
Parah! Ekspor Sawit RI ke Eropa Ambruk di 2023, Apa Penyebabnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri kelapa sawit Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan di tahun 2024. Dari sisi ekonomi global, ketidakpastian masih membayangi pertumbuhan ekonomi global khususnya negara-negara maju seperti Uni Eropa yang menjadi pasar sawit Indonesia.
"USA masih dilanda inflasi yang di atas target, begitu juga dengan Eropa dimana kondisi ekonominya melemah dengan defisit fiskal yang meningkat diiringi inflasi yang masih tinggi," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono dalam Ulang tahun ke-43 dan Konferensi Pers Gapki, Selasa (27/2/2024).
Alhasil ekspor produk CPO dan PKO mengalami penurunan 2,38% dari 33,15 juta ton di tahun 2022 menjadi 32,21 juta ton di tahun 2023. Sementara itu ekspor untuk biodiesel dan oleokimia mengalami kenaikan masing-masing sebesar 29 ribu ton dan 395 ribu ton.
"Penurunan ekspor yang besar terjadi untuk tujuan EU (Uni Eropa) yakni sebesar 11,6% dari 4,13 juta ton di tahun 2022 menjadi 3,70 juta ton di tahun 2023," sebut Eddy.
"Sebaliknya ekspor untuk tujuan Afrika naik sebesar 33% dari 3.183 ribu ton menjadi 4.232 ribu ton, China naik 23% dari 6.280 ribu ton menjadi 7.736 ribu ton, India naik 8% dari 5.536 ribu ton menjadi 5.966 ribu ton dan USA naik 10% dari 2.276 ribu ton menjadi 2.512 ribu ton," tuturnya.
![]() Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Sementara itu, eskalasi geopolitik global kian memanas. Di saat eskalasi laut hitam yang belum mereda akibat perang Rusia dan Ukraina yang juga memberikan dampak besar pada pasokan beberapa komoditas strategis di pasar global, kini dunia juga harus menghadapi eskalasi geopolitik di laut merah akibat perang Israel dan Palestina yang juga diperkirakan dapat memberikan dampak besar terhadap pasokan komoditas mengingat laut merah merupakan jalur strategis perdagangan global.
Harga minyak nabati dunia termasuk minyak kelapa sawit tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2023. Volume ekspor diperkirakan akan mengalami penurunan, terutama karena meningkatnya kebutuhan dalam negeri.
"Kami memperkirakan prospek industri sawit tahun 2024 Konsumsi dalam negeri diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia dan kebutuhan energi (biodiesel) dengan adanya implementasi Biodiesel (B35) secara setahun penuh (Fully Implemented)," kata Eddy.
(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemelut Sawit RI-Eropa, Gapki: Sampai Kiamat Tak Akan Selesai
