Investor Asing Bawa Kabur Rp 1,4 T, IHSG Melemah 0,84%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 November 2018 16:50
Investor Asing Bawa Kabur Rp 1,4 T, IHSG Melemah 0,84%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pekan ini dengan catatan buruk. Dibuka melemah 0,04%, IHSG mengakhiri hari dengan memperlebar kekalahannya menjadi 0,84% ke level 6.056,13.

Perdagangan berlangsung luar biasa ramai dengan nilai transaksi mencapai Rp 16,8 triliun. Volume perdagangan adalah 14,07 miliar unit saham dan frekuensi perdagangan adalah 447.274 kali.

IHSG melemah kala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 0,4%, indeks Shanghai naik 0,81%, indeks Hang Seng naik 0,21%, dan indeks Strait Times naik 0,19%. Hanya indeks Kospi yang melemah, yakni sebesar 0,82%.

Kinerja bursa saham Benua Kuning terdongkrak oleh rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve edisi November 2018. Dalam rapat tersebut, ada aura dovish yang muncul. Para peserta rapat semakin menggarisbawahi bahwa ada risiko yang menghantui perekonomian AS. "Ada pertanda perlambatan di sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga," sebut notulensi itu.

Kemudian, para peserta rapat juga menekankan pentingnya berkaca kepada data (data dependent) dalam pengambilan keputusan.

"Para peserta menyiratkan bahwa sepertinya dalam rapat-rapat ke depan perlu ada perubahan bahasa penyampaian, di mana ada kalimat yang menyatakan pentingnya evaluasi terhadap berbagai data dalam menentukan arah kebijakan. Perubahan ini akan membantu memandu Komite dalam situasi perekonomian yang dinamis," tulis notulensi tersebut.

Pernyataan tersebut diartikan sebagai sinyal bahwa The Fed mungkin akan mengurangi kadar kenaikan suku bunga acuan. Sebagai informasi, The Fed memproyeksikan akan ada sekali lagi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini, yakni pada bulan Desember. Untuk tahun depan, normalisasi diproyeksikan sebanyak 3 kali.

Data ekonomi teranyar di AS memang menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Personal Comsumption Expenditure (PCE) inti atau Core PCE yang menjadi prefensi The Fed dalam mengukur inflasi tercatat sebesar 1,8% YoY pada bulan Oktober, melambat dibandingkan capaian bulan September yaitu 1,9% YoY. Pencapaian Oktober menjadi yang paling rendah sejak Februari.

Kemudian, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 24 November diumumkan sebanyak 234.000 jiwa, lebih tinggi dari konsensus yang sebesar 221.000 jiwa. Capaian pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Mei.

Kala perang dagang dengan China masih berkecamuk dan kala data ekonomi sudah memberikan sinyal perlambatan, normalisasi yang tak kelewat agresif memang merupakan pilihan terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Di sisi lain, risiko yang menghantui pergerakan bursa saham Asia datang dari pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping yang akan berlangsung pada hari Sabtu (1/12/2018) di sela-sela KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina.

Perkembangan teranyar membuat optimisme investor terkait dengan terjalinnya kesepakatan dagang antar kedua pihak memudar. Berbicara di hadapan reporter sebelum meninggalkan Gedung Putih untuk terbang ke Argentina, Trump mengatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China sudah dekat namun dirinya tak yakin menginginkan hal tersebut terjadi.

“Saya rasa kami sangat dekat untuk melakukan sesuatu (kesepakatan) dengan China tetapi saya tidak tahu apakah saya ingin melakukannya,” papar Trump pada hari Kamis (29/11/2018).

“Karena apa yang kita nikmati sekarang adalah miliaran dolar mengalir ke AS dalam bentuk tarif dan pajak,” dirinya menambahkan lebih lanjut.

Sebelumnya, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow sempat membuat pernyataan yang membangkitkan optimisme pelaku pasar. Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala kedua pimpinan negara bertemu.

"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.

Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat sudah menyakiti perekonomian masing-masing. Pada pagi hari ini di China, data Manufacturing PMI periode November 2018 versi resmi pemerintahan China diumumkan sebesar 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,2, seperti dilansir dari Trading Economics. Sektor jasa keuangan (-1,52%) menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG. Pelemahan di sektor ini terjadi seiring dengan aksi jual atas saham-saham bank BUKU IV: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 3,27%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 3,13%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 2,43%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 1,65%, danPT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,57%.

Penguatan yang sudah cukup signifikan pada perdagangan kemarin (29/11/2018) membuat investor tergiur untuk melakukan ambil untung. Apalagi, saham-saham bank BUKU IV sudah membukukan penguatan yang signifikan sejak akhir bulan lalu.

Pada perdagangan kemarin, penguatan rupiah membuat saham-saham bank BUKU IV menjadi primadona bagi investor: BMRI naik 3,38%, BBCA naik 2,95%, BBNI naik 2,63%, dan BBRI naik 1,64%.

Sejatinya, rupiah kembali menunjukkan performa yang impresif pada hari ini. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,56% di pasar spot ke level Rp 14.300/dolar AS.

Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yang datang dari aura dovish pada pertemuan The Fed edisi November 2018. Dengan adanya harapan bahwa The Fed tak akan kelewat agresif dalam melakukan normalisasi, praktis pelaku pasar melepas dolar AS dan beralih ke pelukan mata uang Garuda. Apalagi, Bank Indonesia (BI) sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan bulan ini.

Penguatan rupiah sejatinya bisa dimanfaatkan investor untuk kembali mengoleksi saham-saham bank BUKU IV. Namun sayang, sentimen perang dagang AS-China dan penguatan yang sudah signifikan membuat investor tak berani mengambil langkah tersebut.

Investor asing terpantau cukup gencar melakukan aksi ambil untung atas saham-saham bank BUKU IV. Saham BBNI dijual bersih investor asing senilai Rp 305,8 miliar, BBRI dilepas Rp 199,8 miliar, dan BMRI dilepas Rp 138,1 miliar.

Di seluruh pasar, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 1,4 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular