APBN per Oktober: Belanja Modal Ditekan, Subsidi BBM Melonjak

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
15 November 2018 19:42
Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia terhadap perkembangan sejumlah pos belanja hingga akhir bulan lalu.
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di Konferensi Pers APBN KiTa (Dok Kemenkeu)
Jakarta, CNBC Indonesia - Belanja Pemerintah Pusat meningkat 19,6% secara tahunan (year-on-year/YoY) ke angka Rp 1.074,4 triliun hingga akhir Oktober 2018. Realisasi itu lantas mencapai 73,9% dari target APBN 2018 sebesar Rp1.454,5 triliun.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada konferensi pers APBN KiTA hari ini Kamis (15/11/2018).

Setidaknya ada beberapa pos belanja pemerintah yang naik cukup kencang, yakni belanja lain-lain (72% YoY), subsidi (56,2% YoY), bantuan sosial (47,8% YoY), belanja barang (18,8% YoY), dan pembayaran bunga utang (16,4% YoY).




Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia terhadap perkembangan sejumlah pos belanja hingga akhir bulan lalu.

Pertama, untuk pos pembayaran bunga utang, pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan suku bunga acuan nampaknya memiliki andil bagi naiknya pembayaran bunga utang. 

Sebagai catatan, hingga akhir Oktober 2018, pembayaran bunga utang sudah mencapai Rp 213,2 triliun, atau mencapai 89,4% dari target APBN 2018.

Sepanjang tahun ini hingga akhir Oktober, nilai tukar rupiah memang melemah 12% lebih. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi cukup signifikan ini nampaknya berdampak pada bertambahnya beban pemerintah untuk membayar bunga utang (khususnya untuk utang luar negeri). 

Kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) sebanyak 150 basis poin (bps) di sepanjang tahun hingga akhir Oktober juga mengerek suku bunga obligasi pemerintah, sehingga turut menjadi beban pembayaran tambahan.

Kedua, kenaikan pos subsidi didorong oleh kenaikan subsidi energi yang mencapai 77,3% YoY ke angka Rp 117,4 triliun. Secara rinci, subsidi BBM & LPG naik 135,5% YoY ke Rp 75,3 triliun, sementara subsidi listrik tumbuh 22,9% YoY ke Rp 42,1 triliun.

Pertumbuhan subsidi BBM & LPG lantas menjadi yang terbesar dibandingkan pos belanja pemerintah lainnya. Realisasi subsidi BBM& LPG bahkan sudah mencapai 160,7% dari target APBN 2018. Artinya, kuota subsidi untuk solar dan LPG di tahun ini sudah amat jebol. 

Kenaikan harga minyak mentah dunia ditambah pelemahan rupiah, nampaknya berkontribusi bengkaknya subsidi BBM & LPG. Harga minyak jenis brent naik nyaris 13% di sepanjang tahun ini, hingga akhir Oktober 2018, bahkan sempat melebihi level US$ 85/barel.

Pemerintah sendiri sudah sepakat menaikkan alokasi subsidi solar yang semula ditetapkan Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter.

"Ini (kenaikan subsidi BBM) karena ada kenaikan pembayaran subsidi dari Rp 500/liter jadi Rp 2.000/liter," ujar Sri Mulyani.

Ketiga, belanja pegawai juga naik cukup pesat sebesar 10,7% YoY ke angka Rp 288,9 triliun. Hal ini nampaknya tidak lepas dari kebijakan THR dan gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diterapkan pemerintah pada pertengahan tahun ini.

Keempat, di sisi lain ada 2 pos belanja yang pertumbuhannya tidak memuaskan, yakni pos belanja hibah dan belanja modal. Belanja hibah terkontraksi alias minus 96,5% YoY, sedangkan belanja modal hanya tumbuh 1,2% YoY.

Lambatnya pertumbuhan belanja modal pemerintah menjadi menarik, karena nampaknya hal ini berhubungan dengan kebijakan Jokowi untuk menahan laju pembangunan infrastruktur demi menyelamatkan rupiah dan defisit  transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Belanja modal pemerintah merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya, yang pada umumnya memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Peningkatan belanja modal pemerintah akan mendorong naik komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Sehatnya pertumbuhan PMTB akan menjadi sinyal yang baik bagi ekonomi secara jangka panjang.

Selain itu, belanja modal juga akan meningkatkan kapasitas produksi negara melalui pembangunan. Sebagai contoh, pembangunan pelabuhan penyeberangan, pelabuhan, bandara, dan stasiun akan meningkatkan konektivitas antar wilayah membuka isolasi untuk meningkatkan kapasitas arus orang, barang, dan jasa.

Oleh karena itu, belanja modal menjadi pos belanja yang paling produktif dibandingkan pos anggaran lainnya. Perannya amat krusial dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Sayang, nampaknya pos ini akhirnya dikorbankan demi menyelamatkan CAD dan rupiah.

Realisasi belanja modal hingga akhir Oktober sendiri mencapai Rp 107,3 triliun, atau baru sebesar 52,7% dari target APBN 2018. Realisasi itu menjadi yang paling kecil di antara belanja pegawai (79% APBN) dan belanja barang (67,1% APBN). 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(RHG/gus) Next Article Benarkah Pemerintah Tak Lagi Berutang untuk Tutup Utang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular