
Inflow Asing Terbesar
Faktor Global Hentikan Reli Obligasi Sebulan Terakhir
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
28 November 2018 10:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka terkoreksi pada awal perdagangan hari ini akibat gempuran sentimen negatif global.
Koreksi hari ini juga menandai berakhirnya reli beruntun hampir sebulan penuh sejak 26 Oktober, yang hanya turun pada 12 dan 13 November.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. SUN merupakan surat berharga negara (SBN) denominasi rupiah yang paling ramai ditransaksikan di tingkat domestik.
Data Refinitiv menunjukkanterkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri FR0065 tenor 15 tahun yang mengalami kenaikan yield 4,5 basis poin (bps) menjadi 8,17%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yaitu seri 5 tahun dan 20 tahun juga terkoreksi dengan kenaikan yield 4 bps dan 3 bps menjadi 7,89% dan 8,29%.
Seri acuan 10 tahun masih menguat tipis dengan penurunan yield 0,2 bps menjadi 7,88%.
Faktor pertama adalah ketidakpastian terkait dengan isu perang dagang utamanya antara AS dengan China setelah Trump mengindikasikan kecilnya kemungkinan untuk menunda kenaikan tarif impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% ke kisaran 20%.
Meskipun demikian, penasehat ekonomi Trump yaitu Larry Kudlow menyatakan akan ada lembaran baru dalam hubungan AS-China, yang sedikit mendinginkan tensi Washington-Beijing.
Perkembangan Brexit juga dapat menjadi faktor, di mana terdapat pertentangan dari Parlemen Inggris terkait draft kesepakatan Brexit meski sebelumnya draft perjanjian tersebut sudah disepakati oleh Parlemen Uni Eropa.
Sentimen negatif global terakhir adalah perkembangan rancangan APBN Italia 2019 di mana update terakhir menunjukkan bahwa pemerintah Italia akan tetap menjalankan rencana fiskal ekspansif di tahun 2019 sekaligus mengeliminir indikasi adanya pemotongan target defisit fiskal.
Meskipun demikian, pasar saham yang masih positif ditambah faktor arus dana masuk (capital inflow) asing ke pasar SBN masih dapat menjadi faktor yang dapat menahan koreksi harga SUN agar tidak terlalu dalam.
Yield Obligasi Negara Acuan 27 Nov 2018
Sumber: Refinitiv
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 482 bps, menyempit dari posisi kemarin 484 bps.
Yield US Treasury 10 tahun masih stagnan di level 3,057%. Inflow asing dapat dicermati dari porsi investor di pasar SBN, di mana investor asing menggenggam Rp 894,68 triliun SBN, atau 37,55% dari total beredar Rp 2.382 triliun berdasarkan data per 23 November.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 30,36 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama.
Inflow Asing Terbesar Sejak Januari 2018
Inflow asing di pasar obligasi tersebut masih menjadi yang terbaik sejak Januari 2018, di mana inflow mencapai Rp 33,62 triliun menjadi Rp 869,77 triliun dibanding posisi Desember Rp 836,15 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,19% menjadi 6.023 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah masih melemah 0,14% menjadi Rp 14.530 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,03% menjadi 97,396.
Dari pasar surat utang pemerintah domestik negara berkembang, penguatan terjadi pada mayoritas pasar, yaitu Brasil, China, Malaysia, Filipina, Rusia, dan Singapura, sedangkan koreksi terjadi di India, Thailand, dan Indonesia.
Pasar obligasi negara maju juga masih menguat, yaitu di Jerman, Perancis, Inggris, dan Jepang.
Dengan kondisi tersebut, arah arus dana global terindikasi sedang berminat masuk ke setiap pasar domestik, kecuali sebagian kecil seperti Indonesia yang reli penguatan harganya sudah hampir sebulan penuh terjadi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Koreksi hari ini juga menandai berakhirnya reli beruntun hampir sebulan penuh sejak 26 Oktober, yang hanya turun pada 12 dan 13 November.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. SUN merupakan surat berharga negara (SBN) denominasi rupiah yang paling ramai ditransaksikan di tingkat domestik.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling terkoreksi adalah seri FR0065 tenor 15 tahun yang mengalami kenaikan yield 4,5 basis poin (bps) menjadi 8,17%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri acuan lain yaitu seri 5 tahun dan 20 tahun juga terkoreksi dengan kenaikan yield 4 bps dan 3 bps menjadi 7,89% dan 8,29%.
Seri acuan 10 tahun masih menguat tipis dengan penurunan yield 0,2 bps menjadi 7,88%.
Faktor pertama adalah ketidakpastian terkait dengan isu perang dagang utamanya antara AS dengan China setelah Trump mengindikasikan kecilnya kemungkinan untuk menunda kenaikan tarif impor produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% ke kisaran 20%.
Meskipun demikian, penasehat ekonomi Trump yaitu Larry Kudlow menyatakan akan ada lembaran baru dalam hubungan AS-China, yang sedikit mendinginkan tensi Washington-Beijing.
Perkembangan Brexit juga dapat menjadi faktor, di mana terdapat pertentangan dari Parlemen Inggris terkait draft kesepakatan Brexit meski sebelumnya draft perjanjian tersebut sudah disepakati oleh Parlemen Uni Eropa.
Sentimen negatif global terakhir adalah perkembangan rancangan APBN Italia 2019 di mana update terakhir menunjukkan bahwa pemerintah Italia akan tetap menjalankan rencana fiskal ekspansif di tahun 2019 sekaligus mengeliminir indikasi adanya pemotongan target defisit fiskal.
Meskipun demikian, pasar saham yang masih positif ditambah faktor arus dana masuk (capital inflow) asing ke pasar SBN masih dapat menjadi faktor yang dapat menahan koreksi harga SUN agar tidak terlalu dalam.
Yield Obligasi Negara Acuan 27 Nov 2018
Seri | Benchmark | Yield 27 Nov 2018 (%) | Yield 28 Nov 2018 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 27 Nov'18 |
FR0063 | 5 tahun | 7.851 | 7.891 | 4.00 | 7.766 |
FR0064 | 10 tahun | 7.884 | 7.882 | -0.20 | 7.793 |
FR0065 | 15 tahun | 8.127 | 8.172 | 4.50 | 8.0674 |
FR0075 | 20 tahun | 8.265 | 8.297 | 3.20 | 8.2039 |
Avg movement | 2.87 |
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 482 bps, menyempit dari posisi kemarin 484 bps.
Yield US Treasury 10 tahun masih stagnan di level 3,057%. Inflow asing dapat dicermati dari porsi investor di pasar SBN, di mana investor asing menggenggam Rp 894,68 triliun SBN, atau 37,55% dari total beredar Rp 2.382 triliun berdasarkan data per 23 November.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 30,36 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama.
Inflow Asing Terbesar Sejak Januari 2018
Inflow asing di pasar obligasi tersebut masih menjadi yang terbaik sejak Januari 2018, di mana inflow mencapai Rp 33,62 triliun menjadi Rp 869,77 triliun dibanding posisi Desember Rp 836,15 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,19% menjadi 6.023 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah masih melemah 0,14% menjadi Rp 14.530 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,03% menjadi 97,396.
Dari pasar surat utang pemerintah domestik negara berkembang, penguatan terjadi pada mayoritas pasar, yaitu Brasil, China, Malaysia, Filipina, Rusia, dan Singapura, sedangkan koreksi terjadi di India, Thailand, dan Indonesia.
Pasar obligasi negara maju juga masih menguat, yaitu di Jerman, Perancis, Inggris, dan Jepang.
Dengan kondisi tersebut, arah arus dana global terindikasi sedang berminat masuk ke setiap pasar domestik, kecuali sebagian kecil seperti Indonesia yang reli penguatan harganya sudah hampir sebulan penuh terjadi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 27 Nov 2018 (%) | Yield 28 Nov 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 10.2 | 10.12 | -8.00 |
China | 3.449 | 3.432 | -1.70 |
Jerman | 0.358 | 0.343 | -1.50 |
Perancis | 0.737 | 0.722 | -1.50 |
Inggris | 1.412 | 1.379 | -3.30 |
India | 7.731 | 7.734 | 0.30 |
Italia | 3.272 | 3.304 | 3.20 |
Jepang | 0.09 | 0.089 | -0.10 |
Malaysia | 4.168 | 4.167 | -0.10 |
Filipina | 7.168 | 7.098 | -7.00 |
Rusia | 8.9 | 8.85 | -5.00 |
Singapura | 2.403 | 2.398 | -0.50 |
Thailand | 2.65 | 2.66 | 1.00 |
Turki | 15.95 | 16.08 | 13.00 |
Amerika Serikat | 3.055 | 3.057 | 0.20 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular