Hingga Tengah Hari, IHSG Masih Nomor 1 di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 December 2018 12:39
Penguatan Rupiah Menjadi Kunci
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Penguatan rupiah menjadi kunci kemenangan IHSG. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,76% di pasar spot ke level Rp 14.385/dolar AS. Rupiah tertiban durian runtuh yang datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia.

Pada perdagangan kemarin (18/12/2018), harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok 7,3% ke level US$ 46,24/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 anjlok 5,62% ke level US$ 56,26/barel.

Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan (oversupply) menjadi hantu bagi si emas hitam. Mengutip Reuters, produksi minyak di Rusia sudah menembus rekor baru di 11,42 juta barel/hari. Sementara total produksi minyak AS tahun ini diperkirakan mencapai 11,7 juta barel/hari, nomor 1 di dunia mengalahkan Rusia dan Arab Saudi.

Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan terjadi kala perekonomian global diprediksi melambat. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7% dan tahun depan melambat menjadi 3,5%.

Wajar jika harga minyak mentah anjlok.

Anjloknya harga minyak mentah tentu menjadi kabar yang menyenangkan bagi rupiah, lantaran memantik optimisme bahwa defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) bisa diredam pada kuartal terakhir di tahun ini.

Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan minyak dan gas (migas).

Selain karena anjloknya harga minyak mentah dunia, rupiah mampu menguat signifikan lantaran investor agak meragukan kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve pada dini hari nanti.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 18 Desember 2018, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps adalah 69,8%, turun dari posisi 1 hari sebelumnya yang sebesar 72,3%. Jika dibandingkan dengan posisi 1 minggu yang lalu sebesar 75,8%, penurunannya menjadi lebih dalam lagi.

Memudarnya persepsi investor datang seiring data-data ekonomi di AS yang mengecewakan. Pada hari Senin (17/12/2018), data New York Fed’s Empire State manufacturing index periode Desember anjlok hingga 12,4 poin menjadi 10,9, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 20,1, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut menjadi yang terendah dalam 19 bulan atau sejak Mei 2017.

Data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dari pabrik-pabrik yang terletak di New York masih mencatatkan ekspansi, namun ekspansinya jauh lebih lemah dari yang diharapkan.

Pada akhirnya, dolar AS menjadi tak seksi di mata investor. Hingga tengah hari, indeks dolar AS melemah sebesar 0,23%. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular