
Stok China Masih Tinggi, Harga Batu Bara Loyo di Awal Pekan
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
18 December 2018 12:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan hari Senin (17/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak berjangka turun sebesar 0,44% ke level US$ 101,85/Metrik Ton (MT).
Harga si batu hitam masih berada dalam tren penurunan, pasca membukukan performa mingguan negatif di sepanjang pekan lalu. Dalam sepekan yang berakhir tanggal 14 Desember, harga batu bara terkoreksi sebesar 0,24% secara point-to-point.
Hari ini harga batu bara tertekan oleh masih tingginya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik di China. Selain itu, sentimen negatif juga datang dari perlambatan ekonomi Negeri Panda.
Konsumsi batu bara di China sebenarnya mulai membaik. Mengutip data China Coal Transport and Distribution Association, kini penggunaan batu bara harian oleh 6 pembangkit lisrik utama di China meningkat 19% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke 741.000 ton per hari Kamis (13/12/2018).
Situasi ini sepertinya tidak lepas dari musim dingin memang sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu. Saat cuaca dingin melanda, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat. Hal ini kemudian mampu mengatrol volume penggunaan batu bara di sejumlah pembangkit listrik utama di China.
Sayangnya, peningkatan konsumsi tersebut belum mampu secara signifikan menggerus stok batu bara di China yang sedang melambung.
Sebagai informasi, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sebenarnya turun 0,90% WtW ke level 17,77 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 14 Desember 2018. Capaian itu memutus kenaikan mingguan selama 9 pekan berturut-turut sebelumnya.
Meski demikian, penurunan tersebut masih dianggap kurang banyak oleh pelaku pasar. Stok saat ini masih berada di level yang tinggi, atau masih dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2015.
Sentimen negatif lainnya datang dari kemungkinan turunnya permintaan global. Perlambatan ekonomi China yang semakin nyata memunculkan persepsi bahwa permintaan energi akan ikut melambat.
Akhir pekan lalu Biro Statistik Nasional China mengumumkan produksi industri hanya tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada November, yang merupakan laju terlambat dalam hampir 3 tahun terakhir. Pertumbuhan bulan lalu juga lebih lambat daripada konsensus Reuters sebesar 5,9%.
Penjualan ritel di China juga 'hanya' naik 8,1% YoY pada November, lebih lambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,6% sekaligus masih di bawah ekspektasi pasar sebesar 8,8%. Secara historis, capaian itu juga menjadi yang terlambat sejak Mei 2003.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Harga si batu hitam masih berada dalam tren penurunan, pasca membukukan performa mingguan negatif di sepanjang pekan lalu. Dalam sepekan yang berakhir tanggal 14 Desember, harga batu bara terkoreksi sebesar 0,24% secara point-to-point.
Hari ini harga batu bara tertekan oleh masih tingginya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik di China. Selain itu, sentimen negatif juga datang dari perlambatan ekonomi Negeri Panda.
Konsumsi batu bara di China sebenarnya mulai membaik. Mengutip data China Coal Transport and Distribution Association, kini penggunaan batu bara harian oleh 6 pembangkit lisrik utama di China meningkat 19% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke 741.000 ton per hari Kamis (13/12/2018).
Situasi ini sepertinya tidak lepas dari musim dingin memang sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu. Saat cuaca dingin melanda, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan akan meningkat. Hal ini kemudian mampu mengatrol volume penggunaan batu bara di sejumlah pembangkit listrik utama di China.
Sayangnya, peningkatan konsumsi tersebut belum mampu secara signifikan menggerus stok batu bara di China yang sedang melambung.
Sebagai informasi, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sebenarnya turun 0,90% WtW ke level 17,77 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 14 Desember 2018. Capaian itu memutus kenaikan mingguan selama 9 pekan berturut-turut sebelumnya.
Meski demikian, penurunan tersebut masih dianggap kurang banyak oleh pelaku pasar. Stok saat ini masih berada di level yang tinggi, atau masih dekat dengan rekor tertinggi sejak Januari 2015.
Sentimen negatif lainnya datang dari kemungkinan turunnya permintaan global. Perlambatan ekonomi China yang semakin nyata memunculkan persepsi bahwa permintaan energi akan ikut melambat.
Akhir pekan lalu Biro Statistik Nasional China mengumumkan produksi industri hanya tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada November, yang merupakan laju terlambat dalam hampir 3 tahun terakhir. Pertumbuhan bulan lalu juga lebih lambat daripada konsensus Reuters sebesar 5,9%.
Penjualan ritel di China juga 'hanya' naik 8,1% YoY pada November, lebih lambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,6% sekaligus masih di bawah ekspektasi pasar sebesar 8,8%. Secara historis, capaian itu juga menjadi yang terlambat sejak Mei 2003.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular