
Kado Akhir Pekan Buat Indonesia: Rupiah Terbaik di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 November 2018 16:44

Setidaknya ada dua bahan baku utama keperkasaan rupiah hari ini. Pertama adalah derasnya arus modal di pasar keuangan Indonesia, utamanya di pasar obligasi.
Masuknya arus modal terlihat dari penurunan imbal hasil (yield), pertanda harga obligasi sedang naik akibat tingginya permintaan. Pada pukul 16:11 WIB, hampir seluruh yield obligasi pemerintah tenor acuan bergerak turun.
Meski sudah lebih dari seminggu, investor masih mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6%. Sejak Mei, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah naik 175 basis poin.
BI mengakui bahwa tujuan utama kenaikan suku bunga acuan adalah membuat pasar keuangan lebih atraktif. Sebab kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan ikut mengerek imbalan investasi di Indonesia, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.
Dilatarbelakangi pencarian cuan, investor terus masuk ke pasar obligasi pemerintah. Per 21 November, nilai kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah Indonesia adalah Rp 889,21 triliun. Naik 6,23% dibandingkan posisi awal tahun.
Ke depan, bukan tidak mungkin BI akan tetap mengedepankan sikap (stance) moneter yang ketat alias hawkish. Sebab, pada 2019 sepertinya The Federal Reserve/The Fed masih akan melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan setidaknya ada tiga kali kenaikan Federal Funds Rate tahun depan.
Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun diperkirakan mulai menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas (tengah tahun) 2019. Selamat tinggal suku bunga rendah, selamat datang di era normal baru yaitu suku bunga tinggi.
Apabila BI tidak mengikuti tren ini, maka pelaku pasar berpotensi akan meninggalkan Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sepertinya masih akan terjadi tahun depan. Imbal hasil hasil obligasi pun bisa terus terkerek sehingga semakin menggiurkan.
Melihat potensi itu, pelaku pasar berbondong-bondong terus masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia. Derasnya arus modal itu berkontribusi terhadap penguatan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Masuknya arus modal terlihat dari penurunan imbal hasil (yield), pertanda harga obligasi sedang naik akibat tingginya permintaan. Pada pukul 16:11 WIB, hampir seluruh yield obligasi pemerintah tenor acuan bergerak turun.
BI mengakui bahwa tujuan utama kenaikan suku bunga acuan adalah membuat pasar keuangan lebih atraktif. Sebab kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan ikut mengerek imbalan investasi di Indonesia, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.
Dilatarbelakangi pencarian cuan, investor terus masuk ke pasar obligasi pemerintah. Per 21 November, nilai kepemilikan investor asing di obligasi pemerintah Indonesia adalah Rp 889,21 triliun. Naik 6,23% dibandingkan posisi awal tahun.
Ke depan, bukan tidak mungkin BI akan tetap mengedepankan sikap (stance) moneter yang ketat alias hawkish. Sebab, pada 2019 sepertinya The Federal Reserve/The Fed masih akan melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan setidaknya ada tiga kali kenaikan Federal Funds Rate tahun depan.
Tidak hanya The Fed, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) pun diperkirakan mulai menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas (tengah tahun) 2019. Selamat tinggal suku bunga rendah, selamat datang di era normal baru yaitu suku bunga tinggi.
Apabila BI tidak mengikuti tren ini, maka pelaku pasar berpotensi akan meninggalkan Indonesia. Oleh karena itu, kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sepertinya masih akan terjadi tahun depan. Imbal hasil hasil obligasi pun bisa terus terkerek sehingga semakin menggiurkan.
Melihat potensi itu, pelaku pasar berbondong-bondong terus masuk ke pasar obligasi pemerintah Indonesia. Derasnya arus modal itu berkontribusi terhadap penguatan rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Harga Minyak Turut Dukung Rupiah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular