
Saat Kenaikan Suku Bunga Tak Mampu Tolong Neraca Pembayaran
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
12 November 2018 19:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Aliran modal dari portofolio di kuartal III-2018, tidak mampu menyelamatkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dari defisit tertinggi sejak awal tahun.
NPI merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi pergerakan rupiah. Ketika NPI defisit, maka dapat diartikan arus valas yang keluar lebih besar ketimbang yang masuk. Kondisi ini bisa menimbulkan persepsi ketersediaan valas di dalam negeri menjadi terbatas.
Investor yang terpancing pun, akhir-akhirnya ikut-ikutan memburu dolar sehingga rupiah pun cenderung melemah. Oleh sebab itu, menjaga keseimbangan NPI cukup penting untuk menjaga stabilitas pasar keuangan di dalam negeri.
Seperti yang diketahui, Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) di kuartal III-2018 mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau tertinggi dalam 4 tahun terakhir.
Tingginya CAD didorong kenaikan defisit dari beberapa komponen diantaranya neraca perdagangan barang, jasa hingga pendapatan primer. Pada kuartal III-2018, defisit neraca perdagangan barang secara keseluruhan mencapai US$ 398 juta. Ini kali pertama defisit terjadi setidaknya dalam 3 tahun terakhir.
Berdasarkan laporan yang dirilis oleh BI, defisit yang terjadi salah satunya disebabkan meningkatnya defisit dari neraca perdagangan minyak dan gas (migas). Pada kuartal III-2018, defisit neraca perdagangan migas mencapai US$ 3,528 miliar.
Bahkan dalam 5 tahun terakhir, ini merupakan defisit tertinggi yang dialami oleh Indonesia. Ini dapat terjadi seiring kenaikan harga minyak global, khususnya jenis brent yang menembus level US$ 80/barel atau tertinggi sejak kuartal IV 2014.
Situasi ini semakin diperparah dengan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Pada periode kuartal III-2018, depresiasi rupiah mencapai 4,01% dan menembus level Rp 14.900/US$.
(NEXT)
NPI merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi pergerakan rupiah. Ketika NPI defisit, maka dapat diartikan arus valas yang keluar lebih besar ketimbang yang masuk. Kondisi ini bisa menimbulkan persepsi ketersediaan valas di dalam negeri menjadi terbatas.
Investor yang terpancing pun, akhir-akhirnya ikut-ikutan memburu dolar sehingga rupiah pun cenderung melemah. Oleh sebab itu, menjaga keseimbangan NPI cukup penting untuk menjaga stabilitas pasar keuangan di dalam negeri.
Tingginya CAD didorong kenaikan defisit dari beberapa komponen diantaranya neraca perdagangan barang, jasa hingga pendapatan primer. Pada kuartal III-2018, defisit neraca perdagangan barang secara keseluruhan mencapai US$ 398 juta. Ini kali pertama defisit terjadi setidaknya dalam 3 tahun terakhir.
Berdasarkan laporan yang dirilis oleh BI, defisit yang terjadi salah satunya disebabkan meningkatnya defisit dari neraca perdagangan minyak dan gas (migas). Pada kuartal III-2018, defisit neraca perdagangan migas mencapai US$ 3,528 miliar.
Bahkan dalam 5 tahun terakhir, ini merupakan defisit tertinggi yang dialami oleh Indonesia. Ini dapat terjadi seiring kenaikan harga minyak global, khususnya jenis brent yang menembus level US$ 80/barel atau tertinggi sejak kuartal IV 2014.
Situasi ini semakin diperparah dengan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Pada periode kuartal III-2018, depresiasi rupiah mencapai 4,01% dan menembus level Rp 14.900/US$.
(NEXT)
Tidak hanya perdagangan barang, perdagangan jasa pun ikut-ikutan bisa CAD makin tekor. Pada kuartal III-2018, defisit perdagangan jasa mencapai US$ 2,215 miliar atau tertinggi sejak awal tahun
Salah satu yang menyebabkan neraca jasa membengkak adalah tingginya aktivitas pengiriman barang. Pada kuartal III-2018, aktivitas pengiriman mencapai US$ 2,575 miliar dengan rincian ekspor US$ 365 juta dan impor US$ 2,210 miliar.
Dari aktivitas ini menghasilkan defisit hingga US$ 1,845 miliar. Alhasil, defisit transportasi merupakan penyumbang terbesar terhadap tekornya neraca jasa dibandingkan komponen lainnya di kuartal III 2018.
Belum cukup tekor dari sisi neraca perdagangan barang dan jasa, neraca pendapatan primer ikut-ikutan berkontribusi terhadap melebarnya CAD. Pada kuartal III-2018, defisit pendapatan primer mencapai US$ 8,026 miliar atau tertinggi dibandingkan komponen lain pembentuk transaksi berjalan
Penyebab tingginya defisit neraca pendapatan primer karena tingginya pembayaran imbal hasil investasi asing, baik dari komponen investasi langsung dan portofolio.
Dari sisi komponen investasi langsung, pembayaran mencapai US$ 4,942 miliar. Angka ini jauh dibandingkan penerimaan yang hanya US$ 945 juta. Alhasil, komponen ini menghasilkan defisit sekitar US$ 4,424 miliar.
Sementara komponen portofolio, pembayaran mencapai US$ 3,305 miliar. Untuk penerimaan hanya US$ 543 juta. Situasi ini mengakibatkan defisit mencapai US$ 2,761 miliar.
Kondisi-kondisi ini menyebabkan neraca pendapatan primer pun meningkat, sehingga mendorong defisit transaksi berjalan semakin tenggelam hingga menembus defisit US$ 8,846 miliar
Tingginya arus valas yang keluar Indonesia, menjadikan komponen transaksi finansial menjadi jurus untuk mengimbangi hal tersebut. Pada kuartal III-2018, transaksi finansial mengalami surplus US$ 4,164 miliar atau turun US$ 266 juta dibandingkan periode yang sama tahun 2017.
Penurunan surplus ini sebenarnya cukup membingungkan, karena disaat yang bersamaan BI telah menaikkan suku bunga acuan hingga 150 basis poin (bps). Kenaikan suku bunga acuan tentu mendorong daya tarik pasar keuangan domestik meningkat.
Namun sialnya, di saat yang bersamaan bank sentral Amerika/Federal Reserve juga ikut-ikutan menaikkan suku bunga acuannya. Situasi ini mengakibatkan fokus aliran valas menjadi terpecah dan tidak sebagian besar menuju Indonesia.
Dengan kondisi besaran valas yang masuk melalui portofolio hanya US$ 4,146 miliar, sementara defisit dari sisi transaksi berjalan mencapai US$ 8,846 miliar maka jelas NPI tidak tertolong. Akibatnya, defisit pun terjadi dan tertinggi sejak awal tahun.
(alf/dru) Next Article Menakar Laju Kinerja NPI Q4-2019, Begini Proyeksi Ekonom
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular