
Rupiah Terlemah di Asia Selama 2 Hari Beruntun!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 December 2018 16:36

Sepertinya investor mulai mengendus aroma gejolak dan perlambatan ekonomi di AS. Hal ini terlihat dari pasar obligasi AS.
Pada pukul 16:23 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun tercatat 2,7987% sementara tenor 3 tahun di 2,8079%. Lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun yaitu 2,7905%.
Yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang sering disebut inverted. Inverted yield merupakan indikator bahwa akan ada tekanan yang besar di pasar keuangan, sebab investor meminta 'jaminan' lebih tinggi untuk memegang obligasi jangka pendek. Artinya risiko dalam jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang.
Selisih (spread) yield jangka pendek dan jangka panjang juga semakin menyempit. Ini terjadi karena yield obligasi tenor jangka pendek cenderung naik sementara yang jangka panjang malah turun. Jadi ke depan sepertinya tekanan inflasi akan semakin mereda, pertanda ada kelesuan aktivitas ekonomi.
Oleh karena itu, dolar AS memang sedang menjadi primadona pelaku pasar. Dalam situasi yang tidak pasti, memang paling baik adalah memegang aset aman (safe haven) seperti dolar AS. Apalagi dolar AS juga mendapat suntikan energi dari pernyataan Presiden The Federal Reserve/The Fed New York John Williams.
"Saat saya berkaca ke belakang dan melihat ekonomi dalam kondisi yang kuat dan memiliki banyak momentum (pertumbuhan), maka kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut pada tahun depan masih masuk akal. Waktu untuk menentukan kapan harus menyesuaikan kebijakan tentu akan kami diskusikan," jelas Williams, dikutip dari Reuters.
"Kami memperhatikan dengan seksama sisi-sisi yang mengalami perlambatan atau tanda-tanda munculnya risiko. Namun perkiraan saya adalah tetap positif," tambah Williams.
Pernyataan ini menghapus pandangan bahwa The Fed mulai dovish. Williams seakan menegaskan bahwa posisi (stance) The Fed masih cenderung hawkish, setidaknya sampai tahun depan. Suku bunga acuan masih akan naik secara gradual, dan itu mendukung penguatan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pada pukul 16:23 WIB, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun tercatat 2,7987% sementara tenor 3 tahun di 2,8079%. Lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun yaitu 2,7905%.
Yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang sering disebut inverted. Inverted yield merupakan indikator bahwa akan ada tekanan yang besar di pasar keuangan, sebab investor meminta 'jaminan' lebih tinggi untuk memegang obligasi jangka pendek. Artinya risiko dalam jangka pendek lebih besar ketimbang jangka panjang.
Oleh karena itu, dolar AS memang sedang menjadi primadona pelaku pasar. Dalam situasi yang tidak pasti, memang paling baik adalah memegang aset aman (safe haven) seperti dolar AS. Apalagi dolar AS juga mendapat suntikan energi dari pernyataan Presiden The Federal Reserve/The Fed New York John Williams.
"Saat saya berkaca ke belakang dan melihat ekonomi dalam kondisi yang kuat dan memiliki banyak momentum (pertumbuhan), maka kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut pada tahun depan masih masuk akal. Waktu untuk menentukan kapan harus menyesuaikan kebijakan tentu akan kami diskusikan," jelas Williams, dikutip dari Reuters.
"Kami memperhatikan dengan seksama sisi-sisi yang mengalami perlambatan atau tanda-tanda munculnya risiko. Namun perkiraan saya adalah tetap positif," tambah Williams.
Pernyataan ini menghapus pandangan bahwa The Fed mulai dovish. Williams seakan menegaskan bahwa posisi (stance) The Fed masih cenderung hawkish, setidaknya sampai tahun depan. Suku bunga acuan masih akan naik secara gradual, dan itu mendukung penguatan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular