Angin Suku Bunga AS Mendorong Rebound Harga Obligasi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
19 December 2018 11:41
Kenaikan harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang dan negara maju yang lain.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah berbalik menguat pada perdagangan hari ini karena adanya munculnya potensi batalnya kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS). 

Kenaikan harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang dan negara maju yang lain. 

Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). 

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. 

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 20 tahun. 

Seri acuan yang paling menguat adalah seri pendek FR0063 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 8,3 basis poin (bps) menjadi 8%.

Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seiring dengan FR0063, seri acuan lain juga menguat yaitu seri 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun dengan penurunan yield 4,2 bps, 5,1 bps, dan 4 bps menjadi 8,09%, 8,27%, dan 8,44%.  

Yield Obligasi Negara Acuan 19 Dec 2018
SeriBenchmarkYield 18 Dec 2018 (%) Yield 19 Dec 2018 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 18 Dec'18
FR00635 tahun8.0858.002-8.307.9818
FR0064 10 tahun8.1328.09-4.208.0972
FR006515 tahun8.3228.271-5.108.2616
FR007520 tahun8.4878.447-4.008.4602
Avg movement-5.40
Sumber: Refinitiv 

Ifan Moh Ihsan, Operational Division Head PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA), menilai penguatan pasar SUN sejak kemarin disebabkan oleh potensi batalnya kenaikan suku bunga acuan AS. 

Potensi tersebut seiring dengan turunnya probabilitas kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) tersebut dan nada dovish dari bank sentral AS terkait dengan potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. 

Catatan CME Fedwatch menunjukkan probabilitas kenaikan FFR turun menjadi 68,9% dari posisi kemarin 72,3% dan pekan lalu 75,8%. Selain itu, lanjutnya, penguatan pasar SUN sejak kemarin lebih disebabkan oleh aksi beli pelaku pasar domestik dibanding pelaku pasar global. 

"Karena sebelumnya sudah terkoreksi cukup dalam, sehingga investor masuk ke pasar memanfaatkan koreksi yang ada," ujarnya pagi ini. 

Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 527 bps, menyempit dari posisi kemarin 530 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,81% dari posisi kemarin 2,82%. 

Yield US Treasury Acuan 19 Dec 2018
SeriBenchmarkYield 18 Dec 2018 (%) Yield 19 Dec 2018 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan2.3842.3893 bulan-5 tahun-25.7
UST 20202 Tahun2.65012.652 tahun-5 tahun0.4
UST 20213 Tahun2.6392.633 tahun-5 tahun-1.6
UST 20235 Tahun2.6542.6463 bulan-10 tahun-42.3
UST 202810 Tahun2.8232.8122 tahun-10 tahun-16.2
Sumber: Refinitiv Saat ini, potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi AS sudah diantisipasi pelaku pasar dengan memburu obligasi AS (US Treasury) seri panjang, dan membuat yield tenor panjang menjadi lebih rendah daripada tenor pendek. 

Kondisi itu menyebabkan kondisi yang bernama kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang mengindikasikan adanya potensi resesi atau minimal tekanan ekonomi. Saat ini, inversi sudah terjadi pada UST tenor 2 tahun-5 tahun yaitu sebesar 0,4 bps. 

Inversi yang juga biasa dikaitkan dengan potensi krisis adalah 3 bulan-10 tahun dan 2 tahun-10 tahun yang spread-nya 42 bps dan 16,2 bps, semakin mengecil dibanding posisi akhir November. 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 892,33 triliun SBN, atau 37,63% dari total beredar Rp 2.371 triliun berdasarkan data per 14 Desember. 

Angka kepemilikannya masih negatif Rp 8,26 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, tetapi persentasenya masih naik dari 37,8 % pada periode yang sama. 

Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi/tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,94% menjadi 6.139 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah menguat 0,86% menjadi Rp 14.370 di hadapan tiap dolar AS. 

Pelemahan dolar AS seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,25% menjadi 96,859. 

Dari pasar surat utang negara berkembang, euforia potensi tidak dinaikkan suku bunga acuan mengangkat harga obligasi yaitu di China, India, Malaysia, Rusia, Singapura, Thailand, Afsel, dan Indonesia. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bund Jerman, gilts Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury di AS. 

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
NegaraYield 18 Dec 2018 (%)Yield 19 Dec 2018 (%)Selisih (basis poin)
Brasil9.669.748.00
China3.4093.388-2.10
Jerman0.2440.24-0.40
Perancis0.7070.7090.20
Inggris1.2811.28-0.10
India7.4617.345-11.60
Italia2.9432.927-1.60
Jepang0.0260.015-1.10
Malaysia4.1024.101-0.10
Filipina7.0967.0960.00
Rusia8.798.78-1.00
Singapura2.1622.132-3.00
Thailand2.582.54-4.00
Turki16.8716.870.00
Amerika Serikat2.8232.814-0.90
Afrika Selatan9.2059.115-9.00
Sumber: Refinitiv  

TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Laris Manis! RI Sukses Jual Surat Utang dalam Dolar dan Euro

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular