IHSG Tertekan, Bisakah Investor Asing Jadi Penyelamat (Lagi)?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 November 2018 14:55
IHSG Tertekan, Bisakah Investor Asing Jadi Penyelamat (Lagi)?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada dalam tekanan pada perdagangan hari ini. Memulai hari dengan melemah sebesar 0,34% ke level 6.002,39, IHSG ditutup menguat tipis 0,03% pada akhir sesi 1 ke level 6.024,49. Pada pukul 14:30 WIB, IHSG menguat tipis 0,01% ke level 6.023,54.

Situasi ini mirip dengan yang terjadi kemarin (26/11/2018). Dibuka melemah 0,14%, IHSG kemudian menguat 0,33% ke titik tertingginya di level 6.025,99. Pada akhir sesi 1, IHSG ditutup menguat, namun tipis saja yakni 0,04% ke level 6.008,83.

Pada akhir sesi 2 kemarin, IHSG ditutup menguat 0,28% ke level 6.022,78. Dorongan beli investor asing sukses membuat IHSG ditutup dengan penguatan yang terbilang lumayan.

Per akhir sesi 1, investor asing masih membukukan jual bersih sebesar Rp 7,4 miliar. Namun per akhir sesi 2, investor asing ternyata sudah tancap gas dengan membukukan beli bersih senilai Rp 199,2 miliar.

Untuk perdagangan hari ini, bisakah investor asing diharapkan untuk kembali menyelamatkan IHSG? Hingga berita ini diturunkan, investor asing membukukan jual bersih sebesar Rp 40,2 miliar.

[Gambas:Video CNBC]



Terlepas dari jual bersih yang dicatatkan di pasar saham, saham-saham bank BUKU IV ternyata masih menarik di mata investor asing. Kemarin, aksi beli investor asing juga terkonsentrasi pada saham bank-bank BUKU IV: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dibeli bersih senilai Rp 119,9 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 109,2 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 33,4 miliar.

Hari ini, BBRI dikoleksi senilai Rp 157 miliar, BBNI Rp 65,4 miliar, BMRI Rp 18,9 miliar, dan BBCA Rp 10,6 miliar.

Investor asing mengapresiasi komentar dari bank sentral dengan melakukan aksi beli atas saham-saham bank BUKU IV. Berbicara dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa stance kebijakan moneter ahead the curve dan preemtif yang selama ini ditempuh akan dipertahankan pada tahun depan.

"Stance kebijakan moneter ahead the curve dan preemtif akan kami pertahankan pada 2019. Kebijakan suku bunga akan diarahkan kepada inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang stabil," kata Perry.

Namun begitu, bukan berarti bank sentral menjadi tak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan makroprudensial akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanah air.

"Pada 2019, kebijakan makroprudensial yang akomodatif akan terus kami lanjutkan. Kami juga akan mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pengembangan UMKM dan sektor prioritas termasuk ekspor dan pariwisata," papar Perry.

Belum lama ini, BI sudah memberikan relaksasi terkait aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging. Sebelumnya, besaran GWM averaging ditetapkan sebesar 2%. Kini, besarannya dilonggarkan menjadi 3%.

GWM averaging merupakan bagian dari GWM primer yang sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Perlu diketahui bahwa GWM averaging tak perlu dipenuhi secara harian sehingga memberikan ruang bagi bank untuk menyesuaikan dengan kondisi likuiditasnya.

"Itu demikian dari 6,5% (GWM primer), semula 2% (GWM averaging) tidak perlu dipenuhi hari per hari, sekarang jadi 3%. Dengan demikian, ini meningkatkan fleksibilitas dari manajemen likuiditas," papar Perry, Kamis (15/11/2018).

Dengan likuiditas yang kini kian longgar, perbankan menjadi memiliki ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kredit. Apalagi, permintaan kredit di Indonesia sedang tinggi-tingginya.

Melansir Reuters, penyaluran kredit bank komersial tumbuh sebesar 12,69% YoY pada September 2018, naik dari capaian periode Agustus 2018 yang sebesar 12,12% YoY.

Dengan melihat appetite investor asing yang masih sangat besar terhadap saham-saham bank BUKU IV, ada kemungkinan pada akhir perdagangan investor asing akan membukukan beli bersih di pasar saham dan membawa IHSG membukukan penguatan yang lumayan seperti kemarin.



Namun, ada faktor yang harus diperhatikan yakni pelemahan nilai tukar rupiah. Kemarin, rupiah menguat 0,45% di pasar spot ke level Rp 14.470/dolar AS, menjadikannya mata uang dengan performa terbaik di kawasan Asia. Posisi Ini sekaligus menandai kali pertama rupiah ditutup di bawah level Rp 15.500/dolar AS sejak 10 Agustus silam.

Penguatan rupiah menjadi faktor utama yang mendorong investor asing masuk ke pasar saham tanah air dengan mengoleksi saham-saham bank BUKU IV.

Pada hari ini, rupiah melemah 0,17% di pasar spot ke level Rp 14.495/dolar AS. Rupiah melemah seiring dengan mencuatnya persepsi terkait dengan kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve pada penghujung tahun.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 26 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 79,2%, lebih tinggi dari posisi 23 November yang sebesar 75,8%.

Mencuatnya persepsi tersebut datang seiring dengan kuatnya proyeksi penjualan pada momen Black Friday dan Cyber Monday. Menurut US National Retail Federation, Black Friday tahun ini diperkirakan menghasilkan transaksi lebih dari US$ 6 miliar, naik 23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara untuk total musim belanja November-Desember tahun ini diperkirakan mampu meraup transaksi US$ 720,89 miliar.

Kemudian menurut lembaga riset Planalytics, akan ada 75 juta pelanggan yang akan berbelanja dalam Cyber Monday. Nilai transaksi diperkirakan mencapai US$ 7,8 miliar.

Mengingat konsumsi menyumbang lebih dari setengah perekonomian AS, pertumbuhan ekonomi di Negeri Paman Sam nampaknya masih akan cukup baik pada kuartal-IV 2018, sehingga The Fed perlu mengerek suku bunga acuannya.

Jika pelemahan rupiah bertambah parah, investor asing bisa dipaksa melepas saham-saham di tanah air dalam jumlah yang lebih besar. Pada akhirnya, IHSG yang kini sedang naik tipis justru bisa ditutup di zona merah.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular