
Bergerak Liar Lagi, Ini Penyebabnya KPAS Naik 12,22%
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
10 December 2018 12:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang penutupan perdagang sesi I harga saham PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS) meningkat signfikan pada perdagangan hari ini. Jelang penutupan harga saham produsen kapas ini naik hampir 12,22%.
Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) harga saham KPAS naik 10,86% ke level harga Rp 490/saham. Volume transaksi saham ini tercatat mencapai 44,5 juta saham senilai Rp 20,75 miliar.
KPAS merupakah salah satu emiten yang baru tercatat tahun ini, secara resmi pada tanggal 5 Oktober 2018. Di pasar perdana harga saham KPAS lepas pada harga Rp 168/saham.
Sejak awal tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) harga saham KPAS sudah naik 191,67%. Saat IPO perseroan melepas 260 juta saham dan memperoleh dana sebesar Rp 43,68 miliar. Dananya akan dipakai untuk pembelian lahan seluas 2,3 hektar dengan komposisi 75% dari total dana dan sisanya akan dipakai untuk belanja modal pembelian mesin.
Akhir pekan lalu melalu rilis perseroan juga menyampaikan rencana meningkatkan kapasitas produksi sebesar 300%, menjadi 64,8 juta paks produk kapas pada tahun 2019. Hal itu untuk mengantisipasi tingginya permintaan kapas perseroan dari pasar luar negeri.
Saat ini, kapasitas produksi perusahaan yang mengolah dan memproduksi kapas untuk kosmetik, kesehatan dan industri ini baru mencapai 21,6 juta paks per tahun.
"Peningkatan kapasitas produksi sebesar 300% tersebut, setelah pabrik baru kami selesai dibangun, dan mulai berproduksi pada kuartal kedua 2019. Hal itu sebagai antisipasi kami dalam memenuhi tingginya permintaan pasar ekspor dan domestik," kata Marting Djapar, Direktur Utama PT. Cottonindo Ariesta, Tbk.
Selama ini KPAS telah mengekpor produknya ke sejumlah negara seperti Hongkong, Vietnam, Philipine, Malaysia, Taiwan, dan Myanmar. Perseroan juga berhasil menembus pasar Australia, Rusia dan Uni Emirat Arab. Dalam waktu dekat perusahaan ini akan mengekspor produknya ke Korea Selatan.
Pasar ekspor merupakan peluang bisnis yang akan terus ditingkatkan hingga mencapai sekitar 15-20% dari total kapasitas produksi.
"Salah satu buyer dari Korea Selatan, setelah berkunjung ke pabrik kami, langsung minta bikin kontrak pembelian. Padahal, itu baru pertemuan pertama dan belum ada MOU apapun. Tentunya hal ini dapat meningkatkan pendapatan perusahaan sekaligus juga menambah devisa negara," kata Marting.
[Gambas:Video CNBC]
(hps/roy) Next Article Saham KPAS Bergerak Liar, Sejak Pencatatan Sudah Naik 186%
Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) harga saham KPAS naik 10,86% ke level harga Rp 490/saham. Volume transaksi saham ini tercatat mencapai 44,5 juta saham senilai Rp 20,75 miliar.
KPAS merupakah salah satu emiten yang baru tercatat tahun ini, secara resmi pada tanggal 5 Oktober 2018. Di pasar perdana harga saham KPAS lepas pada harga Rp 168/saham.
Sejak awal tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) harga saham KPAS sudah naik 191,67%. Saat IPO perseroan melepas 260 juta saham dan memperoleh dana sebesar Rp 43,68 miliar. Dananya akan dipakai untuk pembelian lahan seluas 2,3 hektar dengan komposisi 75% dari total dana dan sisanya akan dipakai untuk belanja modal pembelian mesin.
Saat ini, kapasitas produksi perusahaan yang mengolah dan memproduksi kapas untuk kosmetik, kesehatan dan industri ini baru mencapai 21,6 juta paks per tahun.
"Peningkatan kapasitas produksi sebesar 300% tersebut, setelah pabrik baru kami selesai dibangun, dan mulai berproduksi pada kuartal kedua 2019. Hal itu sebagai antisipasi kami dalam memenuhi tingginya permintaan pasar ekspor dan domestik," kata Marting Djapar, Direktur Utama PT. Cottonindo Ariesta, Tbk.
Selama ini KPAS telah mengekpor produknya ke sejumlah negara seperti Hongkong, Vietnam, Philipine, Malaysia, Taiwan, dan Myanmar. Perseroan juga berhasil menembus pasar Australia, Rusia dan Uni Emirat Arab. Dalam waktu dekat perusahaan ini akan mengekspor produknya ke Korea Selatan.
Pasar ekspor merupakan peluang bisnis yang akan terus ditingkatkan hingga mencapai sekitar 15-20% dari total kapasitas produksi.
"Salah satu buyer dari Korea Selatan, setelah berkunjung ke pabrik kami, langsung minta bikin kontrak pembelian. Padahal, itu baru pertemuan pertama dan belum ada MOU apapun. Tentunya hal ini dapat meningkatkan pendapatan perusahaan sekaligus juga menambah devisa negara," kata Marting.
[Gambas:Video CNBC]
(hps/roy) Next Article Saham KPAS Bergerak Liar, Sejak Pencatatan Sudah Naik 186%
Most Popular