Harga CPO Loyo, Mengekor Koreksi Harga Minyak dan Kedelai

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
07 December 2018 13:23
Harga CPO Loyo, Mengekor Koreksi Harga Minyak dan Kedelai
Foto: ist
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari ini Jumat (7/12/2018), harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Februari 2019 di Bursa Derivatif Malaysia turun 0,4%  level MYR 1.997/ton, hingga pukul 11.30 WIB atau penutupan perdagangan sesi 1.

Harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini kembali ke zona merah hari ini, pasca kemarin sebenarnya mampu rebound dengan penguatan sebesar 0,5%. Alhasil, harga CPO kini menuju pelemahan 2,11% dalam sepekan terakhir.

Sepanjang pekan ini, harga CPO mendapat tekanan dari dari keluarnya peraturan baru terkait pungutan ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia, serta ekspektasi meningkatnya stok minyak kelapa sawit di Malaysia.

Khusus untuk hari ini, pelemahan harga didorong oleh turunnya harga minyak kedelai serta harga minyak mentah dunia.



Di awal pekan ini, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menerbitkan aturan terbaru yang mengatur tarif pungutan ekspor Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) atas ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 yang berlaku sejak 4 Desember 2018 kemarin, pemerintah menolkan (US$ 0/ton) seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO internasional berada di bawah US$ 570/ton (sekitar MYR 2.365/ton).

Sementara itu, jika harga berada di kisaran US$ 570 - US$ 619/ton (MYR 2.365/ton - MYR 2.570/ton), maka pungutan ekspor CPO menjadi US$ 25/ton. Adapun bila harga internasional sudah kembali normal di atas US$ 619/ton (MYR 2.570/ton), pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan US$ 50/ton.

Dengan adanya "pembebasan" pungutan ekspor di RI, produsen CPO di tanah air pun bisa berada di posisi yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan produsen di Malaysia. Alhasil, situasi ini berpotensi membuat ekspor CPO Malaysia akan semakin tertekan.

Padahal, sejatinya ekspor Malaysia sudah cukup lesu. Berdasarkan survei Reuters, stok akhir minyak kelapa sawit Malaysia pada November menyentuh angka 3 juta ton. Angka itu merupakan rekor tertinggi di Malaysia dalam beberapa tahun terakhir.

Penyebabnya adalah ekspor minyak kelapa sawit Malaysia diproyeksikan turun 10,6% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 1,41 juta ton. Sementara, produksi sebenarnya diestimasikan malah turun 2,1% MtM ke 1,91 juta ton.

Dua faktor di atas lantas memberika tekanan bagi harga CPO di sepanjang pekan ini. Khusus di akhir pekan, sentimen negatif bagi harga CPO datang dari lesunya harga minyak kedelai dan minyak mentah dunia.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2) 
Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBoT) kontrak berjangka tercatat mengalami penurunan sebesar 0,1% pada siang ini, sementara harga minyak kedelai kontrak Januari 2019 di Dalian Commodity Exchange (China) amblas 1,8%.

Sentimen negatif bagi harga komoditas agrikultur unggulan Amerika Serikat (AS) ini datang dari prospek damai dagang AS-China yang ternyata masih belum memberikan kabar gembira. Yang ada, hubungan kedua negara malah semakin tegang.

Kanada dikabarkan telah menahan Chief Financial Officer (CFO) Huawei global Meng Wanzhou di Vancouver. Dirinya kini menghadapi kemungkinan ekstradisi ke AS atas dugaan melanggar sanksi AS terhadap Iran.

Sebagai informasi, pemerintah Negeri Paman Sam telah menuntut Huawei paling tidak sejak 2016 atas dugaan mengirim produk asal AS ke Iran dan negara-negara lain. AS mengklaim hal itu merupakan pelangaran terhadap sanksi ekspor yang telah ditetapkan negaranya.

Tak pelak, hal ini memicu kecaman dari pihak China. Kemarin, kedutaan China di Kanada mengecam Kanada dan AS perihal penangkapan Wanzhou. Mereka menuntut agar petinggi Huawei itu segera dibebaskan.

"China telah membuat pernyataan ke AS dan Kanada, menuntut mereka segera memperbaiki perilaku salah mereka dan mengembalikan kebebasan Meng Wanzhou," tambah kedutaan.

Kini risiko terjadinya deadlock pada negosiasi dagang AS-China justru semakin besar. Harapan perdagangan minyak kedelai antara AS-China yang bebas bea masuk pun kini semakin sulit terwujud. Alhasil, harga ini menekan harga minyak kedelai

Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai turun, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut melemah.

Tidak hanya itu, harga CPO juga dipengaruhi oleh turunnya harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 turun sebesar 0,65% ke level US$ 59,67/barel, hingga pukul 11.05 WIB hari ini. Di waktu yang sama, harga minyak mentah light sweet kontrak Januari 2019 juga terkoreksi 0,48% ke level US$ 51,24/barel.

BACA: Nantikan Keputusan OPEC, Harga Minyak Lanjutkan Pelemahan

Pelaku pasar cenderung masih bermain aman setelah Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memutuskan untuk menunda keputusan akhir pemangkasan produksi hingga hari ini. Investor pun cenderung merespon negatif rencana volume pemangkasan yang lebih sedikit dari ekspektasi sebelumnya.

Penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen bahwa permintaan CPO akan menurun.

 (TIM RISET CNBC INDONESIA)    
(RHG/hps) Next Article Senyum Bos CPO Kembali Lebar, Ada yang Bangkit Dari Kubur

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular