
Morgan Stanley: 2019, Tahun Kelemahan Dolar AS
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
28 November 2018 12:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Investment Bank dan Financial Service Company Morgan Stanley baru saja merilis risetnya terkait outlook ekonomi 2019 Asia ex-Japan.
Dalam laporan yang berjudul "Domestic Demand Story Take Centre Stage", Morgan Stanley memperkirakan 2019 merupakan tahun kelemahan dolar AS.
"Tim Mata Uang Asing (FX) Morgan Stanley memperkirakan 2019 sebagai tahun kelemahan USD. Laju The Fed diperkirakan akan berhenti untuk sementara di 2H19 dan US10Y diperkirakan akan melemah ke 2,75% pada 4Q19," ungkap riset yang ditulis oleh Deyi Tan, Zac Su, Jin Choi dan Jonathan Cheun seperti dikutip Rabu (28/11/2018).
Menurut riset tersebut, ketatnya kondisi pendanaan eksternal menempatkan transaksi berjalan negara India dan Indonesia di posisi yang tidak menguntungkan. Namun, dengan kondisi sekarang ini, Morgan Stanley menilai bahwa kondisi tersebut akan segera berbalik dan memungkinkan peningkatan permintaan domestik bagi Indonesia dan India.
Morgan Staley melihat pertumbuhan ekonomi Asia ex-Japan sedikit ter-moderasi di 2019 (6,0%YoY vs 6,2%YoY di 2018).
"Pertumbuhan global yang termoderasi mengikuti tren menunjukkan gelombang pasang global yang 'membawa gejolak' dapat dikatakan mulai surut," tulis Morgan Stanley.
Seiring dengan adanya ketegangan dalam perdagangan, negara dengan orientasi ekspor serta konsentrasi pasar ekspor yang tinggi, seperti Singapura, Korea, Taiwan dan Malaysia akan tetap terdampak lebih.
"Sedangkan negara dengan orientasi ekspor yang rendah, seperti India dan Indonesia, tidak terlalu terdampak," tulisnya lebih jauh.
Pada tema ketiga, Morgan Stanley menulis siklus pemilihan umum dan kebijakan pemerintah membedakan pertumbuhan masing-masing negara. Morgan Stanley memperkirakan belanja pra-pemilu akan berkontribusi pada pertumbuhan di Indonesia, India dan Thailand. Sedangkan konsolidasi fiskal paska pemilu dapat menghambat pertumbuhan di Malaysia.
"Khusus untuk India dan Indonesia, maka permintaan domestik menjadi pusat perhatian dalam pertumbuhannya di 2019," terangnya.
Pendanaan eksternal yang dipermudah menguntungkan kedua negara ini. Lebih jauh lagi, belanja pra-pemilu sangat membantu pertumbuhan dan cenderung tidak terlalu terdampak atas siklus ekspor.
(dru/wed) Next Article Rupiah Tertekan, Akankah BI Naikkan Bunga Acuan Lagi?
Dalam laporan yang berjudul "Domestic Demand Story Take Centre Stage", Morgan Stanley memperkirakan 2019 merupakan tahun kelemahan dolar AS.
"Tim Mata Uang Asing (FX) Morgan Stanley memperkirakan 2019 sebagai tahun kelemahan USD. Laju The Fed diperkirakan akan berhenti untuk sementara di 2H19 dan US10Y diperkirakan akan melemah ke 2,75% pada 4Q19," ungkap riset yang ditulis oleh Deyi Tan, Zac Su, Jin Choi dan Jonathan Cheun seperti dikutip Rabu (28/11/2018).
![]() |
Menurut riset tersebut, ketatnya kondisi pendanaan eksternal menempatkan transaksi berjalan negara India dan Indonesia di posisi yang tidak menguntungkan. Namun, dengan kondisi sekarang ini, Morgan Stanley menilai bahwa kondisi tersebut akan segera berbalik dan memungkinkan peningkatan permintaan domestik bagi Indonesia dan India.
![]() |
"Pertumbuhan global yang termoderasi mengikuti tren menunjukkan gelombang pasang global yang 'membawa gejolak' dapat dikatakan mulai surut," tulis Morgan Stanley.
Seiring dengan adanya ketegangan dalam perdagangan, negara dengan orientasi ekspor serta konsentrasi pasar ekspor yang tinggi, seperti Singapura, Korea, Taiwan dan Malaysia akan tetap terdampak lebih.
![]() |
Pada tema ketiga, Morgan Stanley menulis siklus pemilihan umum dan kebijakan pemerintah membedakan pertumbuhan masing-masing negara. Morgan Stanley memperkirakan belanja pra-pemilu akan berkontribusi pada pertumbuhan di Indonesia, India dan Thailand. Sedangkan konsolidasi fiskal paska pemilu dapat menghambat pertumbuhan di Malaysia.
"Khusus untuk India dan Indonesia, maka permintaan domestik menjadi pusat perhatian dalam pertumbuhannya di 2019," terangnya.
Pendanaan eksternal yang dipermudah menguntungkan kedua negara ini. Lebih jauh lagi, belanja pra-pemilu sangat membantu pertumbuhan dan cenderung tidak terlalu terdampak atas siklus ekspor.
(dru/wed) Next Article Rupiah Tertekan, Akankah BI Naikkan Bunga Acuan Lagi?
Most Popular