
Meski Ada B10 di Malaysia, Harga CPO Loyo di Awal Pekan
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 November 2018 14:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Februari 2019 di Bursa Derivatif Malaysia terkoreksi 0,88% ke MYR 2.026/ton pada perdagangan hari ini Senin (26/11/2018) hingga pukul 14.00 WIB.
Dengan pergerakan itu, harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini kembali terancam jatuh ke level di bawah MYR 2.000/ton lagi. Pada pertengahan bulan ini, harga CPO sempat anjlok ke level terendahnya dalam lebih dari 3 tahun terakhir, yakni ke level MYR 1.972/ton.
Harga CPO masih diselimuti sejumlah sentimen negatif, utamanya datang dari lesunya permintaan global dan anjloknya harga minyak mentah dunia. Meski demikian, ada harapan yang datang dari implementasi B10 di Malaysia.
Ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia dilaporkan turun 2,6% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 1,04 juta ton pada periode 1-25 November, berdasarkan survei kargo yang dilakukan Intertek Testing Services kemarin.
Hasil survei ini menunjukkan bahwa ekspor minyak kelapa sawit Negeri Jiran belum mampu pulih pasca melemah sebesar 14,1% MtM pada bulan Oktober. Lesunya permintaan ini lantas mengonfirmasi kekhawatiran pelaku pasar akan permintaan yang loyo pada 2 bulan terakhir tahun 2018.
Stok minyak kedelai di India (importir CPO terbesar dunia) sedang tinggi-tingginya, sehingga mengurangi permintaan CPO. Sedangkan, permintaan dari Eropa dan China juga berkurang karena berlangsungnya musim dingin. Sebagai catatan, minyak kelapa sawit akan memadat pada cuaca yang dingin.
Di saat ekspor lesu, produksi minyak kelapa sawit Malaysia malah diekspektasikan melambung pada dua bulan terakhir tahun ini mengikuti pola musimannya. Alhasil, stok minyak kelapa sawit di Malaysia pun akan kembali melambung. Padahal, pada bulan lalu stok sudah meningkat 7,6% MtM ke 2,72 juta ton.
Tekanan bagi harga CPO juga datang dari ambasnya harga minyak mentah dunia. Pada penutupan perdagangan hari Jumat (21/11/2018), harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) ambrol nyaris 8%, sedangkan harga brent yang menjadi acuan di Eropa amblas 6% lebih.
Saking parahnya penurunan harga di akhir pekan lalu, pelaku pasar tak segan menyebut peristiwa kala itu sebagai "Black Friday" bagi harga minyak mentah dunia.
Penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen menurunnya permintaan CPO.
Tidak hanya dari harga minyak mentah, harga CPO pun dipengaruhi oleh koreksi harga minyak kedelai. Mengutip Refinitiv, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) tercatat turun 0,22% pada pedagangan hari ini (hingga pukul 13.45 WIB). Pada akhir pekan lalu, harganya juga melemah 0,54%.
Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai turun, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut melemah.
Bagaimana Pengaruh Kebijakan B10 Malaysia?
Di tengah sentimen negatif yang membayangi, sebenarnya ada satu kabar yang positif bagi harga CPO. Malaysia mengumumkan akan meningkatkan konten biofuel minimum pada produksi biodiesel yang digunakan di sektor transportasi, dari semula 7% menjadi 10% (B10).
"Kabinet telah menyetujui penggunaan B10, dan akan diimplementasikan mulai 1 Desember. Kita juga sepakat dengan Federasi Manufaktur Malaysia bahwa sektor industri akan menggunakan B7," ujar Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok, seperti dikutip dari Reuters.
Stasiun pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Malaysia saat ini baru menggunakan B7. Program penggunaan B10 sendiri akan digunakan di sektor transportasi secara mandatori pada Februari 2019.
Hal ini tentu akan menjadi sentimen bahwa permintaan domestik Malaysia akan meningkat, serta mengurangi stok minyak kelapa sawit di Negeri Jiran yang diekspektasikan akan melambung tinggi. Kabar ini lantas berpotensi memupus pelemahan harga CPO pada hari ini.
Meski demikian, ada kemungkinan pelaku pasar juga memandang bahwa kebijakan peningkatan konten biofuel di Malaysia tersebut baru akan memberikan pengaruh pada jangka menengah hingga jangka panjang, sehingga belum akan berpengaruh secara signifikan pada kondisi pasar terkini.
Sebagai informasi, sejak September lalu Indonesia sebenarnya sudah menerapkan kebijakan yang sama, bahkan lebih agresif, yakni B20. Sama seperti kebijakan B10 di Malaysia, nampaknya kebijakan ini juga diekspektasikan baru akan memberikan dampak di jangka menengah atau panjang.
Hal tersebut pun diakui oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahwa dampak kebijakan B20 membutuhkan waktu kurang lebih setahun sejak diimplementasikan pada beberapa bulan yang lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/RHG) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali
Dengan pergerakan itu, harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini kembali terancam jatuh ke level di bawah MYR 2.000/ton lagi. Pada pertengahan bulan ini, harga CPO sempat anjlok ke level terendahnya dalam lebih dari 3 tahun terakhir, yakni ke level MYR 1.972/ton.
Harga CPO masih diselimuti sejumlah sentimen negatif, utamanya datang dari lesunya permintaan global dan anjloknya harga minyak mentah dunia. Meski demikian, ada harapan yang datang dari implementasi B10 di Malaysia.
Ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia dilaporkan turun 2,6% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 1,04 juta ton pada periode 1-25 November, berdasarkan survei kargo yang dilakukan Intertek Testing Services kemarin.
Hasil survei ini menunjukkan bahwa ekspor minyak kelapa sawit Negeri Jiran belum mampu pulih pasca melemah sebesar 14,1% MtM pada bulan Oktober. Lesunya permintaan ini lantas mengonfirmasi kekhawatiran pelaku pasar akan permintaan yang loyo pada 2 bulan terakhir tahun 2018.
Stok minyak kedelai di India (importir CPO terbesar dunia) sedang tinggi-tingginya, sehingga mengurangi permintaan CPO. Sedangkan, permintaan dari Eropa dan China juga berkurang karena berlangsungnya musim dingin. Sebagai catatan, minyak kelapa sawit akan memadat pada cuaca yang dingin.
Di saat ekspor lesu, produksi minyak kelapa sawit Malaysia malah diekspektasikan melambung pada dua bulan terakhir tahun ini mengikuti pola musimannya. Alhasil, stok minyak kelapa sawit di Malaysia pun akan kembali melambung. Padahal, pada bulan lalu stok sudah meningkat 7,6% MtM ke 2,72 juta ton.
Tekanan bagi harga CPO juga datang dari ambasnya harga minyak mentah dunia. Pada penutupan perdagangan hari Jumat (21/11/2018), harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) ambrol nyaris 8%, sedangkan harga brent yang menjadi acuan di Eropa amblas 6% lebih.
Saking parahnya penurunan harga di akhir pekan lalu, pelaku pasar tak segan menyebut peristiwa kala itu sebagai "Black Friday" bagi harga minyak mentah dunia.
Penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen menurunnya permintaan CPO.
Tidak hanya dari harga minyak mentah, harga CPO pun dipengaruhi oleh koreksi harga minyak kedelai. Mengutip Refinitiv, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) tercatat turun 0,22% pada pedagangan hari ini (hingga pukul 13.45 WIB). Pada akhir pekan lalu, harganya juga melemah 0,54%.
Seperti diketahui, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya, seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga kedelai turun, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut melemah.
Bagaimana Pengaruh Kebijakan B10 Malaysia?
Di tengah sentimen negatif yang membayangi, sebenarnya ada satu kabar yang positif bagi harga CPO. Malaysia mengumumkan akan meningkatkan konten biofuel minimum pada produksi biodiesel yang digunakan di sektor transportasi, dari semula 7% menjadi 10% (B10).
"Kabinet telah menyetujui penggunaan B10, dan akan diimplementasikan mulai 1 Desember. Kita juga sepakat dengan Federasi Manufaktur Malaysia bahwa sektor industri akan menggunakan B7," ujar Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok, seperti dikutip dari Reuters.
Stasiun pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Malaysia saat ini baru menggunakan B7. Program penggunaan B10 sendiri akan digunakan di sektor transportasi secara mandatori pada Februari 2019.
Hal ini tentu akan menjadi sentimen bahwa permintaan domestik Malaysia akan meningkat, serta mengurangi stok minyak kelapa sawit di Negeri Jiran yang diekspektasikan akan melambung tinggi. Kabar ini lantas berpotensi memupus pelemahan harga CPO pada hari ini.
Meski demikian, ada kemungkinan pelaku pasar juga memandang bahwa kebijakan peningkatan konten biofuel di Malaysia tersebut baru akan memberikan pengaruh pada jangka menengah hingga jangka panjang, sehingga belum akan berpengaruh secara signifikan pada kondisi pasar terkini.
Sebagai informasi, sejak September lalu Indonesia sebenarnya sudah menerapkan kebijakan yang sama, bahkan lebih agresif, yakni B20. Sama seperti kebijakan B10 di Malaysia, nampaknya kebijakan ini juga diekspektasikan baru akan memberikan dampak di jangka menengah atau panjang.
Hal tersebut pun diakui oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bahwa dampak kebijakan B20 membutuhkan waktu kurang lebih setahun sejak diimplementasikan pada beberapa bulan yang lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/RHG) Next Article 4 Hari Melemah, Harga CPO Mulai Naik Kembali
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular