aturan main. Untuk tahun depan, defisit struktural (perbedaan antara belanja dan penerimaan, tidak termasuk pos-pos one-off) ditargetkan naik sebesar 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di bawah aturan Uni Eropa, Italia diwajibkan mengurangi defisit struktural sebesar 0,6% dari PDB.
Perkembangan terbaru, seorang juru bicara pemerintah pada hari Selasa (18/12/2018) mengatakan bahwa Italia telah mencapai kesepakatan dengan Komisi Eropa terkait dengan rancangan anggaran 2019. Ia menjelaskan bahwa kesepakatan itu akan diformalkan hari Rabu waktu setempat di Brussels, dilansir dari Reuters. Namun hingga kini, belum ada detail yang diungkapkan terkait rancangan baru tersebut.
Melunaknya Italia membuat investor di pasar saham senang. Dengan sikap Negeri Pizza yang mau meredakan egonya, ancaman kejatuhan ke jurang krisis menjadi bisa dihindari.
TIM RISET CNBC INDONESIA