Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,54%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperlebar kekalahannya menjadi 0,75% hingga akhir sesi 1 ke ke level 6.043,77.
Nasib IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,69%, indeks Shanghai turun 1,09%, indeks Hang Seng turun 0,9%, indeks Strait Times turun 1,81%, dan indeks Kospi turun 0,5%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,16 triliun dengan volume sebanyak 7,95 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 211.757 kali.
Ada 2 faktor utama yang membuat bursa saham regional, termasuk IHSG, jatuh ke teritori negatif.
Tanda-tanda perlambatan ekonomi global yang kian nyata membuat bursa saham Benua Kuning ditinggalkan investor. Kemarin (17/12/2018), data New York Fed’s Empire State manufacturing index periode Desember anjlok hingga 12,4 poin menjadi 10,9, lebih rendah dibandingkan konsensus yang sebesar 20,1, seperti dilansir dari Forex Factory. Capaian tersebut menjadi yang terendah dalam 19 bulan atau sejak Mei 2017.
Data tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bisnis dari pabrik-pabrik yang terletak di New York masih mencatatkan ekspansi, namun ekspansinya jauh lebih lemah dari yang diharapkan.
Belum lama ini, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI AS versi Markit periode Desember diumumkan sebesar 53,9, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 55,1.
Beralih ke Benua Biru, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI zona Eropa versi Markit periode Desember diumumkan sebesar 51,4, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 51,9.
Dari kawasan regional, belum lama ini produksi industri China diumumkan hanya tumbuh 5,4% YoY pada November, laju terlambat dalam hampir 3 tahun terakhir. Pertumbuhan bulan lalu juga lebih lambat daripada konsensus Reuters sebesar 5,9% YoY.
Penjualan ritel di China juga hanya naik 8,1% YoY pada November, lebih lambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,6% sekaligus masih di bawah ekspektasi pasar sebesar 8,8%. Secara historis, capaian itu juga menjadi yang terlambat sejak Mei 2003.
Perang dagang antara AS dengan China merupakan salah satu faktor yang memicu perlambatan ekonomi global. Faktor kedua yang memicu aksi jual di bursa saham Asia adalah pidato dari Presiden China Xi Jinping. Pada pagi hari ini, Xi berpidato dalam peringatan 40 tahun dari "reform and opening up."
18 Desember merupakan peringatan dari keberhasilan pemimpin China terdahulu Deng Xiaoping dalam merestrukturisasi ekonomi China. Hal ini dilakukannya dengan mengizinkan pihak individu untuk mempunyai kepemilikan dalam berbagai industri dan membuka akses bagi perusahaan asing terhadap perekonomian China.
Dalam pidato tersebut, Xi secara mengejutkan mengeluarkan pernyataan yang keras, yang sepertinya ditujukan ke AS. Xi mengatakan tidak ada pihak manapun yang bisa mendikte arah kebijakan China.
“Tidak ada pihak yang berada dalam posisi untuk mendikte warga negara China terkait apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan,” tegas Xi, seperti dikutip dari CNBC International.
Ia menegaskan bahwa China harus tetap berada dalam jalur reformasi yang sedang dijalaninya sekarang.
“Kami akan dengan tegas mereformasi apa yang seharusnya dan bisa direformasi, dan tidak mengubah (kebijakan) yang memang sudah seharusnya dan tidak bisa direformasi,” lanjut Xi.
Dengan pernyataan dari Xi yang tegas ini, damai dagang secara permanen dengan AS bisa kian sulit dicapai. Sektor jasa keuangan (-0,94%) menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Pelemahan sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi jual pada saham-saham bank BUKU 4: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,94%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 1,66%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 1,35%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 0,29%, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 0,28%.
Perlambatan ekonomi dunia yang kian jelas terlihat dan risiko eskalasi perang dagang AS-China dipandang bisa menekan perekonomian Indonesia secara cukup signifikan. Jika ini yang terjadi, tentunya profitabilitas dari bank-bank di tanah air akan tertekan, seiring dengan menurunnya permintaan kredit.
Investor asing terpantau cukup gencar melepas saham-saham bank BUKU 4. BBCA dijual bersih senilai Rp 111,8 miliar, BMRI Rp 72,4 miliar, BBRI Rp 58,4 miliar, dan BBNI Rp 346,9 juta.
Secara total, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 338,5 miliar di pasar saham Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA