
November, Harga Minyak di Level Terburuk Dalam 10 Tahun
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
03 December 2018 11:55

Jakarta, CNBC Indonesia- Bulan lalu adalah waktu terburuk bagi minyak mentah dalam satu dekade, dipicu oleh kekhawatiran pasokan dan politik global.
Harga West Texas Intermediate (WTI) atau minyak mentah Amerika Serikat (AS), anjlok 21% pada November, jatuh ke level terendah dalam setahun dan mencatat kinerja terburuknya sejak Oktober 2008.
Namun menurut Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, meski setelah harganya terperosok di bawah US$ 50 per barel, tapi dalam beberapa hari ke depan bisa saja berubah. Minggu ini, kartel negara-negara penghasil minyak yang dikenal sebagai OPEC akan membuat keputusan tentang tingkat produksi di masa depan yang dapat menentukan di mana harga berlabuh dalam waktu dekat.
"Apa yang benar-benar kita perlukan untuk mencapai US$ 60 adalah kita perlu melihat potongan substansial yang keluar dari OPEC ... pada pertemuan Kamis," kata Croft kepada "Futures Now" CNBC pada hari Kamis. "Kami mengantisipasi bahwa OPEC akan menarik sejumlah besar barel, minimal satu juta barel."
OPEC, yang termasuk produsen utama Arab Saudi, akan bertemu di Wina pada Kamis. Bersama dengan anggota non-OPEC Rusia, negara-negara penghasil minyak diperkirakan akan menyetujui pemotongan pasokan untuk melawan jatuhnya harga minyak.
"Yang menentukan ini benar-benar Arab Saudi dan hubungan mereka dengan Presiden Trump," tambah Croft, melansir CNBC International. "Presiden Trump telah meminta secara eksplisit ke Arab Saudi untuk menjaga agar keran tetap terbuka, sehingga pada jam kesebelas mereka berpotensi mencoba memaksa putra mahkota Saudi untuk menjaga barel di pasar," katanya. "Saya rasa itu masalah besar."
'Pemotongan pajak besar'
Bulan lalu melalui postingan di twitter, Trump menyampaikan rasa terima kasih kepada Arab Saudi untuk penurunan harga minyak, menyebut penurunan harga minyak mentah sebagai "pemotongan pajak besar untuk Amerika." Presiden dikritik karena berpihak pada Arab Saudi setelah kerajaan itu dicurigai memiliki keterlibatan dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Croft mengatakan bahwa Arab Saudi mungkin akan bertindak dalam "kepentingan ekonomi" mereka dan menyetujui pemotongan produksi pada pertemuan OPEC, meskipun mereka harus berhati-hati di dan menghindari singgungan Trump. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan titik impas Saudi berada pada US$ 88 per barel untuk minyak Brent, yang hampir setengah dari level saat ini.
Jika produsen OPEC yang lebih kecil bergabung dengan Saudi dalam menyetujui pemotongan produksi, maka harga minyak mentah bisa melonjak, kata Croft kepada CNBC.
"Kami mendengar bahwa Rusia mungkin akan ikut serta dan kemudian ada negara-negara ini yang memiliki pengecualian, Libya, Nigeria, apakah mereka akan berpartisipasi dalam pemotongan?" tanyanya. "Jika mereka melakukan pemotongan yang lebih tinggi sekitar 1,5 juta, saya pikir katalis pada hari Jumat akan mulai bergerak lebih tinggi," jelas Croft.
Beberapa produsen minyak enggan memangkas produksi dan berpotensi menyerahkan pangsa pasar mereka. AS terus memproduksi minyak pada kecepatan tertinggi, di mana output baru-baru ini mencapai tertinggi sepanjang masa, yaitu di atas 11 juta barel per hari.
(gus) Next Article Harga Minyak Dunia Versi Bank Investasi Global
Harga West Texas Intermediate (WTI) atau minyak mentah Amerika Serikat (AS), anjlok 21% pada November, jatuh ke level terendah dalam setahun dan mencatat kinerja terburuknya sejak Oktober 2008.
Namun menurut Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, meski setelah harganya terperosok di bawah US$ 50 per barel, tapi dalam beberapa hari ke depan bisa saja berubah. Minggu ini, kartel negara-negara penghasil minyak yang dikenal sebagai OPEC akan membuat keputusan tentang tingkat produksi di masa depan yang dapat menentukan di mana harga berlabuh dalam waktu dekat.
"Apa yang benar-benar kita perlukan untuk mencapai US$ 60 adalah kita perlu melihat potongan substansial yang keluar dari OPEC ... pada pertemuan Kamis," kata Croft kepada "Futures Now" CNBC pada hari Kamis. "Kami mengantisipasi bahwa OPEC akan menarik sejumlah besar barel, minimal satu juta barel."
OPEC, yang termasuk produsen utama Arab Saudi, akan bertemu di Wina pada Kamis. Bersama dengan anggota non-OPEC Rusia, negara-negara penghasil minyak diperkirakan akan menyetujui pemotongan pasokan untuk melawan jatuhnya harga minyak.
"Yang menentukan ini benar-benar Arab Saudi dan hubungan mereka dengan Presiden Trump," tambah Croft, melansir CNBC International. "Presiden Trump telah meminta secara eksplisit ke Arab Saudi untuk menjaga agar keran tetap terbuka, sehingga pada jam kesebelas mereka berpotensi mencoba memaksa putra mahkota Saudi untuk menjaga barel di pasar," katanya. "Saya rasa itu masalah besar."
'Pemotongan pajak besar'
Bulan lalu melalui postingan di twitter, Trump menyampaikan rasa terima kasih kepada Arab Saudi untuk penurunan harga minyak, menyebut penurunan harga minyak mentah sebagai "pemotongan pajak besar untuk Amerika." Presiden dikritik karena berpihak pada Arab Saudi setelah kerajaan itu dicurigai memiliki keterlibatan dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Croft mengatakan bahwa Arab Saudi mungkin akan bertindak dalam "kepentingan ekonomi" mereka dan menyetujui pemotongan produksi pada pertemuan OPEC, meskipun mereka harus berhati-hati di dan menghindari singgungan Trump. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan titik impas Saudi berada pada US$ 88 per barel untuk minyak Brent, yang hampir setengah dari level saat ini.
![]() |
Jika produsen OPEC yang lebih kecil bergabung dengan Saudi dalam menyetujui pemotongan produksi, maka harga minyak mentah bisa melonjak, kata Croft kepada CNBC.
"Kami mendengar bahwa Rusia mungkin akan ikut serta dan kemudian ada negara-negara ini yang memiliki pengecualian, Libya, Nigeria, apakah mereka akan berpartisipasi dalam pemotongan?" tanyanya. "Jika mereka melakukan pemotongan yang lebih tinggi sekitar 1,5 juta, saya pikir katalis pada hari Jumat akan mulai bergerak lebih tinggi," jelas Croft.
Beberapa produsen minyak enggan memangkas produksi dan berpotensi menyerahkan pangsa pasar mereka. AS terus memproduksi minyak pada kecepatan tertinggi, di mana output baru-baru ini mencapai tertinggi sepanjang masa, yaitu di atas 11 juta barel per hari.
(gus) Next Article Harga Minyak Dunia Versi Bank Investasi Global
Most Popular