
Ekonomi AS Masih Terancam, Obligasi Masih Memble
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
10 December 2018 19:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah semakin terkoreksi pada penutupan perdagangan sore ini terkait dengan belum membaiknya kekhawatiran pasar terhadap kondisi AS.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah FR0063 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 7,2 basis poin (bps) menjadi 8,04%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yaitu 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga terkoreksi dengan kenaikan yield 6 bps, 2 bps, dan 3 bps menjadi 8,1%, 8,24%, dan 8,37%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin/tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 1,35 poin (0,57%) menjadi 233,57 dari posisi kemarin 234,92.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 525 bps, melebar dari posisi pekan kemarin 515 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,85% dari posisi akhir pekan lalu 2,88%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 898,54 triliun SBN, atau 37,84% dari total beredar Rp 2.3674 triliun berdasarkan data per 7 Desember.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 2,05 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 37,85% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,24% menjadi 6.111 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,59% menjadi Rp 14.550 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,13% menjadi 96,637.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami pasar China dan Rusia, sedangkan mayoritas masih terkoreksi yaitu di Brasil, India, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Turki, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan pasar obligasi terjadi di Jerman, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat.
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah FR0063 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 7,2 basis poin (bps) menjadi 8,04%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri lain yaitu 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun juga terkoreksi dengan kenaikan yield 6 bps, 2 bps, dan 3 bps menjadi 8,1%, 8,24%, dan 8,37%.
Yield Obligasi Negara Acuan 10 Dec 2018 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 7 Dec 2018 (%) | Yield 10 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 10 Dec'18 |
FR0063 | 5 tahun | 7.972 | 8.044 | 7.20 | 8.0532 |
FR0064 | 10 tahun | 8.047 | 8.107 | 6.00 | 8.1539 |
FR0065 | 15 tahun | 8.22 | 8.241 | 2.10 | 8.3305 |
FR0075 | 20 tahun | 8.345 | 8.377 | 3.20 | 8.3796 |
Avg movement | 4.62 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin/tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 1,35 poin (0,57%) menjadi 233,57 dari posisi kemarin 234,92.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 525 bps, melebar dari posisi pekan kemarin 515 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun lagi hingga 2,85% dari posisi akhir pekan lalu 2,88%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 898,54 triliun SBN, atau 37,84% dari total beredar Rp 2.3674 triliun berdasarkan data per 7 Desember.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 2,05 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, sehingga persentasenya masih turun dari 37,85% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi yang terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,24% menjadi 6.111 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,59% menjadi Rp 14.550 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,13% menjadi 96,637.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami pasar China dan Rusia, sedangkan mayoritas masih terkoreksi yaitu di Brasil, India, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Turki, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Di negara maju, penguatan pasar obligasi terjadi di Jerman, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 7 Dec 2018 (%) | Yield 10 Dec 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 10.02 | 10.11 | 9.00 |
China | 3.314 | 3.309 | -0.50 |
Jerman | 0.253 | 0.251 | -0.20 |
Perancis | 0.683 | 0.706 | 2.30 |
Inggris | 1.27 | 1.221 | -4.90 |
India | 7.466 | 7.594 | 12.80 |
Italia | 3.148 | 3.1 | -4.80 |
Jepang | 0.062 | 0.042 | -2.00 |
Malaysia | 4.085 | 4.086 | 0.10 |
Filipina | 7.094 | 7.12 | 2.60 |
Rusia | 8.74 | 8.68 | -6.00 |
Singapura | 2.226 | 2.227 | 0.10 |
Thailand | 2.555 | 2.57 | 1.50 |
Turki | 16.75 | 16.85 | 10.00 |
Amerika Serikat | 2.888 | 2.85 | -3.80 |
Afrika Selatan | 9.075 | 9.14 | 6.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular