
Berharap Produksi Turun, Harga CPO Naik Nyaris 1%
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
18 December 2018 15:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini Selasa (18/12/2018) per pukul 14.37 WIB, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Maret 2019 di Bursa Derivatif Malaysia menguat 0,99% ke level MYR 2.142/ton.
Harga CPO kini menyentuh rekor tertinggi dalam 1 bulan lebih, atau sejak 2 November 2018.
Sentimen yang menjadi penyokong harga CPO hari ini adalah ekspektasi menurunnya produksi minyak kelapa sawit di Malaysia. Selain itu, reboundnya harga minyak kedelai di Amerika Serikat (AS) juga menyuntikkan energi tambahan bagi pergerakan harga.
Ada harapan bahwa produksi minyak kelapa sawit di Negeri Jiran menurun lebih jauh lagi di bulan Desember ini. Padahal, produksi di bulan November sudah turun 6,09% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 1,85 juta ton. Sebagai catatan, Malaysia adalah produsen CPO terbesar kedua dunia, satu level di bawah Indonesia.
Secara musiman, produksi minyak kelapa sawit di Malaysia memang mencapai puncaknya di antara kuartal III dan kuartal IV tiap tahunnya, sebelum kemudian menurun di penghujung tahun.
Faktor lainnya yang menyokong harga CPO adalah pulihnya harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBoT). Hingga pukul 14.08 WIB hari ini, harga minyak kedelai kontrak Januari 2019 tercatat naik 0,66%.
Harga minyak kedelai nampaknya mengalami technical rebound pasca mengalami tekanan jual dalam 3 hari terakhir. Harga komoditas agrikultur unggulan AS ini sebelumnya mendapatkan tekanan dari volume penjualan kedelai ke China yang di bawah ekspektasi.
Departemen Agrikultur AS (USDA) mengumumkan penjualan 1,13 juta ton kedelai ke Beijing, angka yang dianggap pelaku pasar belum cukup besar untuk mengangkat harga atau menyerap besarnya surplus yang saat ini sudah terakumulasi.
Terlebih, pekan lalu USDA juga masih memroyeksikan bahwa stok kedelai AS pada akhir musim 2018/2019 akan menyentuh rekor tertinggi 955 juta bushel, naik dua kali lipat dari tahun lalu.
Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.
Di sisi lain, penguatan harga CPO terbatas oleh kejatuhan harga minyak mentah dunia. Hingga pukul 12.27 WIB hari ini, harga minyak mentah jenis Brent kembali mengalami penurunan sebesar 1,46% ke level US$ 58,7/barel.
Demikian pula dengan harga minyak mentah jenis light sweet (WTI) yang turun sebesar 1,4% ke level US$ 49,18/barel. Kedua harga minyak kontrak berjangka itu sekarang sama-sama menyentuh level terendahnya sejak Oktober 2017.
Perkembangan ini masih didorong oleh kekhawatiran akan kelebihan pasokan minyak mentah di tengah pelemahan ekonomi global saat ini. Rencana Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengerem keran produksi pun nampaknya masih diragukan dampaknya oleh sebagian analis.
Sebagai informasi, penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen bahwa permintaan CPO akan menurun.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali
Harga CPO kini menyentuh rekor tertinggi dalam 1 bulan lebih, atau sejak 2 November 2018.
Sentimen yang menjadi penyokong harga CPO hari ini adalah ekspektasi menurunnya produksi minyak kelapa sawit di Malaysia. Selain itu, reboundnya harga minyak kedelai di Amerika Serikat (AS) juga menyuntikkan energi tambahan bagi pergerakan harga.
Ada harapan bahwa produksi minyak kelapa sawit di Negeri Jiran menurun lebih jauh lagi di bulan Desember ini. Padahal, produksi di bulan November sudah turun 6,09% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 1,85 juta ton. Sebagai catatan, Malaysia adalah produsen CPO terbesar kedua dunia, satu level di bawah Indonesia.
Secara musiman, produksi minyak kelapa sawit di Malaysia memang mencapai puncaknya di antara kuartal III dan kuartal IV tiap tahunnya, sebelum kemudian menurun di penghujung tahun.
Faktor lainnya yang menyokong harga CPO adalah pulihnya harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBoT). Hingga pukul 14.08 WIB hari ini, harga minyak kedelai kontrak Januari 2019 tercatat naik 0,66%.
Harga minyak kedelai nampaknya mengalami technical rebound pasca mengalami tekanan jual dalam 3 hari terakhir. Harga komoditas agrikultur unggulan AS ini sebelumnya mendapatkan tekanan dari volume penjualan kedelai ke China yang di bawah ekspektasi.
Departemen Agrikultur AS (USDA) mengumumkan penjualan 1,13 juta ton kedelai ke Beijing, angka yang dianggap pelaku pasar belum cukup besar untuk mengangkat harga atau menyerap besarnya surplus yang saat ini sudah terakumulasi.
Terlebih, pekan lalu USDA juga masih memroyeksikan bahwa stok kedelai AS pada akhir musim 2018/2019 akan menyentuh rekor tertinggi 955 juta bushel, naik dua kali lipat dari tahun lalu.
Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai naik, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut menguat.
Di sisi lain, penguatan harga CPO terbatas oleh kejatuhan harga minyak mentah dunia. Hingga pukul 12.27 WIB hari ini, harga minyak mentah jenis Brent kembali mengalami penurunan sebesar 1,46% ke level US$ 58,7/barel.
Demikian pula dengan harga minyak mentah jenis light sweet (WTI) yang turun sebesar 1,4% ke level US$ 49,18/barel. Kedua harga minyak kontrak berjangka itu sekarang sama-sama menyentuh level terendahnya sejak Oktober 2017.
Perkembangan ini masih didorong oleh kekhawatiran akan kelebihan pasokan minyak mentah di tengah pelemahan ekonomi global saat ini. Rencana Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk mengerem keran produksi pun nampaknya masih diragukan dampaknya oleh sebagian analis.
Sebagai informasi, penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen bahwa permintaan CPO akan menurun.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular