Hati-hati, Penguatan Rupiah Semakin Tipis!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 December 2018 09:18
Hati-hati, Penguatan Rupiah Semakin Tipis!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memang masih menguat pagi ini. Namun perlu hati-hati, karena apresiasi rupiah semakin terbatas. 

Pada Rabu (12/12/2018) pukul 09:05 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.582 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,09% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, penguatan rupiah masih 0,24%. Seiring perjalanan, angka itu semakin menipis meski rupiah belum sampai menyentuh zona merah.


Rupiah memang patut waspada karena masih ada risiko investor kembali melirik dolar AS. Pasalnya, ada dua risiko besar yang tengah menghantui pasar. 

Pertama adalah risiko penutupan sementara pemerintahan (government shutdown) di AS. Penyebabnya adalah Presiden Donald Trump yang ngambek karena menuntut pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko. 

Mengutip Reuters, Trump terlibat perdebatan sengit dengan Pimpinan Partai Demokrat di Senat Chuck Schumer dan Pimpinan Partai Demokrat di House of Representative Nancy Pelosi. Perdebatan itu terjadi di Oval Office, ruang kerja presiden di Gedung Putih, dan disaksikan oleh para jurnalis. 

"Apabila kami tidak bisa mendapatkan apa yang kami inginkan, apakah itu melalui Anda, militer, atau apa pun, saya akan menutup pemerintahan. Saya bangga menutup pemerintahan demi keamanan, Chuck. Rakyat di negara ini tidak ingin para kriminal, orang-orang bermasalah, dan narkotika membludak," tegas Trump dengan nada tinggi. 

Tahun anggaran AS akan berakhir pada 21 Desember, dan Trump harus mengamankan suara Senat dan House of Representative (yang membentuk Kongres AS) untuk meloloskan program-programnya. Salah satunya adalah pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko. Trump meminta anggaran US$ 5 miliar untuk pengamanan perbatasan sementara Schumer dan Pelosi hanya merestui US$ 1,3 miliar.  

Apabila isu ini belum terselesaikan hingga 21 Desember, maka pemerintahan AS resmi ditutup sementara. Pekerja di sektor pemerintahan tidak akan mendapatkan bayaran, kecuali yang bertugas di bidang-bidang vital. 

Risiko politik di AS ini berpotensi membuat nyali pelaku pasar ciut. Akibatnya, tidak ada lagi istilah mengambil risiko, yang ada adalah bermain aman.  

Situasi seperti ini menciptakan perilaku flight to quality, arus modal mengarah ke aset-aset yang dinilai lebih aman dan berkualitas. Artinya, aset-aset berisiko di negara berkembang seperti Indonesia akan ditanggalkan rupiah dalam posisi yang rawan. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Risiko kedua adalah dari Inggris. Posisi Perdana Menteri Theresa May kian terjepit, karena diambang tuntutan mosi tidak percaya. 

Mengutip BBC, beberapa sumber mengungkapkan bahwa ambang batas 48 suara mosi tidak percaya dari Partai Konservatif sudah terpenuhi. Artinya, May bisa terguling kapan saja. 


Ini membuat proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) kian rumit. Apalagi Brussel menegaskan bahwa pintu negosiasi ulang sudah tertutup rapat. 

"Tidak ada ruang atau apa pun untuk renegosiasi. Namun tentu ada ruang untuk memberikan klarifikasi dan interpretasi tanpa membuka kembali kesepakatan yang ada. Kesepakatan yang sudah dicapai adalah yang terbaik, satu-satunya opsi yang tersedia," tegas Jean-Claude Juncker, Presiden Uni Eropa, mengutip Reuters. 

Proses Brexit yang runyam dan berliku ini bisa membuat investor cemas. Kecemasan ini bisa berujung pada pelarian ke aset-aset yang dianggap aman (safe haven) seperti dolar AS.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular