
Apakah Badai Sudah Berlalu Buat Rupiah?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 November 2018 14:50

Setidaknya ada faktor utama yang mengangkat persepsi investor terhadap rupiah. Pertama adalah harga minyak dunia yang anjlok sejak awal Oktober. Mulai 3 Oktober sampai kemarin, harga minyak jenis brent amblas 31,9% dan light sweet ambrol 34.18%.
Kejatuhan harga si emas hitam disebabkan oleh persepsi kelebihan pasokan alias oversupply. US Energy Information Administration melaporkan, cadangan minyak AS naik 3,6 juta barel menjadi 450 juta barel pada pekan lalu. Cadangan minyak Negeri Adidaya terus naik dalam 10 pekan beruntun. Kemudian Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) memperkirakan terjadi oversupply sekitar 1,34 juta barel tahun depan.
Kelebihan pasokan terjadi pada saat bersamaan dengan perlambatan ekonomi global. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3,7% pada 2019, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%.
Pasokan yang melimpah tetapi ekonomi melambat yang artinya permintaan terhadap energi akan turun. Kombinasi itu adalah killer switch yang menyebabkan harga jatuh dan bisa bertahan cukup lama jika tidak ada intervensi seperti pemangkasan produksi.
Namun koreksi harga si emas hitam adalah berkah bagi rupiah. Saat harga minyak turun, maka biaya impor migas akan ikut turun. Ini tentu akan meringankan beban di neraca migas, dan kemudian membuat transaksi berjalan (current account) membaik.
Transaksi berjalan mencerminkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, yang lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang pasokan dari portofolio di sektor keuangan alias hot money. Oleh karena itu, transaksi berjalan menjadi komponen penting yang menentukan kekuatan rupiah.
Jika pasokan valas dari transaksi berjalan bisa membaik, maka rupiah juga akan lebih stabil dan kuat. Oleh karena itu, penurunan harga minyak bisa membantu menstabilkan dan menguatkan rupiah.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(aji/aji)
Kejatuhan harga si emas hitam disebabkan oleh persepsi kelebihan pasokan alias oversupply. US Energy Information Administration melaporkan, cadangan minyak AS naik 3,6 juta barel menjadi 450 juta barel pada pekan lalu. Cadangan minyak Negeri Adidaya terus naik dalam 10 pekan beruntun. Kemudian Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) memperkirakan terjadi oversupply sekitar 1,34 juta barel tahun depan.
Pasokan yang melimpah tetapi ekonomi melambat yang artinya permintaan terhadap energi akan turun. Kombinasi itu adalah killer switch yang menyebabkan harga jatuh dan bisa bertahan cukup lama jika tidak ada intervensi seperti pemangkasan produksi.
Namun koreksi harga si emas hitam adalah berkah bagi rupiah. Saat harga minyak turun, maka biaya impor migas akan ikut turun. Ini tentu akan meringankan beban di neraca migas, dan kemudian membuat transaksi berjalan (current account) membaik.
Transaksi berjalan mencerminkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, yang lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang pasokan dari portofolio di sektor keuangan alias hot money. Oleh karena itu, transaksi berjalan menjadi komponen penting yang menentukan kekuatan rupiah.
Jika pasokan valas dari transaksi berjalan bisa membaik, maka rupiah juga akan lebih stabil dan kuat. Oleh karena itu, penurunan harga minyak bisa membantu menstabilkan dan menguatkan rupiah.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(aji/aji)
Next Page
Bungan Acuan Naik, Rupiah Kian Seksi
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular