
Perang Dagang Begitu Panas, IHSG Akhirnya Bertekuk Lutut
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 November 2018 16:46

Pasca menjadi pahlawan pada perdagangan kemarin dengan membukukan beli bersih sebesar Rp 199,2 miliar dan membawa IHSG finis di zona hijau (+0,28%), investor asing tak bisa lagi berbicara banyak pada hari ini.
Hingga akhir perdagangan, investor asing sejatinya membukukan beli bersih sebesar Rp 155,8 miliar. Namun, jumlah sebesar itu tak cukup untuk membawa IHSG menguat.
Saham-saham bank BUKU IV ternyata masih menjadi primadona bagi investor asing. Kemarin, aksi beli investor asing juga terkonsentrasi pada saham bank-bank BUKU IV: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dibeli bersih senilai Rp 119,9 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 109,2 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 33,4 miliar.
Hari ini, BBRI dikoleksi senilai Rp 341,2 miliar, BBNI Rp 130,3 miliar, BBCA Rp 93 miliar, dan BMRI Rp 42,3 miliar.
Harga saham BBRI ditutup menguat 1,69%, BBNI menguat 2,67%, BBCA menguat 1,09%, dan BMRI menguat 1,02%.
Seiring dengan penguatan saham-saham bank BUKU IV, indeks sektor jasa keuangan membukukan apresiasi sebesar 1,05%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG.
Investor asing mengapresiasi komentar dari bank sentral dengan melakukan aksi beli atas saham-saham bank BUKU IV. Berbicara dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa stance kebijakan moneter ahead the curve dan preemtif yang selama ini ditempuh akan dipertahankan pada tahun depan.
"Stance kebijakan moneter ahead the curve dan preemtif akan kami pertahankan pada 2019. Kebijakan suku bunga akan diarahkan kepada inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang stabil," kata Perry.
Namun begitu, bukan berarti bank sentral menjadi tak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan makroprudensial akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanah air.
"Pada 2019, kebijakan makroprudensial yang akomodatif akan terus kami lanjutkan. Kami juga akan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pengembangan UMKM dan sektor prioritas termasuk ekspor dan pariwisata," papar Perry.
Belum lama ini, BI sudah memberikan relaksasi terkait aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging. Sebelumnya, besaran GWM averaging ditetapkan sebesar 2%. Kini, besarannya dilonggarkan menjadi 3%.
GWM averaging merupakan bagian dari GWM primer yang sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Perlu diketahui bahwa GWM averaging tak perlu dipenuhi secara harian sehingga memberikan ruang bagi bank untuk menyesuaikan dengan kondisi likuiditasnya.
"Itu demikian dari 6,5% (GWM primer), semula 2% (GWM averaging) tidak perlu dipenuhi hari per hari, sekarang jadi 3%. Dengan demikian, ini meningkatkan fleksibilitas dari manajemen likuiditas," papar Perry, Kamis (15/11/2018).
Dengan likuiditas yang kini kian longgar, perbankan menjadi memiliki ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kredit. Apalagi, permintaan kredit di Indonesia sedang tinggi-tingginya.
Melansir Reuters, penyaluran kredit bank komersial tumbuh sebesar 12,69% YoY pada September 2018, naik dari capaian periode Agustus 2018 yang sebesar 12,12% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Hingga akhir perdagangan, investor asing sejatinya membukukan beli bersih sebesar Rp 155,8 miliar. Namun, jumlah sebesar itu tak cukup untuk membawa IHSG menguat.
Saham-saham bank BUKU IV ternyata masih menjadi primadona bagi investor asing. Kemarin, aksi beli investor asing juga terkonsentrasi pada saham bank-bank BUKU IV: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dibeli bersih senilai Rp 119,9 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 109,2 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 33,4 miliar.
Harga saham BBRI ditutup menguat 1,69%, BBNI menguat 2,67%, BBCA menguat 1,09%, dan BMRI menguat 1,02%.
Seiring dengan penguatan saham-saham bank BUKU IV, indeks sektor jasa keuangan membukukan apresiasi sebesar 1,05%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG.
Investor asing mengapresiasi komentar dari bank sentral dengan melakukan aksi beli atas saham-saham bank BUKU IV. Berbicara dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa stance kebijakan moneter ahead the curve dan preemtif yang selama ini ditempuh akan dipertahankan pada tahun depan.
"Stance kebijakan moneter ahead the curve dan preemtif akan kami pertahankan pada 2019. Kebijakan suku bunga akan diarahkan kepada inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang stabil," kata Perry.
Namun begitu, bukan berarti bank sentral menjadi tak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan makroprudensial akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanah air.
"Pada 2019, kebijakan makroprudensial yang akomodatif akan terus kami lanjutkan. Kami juga akan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pengembangan UMKM dan sektor prioritas termasuk ekspor dan pariwisata," papar Perry.
Belum lama ini, BI sudah memberikan relaksasi terkait aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging. Sebelumnya, besaran GWM averaging ditetapkan sebesar 2%. Kini, besarannya dilonggarkan menjadi 3%.
GWM averaging merupakan bagian dari GWM primer yang sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Perlu diketahui bahwa GWM averaging tak perlu dipenuhi secara harian sehingga memberikan ruang bagi bank untuk menyesuaikan dengan kondisi likuiditasnya.
"Itu demikian dari 6,5% (GWM primer), semula 2% (GWM averaging) tidak perlu dipenuhi hari per hari, sekarang jadi 3%. Dengan demikian, ini meningkatkan fleksibilitas dari manajemen likuiditas," papar Perry, Kamis (15/11/2018).
Dengan likuiditas yang kini kian longgar, perbankan menjadi memiliki ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kredit. Apalagi, permintaan kredit di Indonesia sedang tinggi-tingginya.
Melansir Reuters, penyaluran kredit bank komersial tumbuh sebesar 12,69% YoY pada September 2018, naik dari capaian periode Agustus 2018 yang sebesar 12,12% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular