
Ekspektasi Buruknya Neraca Berjalan Hentikan Reli Obligasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 November 2018 18:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah berbalik terkoreksi (reversal) pada penutupan perdagangan, Jumat (9/11/2018), setelah sebelumnya menguat hampir sepanjang hari sejak pagi.
Koreksi tipis tersebut sekaligus mengakhiri reli harga efek utang negara yang terjadi sejak Selasa pekan lalu.
Melemahnya harga surat berharga negara (SBN) itu senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Pelemahan ini seiring dengan nada agresif (hawkish) dalam pernyataan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang diumumkan setelah pertemuan komite pengambil kebijakan dini hari tadi.
Koreksi juga terjadi menjelang pengumuman melebarnya defisit neraca berjalan (CAD) kuartal III-2018.
Pengumuman dilakukan sore ini pukul 17.00 WIB, setelah tutupnya pasar sehingga pelaku pasar mendasari aksi jual di pasar berdasarkan ekspektasi. Data tersebut menunjukkan CAD berada di posisi terburuk sejak kuartal II-2014.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SBN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor lima tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah seri FR0075 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan 2 basis poin (bps) menjadi 8,47%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain juga melemah, yaitu seri 5 tahun dan 15 tahun yang mengalami penurunan yield sebesar 0,9 bps dan 0,3 bps menjadi 7,94% dan 8,38%.
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,52 poin (0,22%) menjadi 232,36 dari posisi kemarin 232,89.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 487 bps, melebar dari posisi kemarin 485 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 3,2% dari posisi kemarin 3,22%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 871,15 triliun SBN, atau 37,08% dari total beredar Rp 2.349 triliun berdasarkan data per 7 November.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 6,84 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,71% menjadi 5.874 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 1% menjadi Rp 14.680 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,09% menjadi 96,813.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami China, India, Filipina, dan Singapura.
Di sisi lain, koreksi dialami pasar obligasi pemerintah Brasil dan Rusia.
*) Negara acuan
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Koreksi tipis tersebut sekaligus mengakhiri reli harga efek utang negara yang terjadi sejak Selasa pekan lalu.
Melemahnya harga surat berharga negara (SBN) itu senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Pengumuman dilakukan sore ini pukul 17.00 WIB, setelah tutupnya pasar sehingga pelaku pasar mendasari aksi jual di pasar berdasarkan ekspektasi. Data tersebut menunjukkan CAD berada di posisi terburuk sejak kuartal II-2014.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SBN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor lima tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah seri FR0075 yang bertenor 20 tahun dengan kenaikan 2 basis poin (bps) menjadi 8,47%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain juga melemah, yaitu seri 5 tahun dan 15 tahun yang mengalami penurunan yield sebesar 0,9 bps dan 0,3 bps menjadi 7,94% dan 8,38%.
Yield Obligasi Negara Acuan 9 Nov 2018 | ||||
Seri | Benchmark | Yield 8 Nov 2018 (%) | Yield 9 Nov 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 7.937 | 7.946 | 0.90 |
FR0064 | 10 tahun | 8.077 | 8.077 | 0.00 |
FR0065 | 15 tahun | 8.379 | 8.382 | 0.30 |
FR0075 | 20 tahun | 8.457 | 8.477 | 2.00 |
Avg movement | 0.80 |
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah.
Indeks tersebut turun 0,52 poin (0,22%) menjadi 232,36 dari posisi kemarin 232,89.
Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 487 bps, melebar dari posisi kemarin 485 bps.
Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 3,2% dari posisi kemarin 3,22%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 871,15 triliun SBN, atau 37,08% dari total beredar Rp 2.349 triliun berdasarkan data per 7 November.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 6,84 triliun dibanding posisi akhir Oktober Rp 864,32 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 36,93% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan pasar uang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,71% menjadi 5.874 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 1% menjadi Rp 14.680 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS seiring dengan naiknya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang menguat 0,09% menjadi 96,813.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami China, India, Filipina, dan Singapura.
Di sisi lain, koreksi dialami pasar obligasi pemerintah Brasil dan Rusia.
Yield Obligasi 10 Tahun Negara Berkembang dan Acuan | |||
Negara | Yield 8 Nov 2018 (%) | Yield 9 Nov 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 10.28 | 10.5 | 22.00 |
China | 3.51 | 3.5 | -1.00 |
India | 7.796 | 7.765 | -3.10 |
Italia | 3.406 | 3.429 | 2.30 |
Jepang | 0.125 | 0.125 | 0.00 |
Malaysia | 4.126 | 4.113 | -1.30 |
Filipina | 7.609 | 7.508 | -10.10 |
Rusia | 8.74 | 8.9 | 16.00 |
Singapura | 2.539 | 2.507 | -3.20 |
Turki | 16.55 | 16.81 | 26.00 |
Amerika Serikat | 3.223 | 3.204 | -1.90 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/prm) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular