
Permintaan Melambat, Pasokan Minyak Tumpah Ruah di 2019
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 November 2018 19:56

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasokan minyak global akan melebihi permintaan sepanjang 2019, karena peningkatan tajam dalam produksi mengalahkan pertumbuhan konsumsi yang merupakan risiko dari perlambatan ekonomi, Badan Energi Internasional mengatakan pada hari Rabu (14/11/2018).
Dalam laporan bulanannya, IEA (badan energi internasional) yang berbasis di Paris tidak mengubah proyeksi pertumbuhan permintaan global untuk 2018 dan 2019 dari bulan lalu, masing-masing 1,3 juta barel per hari (bpd) dan 1,4 juta bpd, tetapi memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan non-OECD , mesin ekspansi dalam konsumsi minyak dunia.
"Dalam 1H19, berdasarkan pandangan kami untuk produksi non-OPEC dan permintaan global, dan dengan asumsi produksi OPEC datar ... stok yang diperkirakan saat ini adalah 2 juta bpd," kata IEA, melansir Reuters.
Output di seluruh dunia telah membengkak sejak pertengahan tahun, sementara perselisihan perdagangan yang meningkat antara Amerika Serikat dan China mengancam pertumbuhan ekonomi global.
Sejak awal Oktober, harga minyak telah turun seperempat menjadi di bawah US$ 70 per barel, terendah dalam delapan bulan, yang dapat melindungi permintaan sampai batas tertentu, kata IEA.
"Meskipun pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di beberapa negara mengurangi prospek permintaan minyak, namun revisi ke bawah yang signifikan terhadap asumsi harga kami mendukung," tambahnya.
Badan tersebut menaikkan perkiraan untuk pertumbuhan output minyak dari negara-negara di luar Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menjadi 2,4 juta barel per tahun di 2018 dan 1,9 juta barel per tahun di 2019, dibandingkan perkiraan sebelumnya yang sebesar 2,2 juta barel per hari dan 1,8 juta barel per hari.
Amerika Serikat akan memimpin pertumbuhan output. IEA memperkirakan total pasokan minyak AS akan naik 2,1 juta bpd tahun ini dan 1,3 juta bph lagi pada 2019, dari rekor saat ini yang lebih dari 11 juta bpd.
Produksi minyak mentah OPEC naik 200.000 bph pada Oktober menjadi 32,99 juta bpd, naik 240.000 bpd pada tahun lalu, karena hilangnya pasokan 400.000 bph dari Iran dan 600.000 bph dari Venezuela dengan mudah diimbangi oleh peningkatan produksi dari yang lain, seperti Arab Saudi atau Uni Emirat Arab.
"Tahun depan, diperkirakan akan lebih sedikit lagi kebutuhan untuk minyak OPEC karena pertumbuhan tanpa henti dalam pasokan non-OPEC," kata IEA, menambahkan bahwa pihaknya telah memangkas proyeksi permintaan untuk minyak mentah OPEC sebesar 300.000 bpd menjadi 31,3 juta bpd di 2019.
Persediaan minyak di negara-negara OECD naik 12,1 juta barel pada September menjadi 2,875 miliar barel, kata IEA, menambahkan bahwa untuk kuartal ketiga secara keseluruhan, stoknya naik 58,1 juta barel, atau pada tingkat 630.000 barel per hari, kenaikan terbesar sejak 2015.
"Tangki penyimpanan di isi karena pasokan minyak global jauh melebihi permintaan, mendorong pembicaraan tentang kemungkinan pemotongan produksi OPEC / non-OPEC 1 juta bpd," kata lembaga itu.
OPEC, yang dipimpin oleh Arab Saudi, dan produsen saingannya seperti Rusia, telah melayangkan kemungkinan pemotongan produksi minyak tahun depan untuk mencegah penumpukan pasokan global yang tidak diinginkan, bahkan saat Iran sekarang menghadapi sanksi AS atas ekspornya.
(gus/gus) Next Article Harga Minyak Koreksi, tapi Masih di Level Tertinggi Setahun
Dalam laporan bulanannya, IEA (badan energi internasional) yang berbasis di Paris tidak mengubah proyeksi pertumbuhan permintaan global untuk 2018 dan 2019 dari bulan lalu, masing-masing 1,3 juta barel per hari (bpd) dan 1,4 juta bpd, tetapi memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan non-OECD , mesin ekspansi dalam konsumsi minyak dunia.
Output di seluruh dunia telah membengkak sejak pertengahan tahun, sementara perselisihan perdagangan yang meningkat antara Amerika Serikat dan China mengancam pertumbuhan ekonomi global.
Sejak awal Oktober, harga minyak telah turun seperempat menjadi di bawah US$ 70 per barel, terendah dalam delapan bulan, yang dapat melindungi permintaan sampai batas tertentu, kata IEA.
"Meskipun pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di beberapa negara mengurangi prospek permintaan minyak, namun revisi ke bawah yang signifikan terhadap asumsi harga kami mendukung," tambahnya.
Badan tersebut menaikkan perkiraan untuk pertumbuhan output minyak dari negara-negara di luar Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menjadi 2,4 juta barel per tahun di 2018 dan 1,9 juta barel per tahun di 2019, dibandingkan perkiraan sebelumnya yang sebesar 2,2 juta barel per hari dan 1,8 juta barel per hari.
Amerika Serikat akan memimpin pertumbuhan output. IEA memperkirakan total pasokan minyak AS akan naik 2,1 juta bpd tahun ini dan 1,3 juta bph lagi pada 2019, dari rekor saat ini yang lebih dari 11 juta bpd.
Produksi minyak mentah OPEC naik 200.000 bph pada Oktober menjadi 32,99 juta bpd, naik 240.000 bpd pada tahun lalu, karena hilangnya pasokan 400.000 bph dari Iran dan 600.000 bph dari Venezuela dengan mudah diimbangi oleh peningkatan produksi dari yang lain, seperti Arab Saudi atau Uni Emirat Arab.
"Tahun depan, diperkirakan akan lebih sedikit lagi kebutuhan untuk minyak OPEC karena pertumbuhan tanpa henti dalam pasokan non-OPEC," kata IEA, menambahkan bahwa pihaknya telah memangkas proyeksi permintaan untuk minyak mentah OPEC sebesar 300.000 bpd menjadi 31,3 juta bpd di 2019.
Persediaan minyak di negara-negara OECD naik 12,1 juta barel pada September menjadi 2,875 miliar barel, kata IEA, menambahkan bahwa untuk kuartal ketiga secara keseluruhan, stoknya naik 58,1 juta barel, atau pada tingkat 630.000 barel per hari, kenaikan terbesar sejak 2015.
"Tangki penyimpanan di isi karena pasokan minyak global jauh melebihi permintaan, mendorong pembicaraan tentang kemungkinan pemotongan produksi OPEC / non-OPEC 1 juta bpd," kata lembaga itu.
OPEC, yang dipimpin oleh Arab Saudi, dan produsen saingannya seperti Rusia, telah melayangkan kemungkinan pemotongan produksi minyak tahun depan untuk mencegah penumpukan pasokan global yang tidak diinginkan, bahkan saat Iran sekarang menghadapi sanksi AS atas ekspornya.
(gus/gus) Next Article Harga Minyak Koreksi, tapi Masih di Level Tertinggi Setahun
Most Popular