
B100 Ditetapkan, RI Terpaksa Setop Ekspor CPO!
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
03 December 2018 11:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia saat ini mewajibkan penggunaan B20 atau solar dengan 20% bauran minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah ingin menuju ke B80 dalam artian bauran CPO yang ada di diesel mencapai 80%.
Bahkan dalam beberapa kesempatan pemerintah juga menyatakan ingin menerapkan program B100.
Namun pemerintah tampaknya juga harus memperhatikan kemampuan produksi di dalam negeri.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Togar Sitanggang, mengatakan jika RI menerapkan B100 atau biasa disebut dengan green diesel maka terpaksa industri nasional tidak bisa melakukan ekspor.
"Makanya saya bilang, kalau B100 terjadi dan kita semua pakai, kita nggak akan ekspor karena perhitungan saat ini [suplai dan permintaan] itu pas. Pertimbangannya itu banyak, harus dipikirkan defisit neraca dagangnya. Komoditas lain cukup nggak menopang ekspor kalau CPO ditarik keluar?" jelasnya pekan lalu.
Hal ini tentu akan berimbas ke neraca perdagangan, di mana sawit dan produk turunannya merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa ekspor non-migas, selain batubara.
Satu-satunya solusi agar Indonesia bisa menerapkan green diesel tanpa mengorbankan ekspor CPO adalah menaikkan produktivitas perkebunan sawit yang ada saat ini agar suplainya mencukupi, setidaknya hingga dua kali lipat.
Adapun, lanjut dia, penerapan B100 bisa menyerap FAME (fatty acid methyl esters) hingga 30 juta kilo liter atau setara 28 juta ton produksi CPO.
"Kemungkinannya sih ada, teknologinya ada. Tinggal tekad dan strategi pemerintah, komitmennya seperti apa," ujar Togar.
(ray/ray) Next Article Potret Industri Sawit di Saat Tarif Pungutan Ekspor Berubah
Hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah ingin menuju ke B80 dalam artian bauran CPO yang ada di diesel mencapai 80%.
Bahkan dalam beberapa kesempatan pemerintah juga menyatakan ingin menerapkan program B100.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Togar Sitanggang, mengatakan jika RI menerapkan B100 atau biasa disebut dengan green diesel maka terpaksa industri nasional tidak bisa melakukan ekspor.
"Makanya saya bilang, kalau B100 terjadi dan kita semua pakai, kita nggak akan ekspor karena perhitungan saat ini [suplai dan permintaan] itu pas. Pertimbangannya itu banyak, harus dipikirkan defisit neraca dagangnya. Komoditas lain cukup nggak menopang ekspor kalau CPO ditarik keluar?" jelasnya pekan lalu.
Hal ini tentu akan berimbas ke neraca perdagangan, di mana sawit dan produk turunannya merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa ekspor non-migas, selain batubara.
Satu-satunya solusi agar Indonesia bisa menerapkan green diesel tanpa mengorbankan ekspor CPO adalah menaikkan produktivitas perkebunan sawit yang ada saat ini agar suplainya mencukupi, setidaknya hingga dua kali lipat.
Adapun, lanjut dia, penerapan B100 bisa menyerap FAME (fatty acid methyl esters) hingga 30 juta kilo liter atau setara 28 juta ton produksi CPO.
"Kemungkinannya sih ada, teknologinya ada. Tinggal tekad dan strategi pemerintah, komitmennya seperti apa," ujar Togar.
(ray/ray) Next Article Potret Industri Sawit di Saat Tarif Pungutan Ekspor Berubah
Most Popular