
Internasional
Ekonomi Melambat, Saham Small Caps Wall Street Juga Rontok
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
18 December 2018 15:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham perusahaan berkapitalisasi pasar kecil di Wall Street secara resmi memasuki pasar bearish, Senin (17/12/2018).
Saham-saham tersebut sangat sensitif terhadap gejolak perekonomian dan sentimen pasar karena ukurannya yang kecil. Selain itu, mereka juga memberi sinyal bahwa saham-saham big caps bisa segera bergabung dalam tren mereka.
"Aksi jual terjadi dari sentimen risk off. Saham small caps lebih berisiko dibandingkan big caps, dan ada beberapa kekhawatiran terkait akhir siklus [ekonomi] Amerika Serikat dan bahwa kita sedang memasuki resesi," kata Tobias Levkovich, chief strategist ekuitas AS di Citi, dilansir dari CNBC International.
Indeks small caps tersebut, Russell 2000, jatuh 2,3% hari Senin sehingga mencatatkan kerugian lebih dari 20%. Indeks ini mencapai level terendahnya sejak Agustus 2017 hari Senin dan melanjutkan aksi jual yang dipicu kecemasan perlambatan ekonomi AS.
Aksi jual saham-saham kecil ini adalah kebalikan dari apa yang terjadi awal tahun ini.
Saham-saham berkapitalisasi pasar kecil ini telah diuntungkan oleh taruhan investor bahwa perusahaan berorientasi dalam negeri akan kebal terhadap ketegangan perdagangan antara AS dan China. Selain itu, mereka juga diyakini mendapatkan manfaat yang paling besar dari pemotongan pajak AS.
Namun, kenaikan suku bunga dan biaya-biaya, seperti upah, telah memukul keinginan investor mengoleksi saham-saham tersebut.
Perusahaan-perusahaan S&P 500 menguasai kurang lebih 72% dari penjualan di Amerika Utara, sementara perusahaan small caps ini memiliki 77% penjualan dalam negeri, ujar Levkovich. Oleh karena itu, kekebalan mereka terhadap perang dagang sebenarnya tidak sebesar yang diperkirakan.
"Penjualan Anda mungkin di sini [AS], namun komponen produk-produk Anda bisa jadi bersumber dari tempat lain yang terdampak sanksi perdagangan," tambahnya.
Kenaikan suku bunga acuan juga membebani kinerja perusahaan-perusahaan kecil ini, kata chief investment officer Bleakley Advisory Group, Peter Boockvar.
"Masalahnya adalah saham-saham small caps memiliki leverage lebih tinggi dibandingkan perusahaan berkapitalisasi besar dan orang-orang mulai fokus pada neraca keuangan," ungkapnya.
"Sekitar 40% utang dalam neraca small caps menggunakan suku bunga mengambang, dan kenaikan suku bunga menaikkan biaya modal bagi banyak perusahaan berkapitalisasi kecil," tambahnya. "Tahun depan akan terus menjadi tahun yang berat."
(hps) Next Article Video: Wall Street Berdarah-darah, IHSG Tumbang ke 6.700-an
Saham-saham tersebut sangat sensitif terhadap gejolak perekonomian dan sentimen pasar karena ukurannya yang kecil. Selain itu, mereka juga memberi sinyal bahwa saham-saham big caps bisa segera bergabung dalam tren mereka.
"Aksi jual terjadi dari sentimen risk off. Saham small caps lebih berisiko dibandingkan big caps, dan ada beberapa kekhawatiran terkait akhir siklus [ekonomi] Amerika Serikat dan bahwa kita sedang memasuki resesi," kata Tobias Levkovich, chief strategist ekuitas AS di Citi, dilansir dari CNBC International.
Aksi jual saham-saham kecil ini adalah kebalikan dari apa yang terjadi awal tahun ini.
Saham-saham berkapitalisasi pasar kecil ini telah diuntungkan oleh taruhan investor bahwa perusahaan berorientasi dalam negeri akan kebal terhadap ketegangan perdagangan antara AS dan China. Selain itu, mereka juga diyakini mendapatkan manfaat yang paling besar dari pemotongan pajak AS.
![]() |
Namun, kenaikan suku bunga dan biaya-biaya, seperti upah, telah memukul keinginan investor mengoleksi saham-saham tersebut.
Perusahaan-perusahaan S&P 500 menguasai kurang lebih 72% dari penjualan di Amerika Utara, sementara perusahaan small caps ini memiliki 77% penjualan dalam negeri, ujar Levkovich. Oleh karena itu, kekebalan mereka terhadap perang dagang sebenarnya tidak sebesar yang diperkirakan.
"Penjualan Anda mungkin di sini [AS], namun komponen produk-produk Anda bisa jadi bersumber dari tempat lain yang terdampak sanksi perdagangan," tambahnya.
Kenaikan suku bunga acuan juga membebani kinerja perusahaan-perusahaan kecil ini, kata chief investment officer Bleakley Advisory Group, Peter Boockvar.
"Masalahnya adalah saham-saham small caps memiliki leverage lebih tinggi dibandingkan perusahaan berkapitalisasi besar dan orang-orang mulai fokus pada neraca keuangan," ungkapnya.
"Sekitar 40% utang dalam neraca small caps menggunakan suku bunga mengambang, dan kenaikan suku bunga menaikkan biaya modal bagi banyak perusahaan berkapitalisasi kecil," tambahnya. "Tahun depan akan terus menjadi tahun yang berat."
(hps) Next Article Video: Wall Street Berdarah-darah, IHSG Tumbang ke 6.700-an
Most Popular