
Pusingnya Sri Mulyani Soal Harga Minyak dan Rupiah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
14 November 2018 13:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan dinamika perekonomian global memang secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kondisi tersebut, sampai-sampai membuatĀ Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati betul-betul harus seksama dalam merancang kas keuangan negara tahun depan, karena berkaitan dengan penerimaan.
"Masalahnya, penerimaan negara penuh dengan asumsi," kata Sri Mulyani, Rabu (14/11/2018).
Sri Mulyani menceritakan, bagaimana sulitnya pemerintah menentukan asumsi makro APBN tahun depan, terutama dalam hal menentukan asumsi harga minyak dan nilai tukar.
Harga minyak misalnya, dinamika yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir membuat bendahara negara harus memutar otak untuk menentukan asumsi yang pas sesuai dengan kondisi yang ada.
"Harga minyak proyeksinya US$ 70, kemudian Saudi - Rusia bilang sepertinya jumlah minyak di dunia kebanyakan. Terus harga minyak naik," kata Sri Mulyani.
"Lalu, Trump [Presiden AS] bilang saya nggak suka harga minyak ketinggian, terus harganya turun," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Kemudian, mengenai nilai tukar. Asumsi nilai tukar yang di bawa pemerintah ke parlemen adalah di level Rp 14.400/US$. Namun, seiring ketidakpastian global yang berlanjut, membuat rupiah terus tertekan.
"Tiba-tiba Jerome Powell menaikkan bunga, langsung dolar menguat yang tadinya Rp 14.000/US$ menjadi Rp 15.000/US$, sampai Rp 15.200/US$," katanya.
"Menurut BI, karena domainnya BI, Rp 15.000/US$ aman. Tapi tiba-tiba rupiah menguat lagi Rp 14.400/US$, wartawan kejar saya. Sekarang di Rp 14.800/US$," tegas Sri Mulyani.
Dia menegaskan, perubahan harga minyak dunia dan nilai tukar akan memberikan pengaruh terhadap keseluruhan pelaksanaan APBN. Maka dari itu, APBN 2019 dirancang lebih kredibel.
(dru) Next Article Sri Mulyani Sebut Pelemahan Rupiah Belum Capai Puncaknya
Kondisi tersebut, sampai-sampai membuatĀ Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati betul-betul harus seksama dalam merancang kas keuangan negara tahun depan, karena berkaitan dengan penerimaan.
"Masalahnya, penerimaan negara penuh dengan asumsi," kata Sri Mulyani, Rabu (14/11/2018).
![]() |
Sri Mulyani menceritakan, bagaimana sulitnya pemerintah menentukan asumsi makro APBN tahun depan, terutama dalam hal menentukan asumsi harga minyak dan nilai tukar.
Harga minyak misalnya, dinamika yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir membuat bendahara negara harus memutar otak untuk menentukan asumsi yang pas sesuai dengan kondisi yang ada.
"Harga minyak proyeksinya US$ 70, kemudian Saudi - Rusia bilang sepertinya jumlah minyak di dunia kebanyakan. Terus harga minyak naik," kata Sri Mulyani.
"Lalu, Trump [Presiden AS] bilang saya nggak suka harga minyak ketinggian, terus harganya turun," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Kemudian, mengenai nilai tukar. Asumsi nilai tukar yang di bawa pemerintah ke parlemen adalah di level Rp 14.400/US$. Namun, seiring ketidakpastian global yang berlanjut, membuat rupiah terus tertekan.
"Tiba-tiba Jerome Powell menaikkan bunga, langsung dolar menguat yang tadinya Rp 14.000/US$ menjadi Rp 15.000/US$, sampai Rp 15.200/US$," katanya.
"Menurut BI, karena domainnya BI, Rp 15.000/US$ aman. Tapi tiba-tiba rupiah menguat lagi Rp 14.400/US$, wartawan kejar saya. Sekarang di Rp 14.800/US$," tegas Sri Mulyani.
Dia menegaskan, perubahan harga minyak dunia dan nilai tukar akan memberikan pengaruh terhadap keseluruhan pelaksanaan APBN. Maka dari itu, APBN 2019 dirancang lebih kredibel.
(dru) Next Article Sri Mulyani Sebut Pelemahan Rupiah Belum Capai Puncaknya
Most Popular