
Bunga BI Naik Jadi 6%, Semua Demi Menjaga CAD!
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
15 November 2018 15:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%. BI telah menaikkan bunga acuannya sebesar 175 bps sejak awal tahun 2018.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan seluruh jajaran Dewan Gubernur lainnya memutuskan untuk menaikkan bunga sebagai antisipasi melebarnya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).
"Keputusan tersebut sebagai langkah lanjutan Bank Indonesia untuk memperkuat upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman," jelas Perry Warjiyo dalam konferensi persnya di Gedung BI, Kamis (15/11/2018).
Bank sentral melihat bengkaknya CAD di kuartal III-2018 yang mencapai 3,37% dari PDB memberikan efek negatif terhadap fundamental Indonesia. Pengetatan likuiditas globa memaksa aliran modal asing kembali ke AS. Transaksi modal & finansial yang kerap digunakan untuk membiayai CAD, tak mampu membendung bengkaknya transaksi berjalan.
BI melihat perlunya menaikkan bunga untuk memperkuat kembali daya tarik aset keuangan domestik. Mudahnya, dengan bunga naik maka BI berharap inflow akan masuk.
"Kenaikan suku bunga kebijakan tersebut juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," terang Perry.
Likuditas Mengetat, Kebijakan Baru pun Keluar
Dalam kesempatan yang sama, Perry menjelaskan untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan, maka bank sentral menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata (konvensional dan syariah) dari 2% menjadi 3% serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial/PLM (konvensional dan syariah) yang dapat direpokan ke Bank Indonesia dari 2% menjadi 4%, masing-masing dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Di bidang kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0% dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92%.
"Ke depan, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019," papar BI.
Bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah diyakini akan dapat mengelola dampak perubahan ekonomi global sehingga perekonomian tetap berdaya tahan di tengah ketidakpastian global.
"Untuk mendorong lebih lanjut pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar uang Rupiah, Bank Indonesia menerbitkan aturan transaksi derivatif suku bunga Rupiah, yaitu Interest Rate Swap (IRS) dan Overnight Index Swap (OIS)," ungkap Perry.
Aturan tersebut dapat memperkaya alternatif instrumen lindung nilai terhadap perubahan suku bunga domestik. Dengan telah diterbitkannya IndONIA dan upaya penguatan JIBOR, kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pembentukan yield curve yang lebih transparan di pasar uang dan pasar utang, dan selanjutnya dapat memperkuat transmisi kebijakan moneter serta mendorong berkembangnya pasar surat utang, baik yang diterbitkan Pemerintah maupun korporasi.
(dru) Next Article Ketidakpastian Global Jadi Alasan BI Pertahankan Bunga Acuan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan seluruh jajaran Dewan Gubernur lainnya memutuskan untuk menaikkan bunga sebagai antisipasi melebarnya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).
"Keputusan tersebut sebagai langkah lanjutan Bank Indonesia untuk memperkuat upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman," jelas Perry Warjiyo dalam konferensi persnya di Gedung BI, Kamis (15/11/2018).
Bank sentral melihat bengkaknya CAD di kuartal III-2018 yang mencapai 3,37% dari PDB memberikan efek negatif terhadap fundamental Indonesia. Pengetatan likuiditas globa memaksa aliran modal asing kembali ke AS. Transaksi modal & finansial yang kerap digunakan untuk membiayai CAD, tak mampu membendung bengkaknya transaksi berjalan.
BI melihat perlunya menaikkan bunga untuk memperkuat kembali daya tarik aset keuangan domestik. Mudahnya, dengan bunga naik maka BI berharap inflow akan masuk.
"Kenaikan suku bunga kebijakan tersebut juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," terang Perry.
Likuditas Mengetat, Kebijakan Baru pun Keluar
Dalam kesempatan yang sama, Perry menjelaskan untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan, maka bank sentral menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata (konvensional dan syariah) dari 2% menjadi 3% serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial/PLM (konvensional dan syariah) yang dapat direpokan ke Bank Indonesia dari 2% menjadi 4%, masing-masing dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Di bidang kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0% dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92%.
"Ke depan, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019," papar BI.
Bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah diyakini akan dapat mengelola dampak perubahan ekonomi global sehingga perekonomian tetap berdaya tahan di tengah ketidakpastian global.
"Untuk mendorong lebih lanjut pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar uang Rupiah, Bank Indonesia menerbitkan aturan transaksi derivatif suku bunga Rupiah, yaitu Interest Rate Swap (IRS) dan Overnight Index Swap (OIS)," ungkap Perry.
Aturan tersebut dapat memperkaya alternatif instrumen lindung nilai terhadap perubahan suku bunga domestik. Dengan telah diterbitkannya IndONIA dan upaya penguatan JIBOR, kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pembentukan yield curve yang lebih transparan di pasar uang dan pasar utang, dan selanjutnya dapat memperkuat transmisi kebijakan moneter serta mendorong berkembangnya pasar surat utang, baik yang diterbitkan Pemerintah maupun korporasi.
(dru) Next Article Ketidakpastian Global Jadi Alasan BI Pertahankan Bunga Acuan
Most Popular