Pelan-pelan Asing Mulai Masuk Bursa Saham RI

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
05 February 2020 13:19
Dari dalam negeri, belum ada katalis positif yang cukup mengangkat performa IHSG
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sempat jor-joran melepas portofolio sahamnya di bursa, investor asing (foreign) mulai kembali masuk pasar hingga membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat.

Dari dalam negeri, belum ada katalis positif yang cukup mengangkat performa IHSG. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh minimal pada tahun 2019 hanya 5,02%.

Pada sesi I perdagangan Rabu (5/2/2020) siang ini, IHSG mengalami penguatan dengan kenaikan 25 poin atau 0,44% ditutup pada level 5.948. Nilai transaksi yang tercipta sebanyak 2,53 miliar saham senilai Rp 2,95 triliun.


Transaksi yang dilakukan investor asing sebesar 43,38% dari jumlah tersebut, sedangkan sisanya 56,62% dilakukan oleh investor domestik. Di pasar reguler, asing membukukan beli bersih (net buy) senilai Rp 91,08 miliar dan net buy terjadi sebesar Rp 88,3 miliar di semua pasar.

Kemarin asing juga tercatat membukukan net buy senilai Rp 143,46 miliar. Namun jika dihitung secara year to date asing tercatat membukukan net sell Rp 549,07 miliar.

Saham-saham yang paling banyak dikoleksi asing hari ini yakni: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 154,4 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 32,66 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 16,98 miliar), PT Adaro Energy Tbk (Rp 16,98 miliar), dan PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 12,06 miliar).

Sejak awal tahun (year to date/ytd), asing membukukan jual bersih hingga Rp 2,61 triliun di pasar reguler, dan sebesar Rp 549,07 miliar di semua pasar. Aksi jual tersebut turut membawa IHSG mengalami penurunan kinerja sejak awal tahun hingga Selasa (4/2/2020) dengan penurunan 377 poin atau 5,99% pada level 5.922.

Meski kinerja pasar saham lesu, kondisi berbeda terlihat di pasar obligasi yang justru menunjukkan gairah penguatan. Mengacu pada data Refinitiv, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah bertenor 5 tahun mengalami penurunan 40,8 poin menjadi 6,36%, sedangkan tenor 10 juga turun 46,6 basis poin menjadi 6,63%, dan tenor 20 tahun turun 33 poin menjadi 7,749%.

Di pasar obligasi, pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Akan tetapi, yield lebih umum menjadi acuan transaksi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Sumber: Refinitiv

TIM RISET CNBC INDONESIA


(yam/yam) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular