Genap 3 Hari Beruntun, Harga Batu Bara Stabil di US$ 101,5/MT

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
30 November 2018 11:57
Harga batu bara Newcastle kontrak acuan tidak mengalami perubahan pada penutupan perdagangan hari Kamis (29/11/2018), stabil di US$ 101,55/MT
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara Newcastle kontrak acuan tidak mengalami perubahan pada penutupan perdagangan hari Kamis (29/11/2018), stabil di level US$ 101,55/ Metrik Ton (MT). Sudah genap 3 hari, harga batu bara bertahan di level tersebut.

Meski demikian, harga si batu hitam masih dekat dengan level terendahnya nyaris dalam 7 bulan terakhir, yang dicapai pada awal pekan ini.

Sentimen positif dan negatif memang cenderung tarik menarik harga batu bara. Sentimen positif datang dari aura perdamaian dagang antara Amerika Serikat (AS)-China, sementara sentimen negatif datang dari permintaan yang lesu plus pembatasan impor di Negeri Tirai Bambu.



Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China meningkat dalam 7 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 0,51% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,51 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 23 November 2018.

Hal ini terjadi karena produsen listrik di Negeri Panda memang sudah menumpuk stok sejak jauh-jauh hari, dalam rangka menghadapi musim dingin yang tiba pada akhir tahun ini.  

Berita buruknya, membuncahnya stok batu hitam di China itu dikhawatirkan akan bertahan lama. Penyebabnya, konsumsi batu bara di musim dingin diekspektasikan lesu. Lemahnya konsumsi tidak lepas dari China's National Climate Center yang memroyeksikan bahwa musim dingin melanda dataran China akan lebih hangat dari biasanya.

Saat musim dingin ternyata tidak seekstrim yang diperkirakan, kebutuhan listrik untuk pemanas ruangan pun akan lemah. Alhasil, konsumsi batu bara di pembangkit listrik pun tidak akan sekencang yang diperkirakan sebelumnya.

Faktor negatif juga datang dari pemerintah China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Melansir laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.

Mengutip Bloomberg News, komisi perencanaan pembangunan China (National Development and Reform Comission/NDRC) telah memerintahkan sejumlah pelabuhan utama untuk menghentikan izin impor batu bara, mengutip sumber yang familiar dengan isu ini.

Hanya pembangkit listrik yang amat membutuhkan batu bara (untuk memastikan pasokan listrik di musim dingin), yang dapat mengajukan keringanan ke NDRC.   

Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.

Dengan pembatasan itu, volume impor batu bara China di November-Desember 2018 diramal turun sebesar 25-35 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya, mengutip Reuters. Padahal, pada periode Januari-Oktober 2018, volume impor China masih tercatat naik 11% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Penurunan permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.

Meski demikian, kejatuhan harga batu bara tertahan oleh optimisme pelaku pasar pada hasil pertemuan G20 di Buenos Aires pada 30 November dan 1 Desember. Pada pertemuan tersebut, Washington dan Beijing diharapkan akan membicarakan konflik dagang yang terjadi di antara mereka.

BACA: Aura Damai Dagang Terasa, Harga Batu Bara Stabil

Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow menyatakan bahwa optimisme merebak jelang pertemuan Trump-Xi di Argentina. Ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan.

"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.

Kemudian, menurut laporan Wall Street Journal (WSJ), AS-China sedang menjajaki kesepakatan perdagangan yang akan menghentikan pengenaan bea masuk tambahan dari Washington, sebagai ganti atas pembicaraan baru yang menargetkan perubahan besar terhadap kebijakan ekonomi Beijing, kata pejabat dari kedua pemerintah.


Perkembangan ini lantas melegakan pelaku pasar. Masih ada harapan Washington-Beijing bisa sama-sama melunak untuk mengakhiri perang dagang. Hal ini menjadi sentimen positif bahwa ekonomi China akan membaik ke depannya. Alhasil, permintaan batu bara Negeri Panda diekspektasikan bisa membaik.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(RHG/gus) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular